Surat Al-Tatfif Ayat 1

وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ



Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang

Ingin rezeki berlimpah dengan berkah? Ketahui rahasianya dengan Klik disini!

(Kecelakaan besarlah) lafal Wailun merupakan kalimat yang mengandung makna azab; atau merupakan nama sebuah lembah di dalam neraka Jahanam (bagi orang-orang yang curang.)

[[83 ~ AL-MUTHAFFIFIN (ORANG-ORANG YANG CURANG) Pendahuluan: Makkiyyah, 36 ayat ~ Surat al-Muthaffifîn dibuka dengan beberapa ayat yang berisi ancaman sangat keras terhadap orang-orang yang melakukan kecurangan dalam bermuamalat, secara khusus dalam soal timbang- menimbang. Kecurangan itu digambarkan dalam sekelompok orang yang cenderung minta dilebihkan takarannya demi keuntungan pribadi tetapi mengurangi jumlah yang semestinya saat menimbang untuk orang lain. Surat ini mengancam orang-orang yang melakukan hal tersebut bahwa hari pembangkitan dan perhitungan pasti akan terjadi. Selain itu, surat ini juga menegaskan bahwa perbuatan mereka itu tercatat dalam sebuah buku. Hanya orang-orang zalim, bergelimang dosa dan terhalang dari Tuhannya yang berani mendustakan catatan buku itu. Tempat kembali mereka, kelak, adalah nereka Jahanam. Pembicaraan kemudian dialihkan kepada ihwal kalangan manusia yang berbakti kepada Allah dengan memberikan keterangan mengenai apa yang telah mereka lakukan. Disebutkan, misalnya, berbagai kenikmatan yang bakal mereka rasakan dan, sekaligus, ciri-ciri mereka. Disebutkan pula sebuah perbuatan yang mereka perlombakan. Ayat-ayat selanjutnya menggambarkan apa yang dilakukan oleh orang-orang kafir yang jahat terhadap orang-orang Mukmin ketika mereka melihat orang-orang Mukmin atau ketika orang-orang Mukmin itu berlalu di hadapan mereka. Akhirnya, surat ini ditutup dengan janji bahwa orang-orang beriman akan diperlakukan secara adil di hari kiamat. Mereka akan ditempatkan di dalam kehidupan yang penuh kesenangan. Mereka akan memandangi dan mentertawakan orang-orang kafir dari atas dipan-dipan yang indah. Sementara orang-orang kafir itu akan mendapatkan balasan buruk yang setimpal dengan perbuatan mereka di dunia.]] Kehancuranlah bagi orang-orang yang berbuat curang. Yaitu orang-orang yang kalau menerima timbangan dari orang lain selalu meminta ukuran yang pas atau cenderung minta dilebihkan. Akan tetapi, jika menimbang untuk orang lain, mereka berbuat curang sehingga dapat merugikan hak orang lain yang semestinya dipenuhi.

Anda harus untuk dapat menambahkan tafsir

Admin

Submit : 2015-04-01 02:13:32
Link sumber: http://tafsir.web.id/

Ibnu Majah berkata: Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Bisyr bin Al Hakam dan Muhammad bin ‘Uqail bin Khuwailid, keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Al Husain bin Waqid, (ia berkata): telah menceritakan kepadaku bapakku Yazid An Nahwiy, bahwa ‘Ikrimah menceritakan kepadanya dari Ibnu Abbas ia berkata: Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di Madinah, mereka (penduduk Madinah) adalah manusia yang paling buruk dalam menakar, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menurunkan firman-Nya, “Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang).” Maka setelah itu, mereka memperbaiki takarannya. (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Nasa’i sebagaimana dikatakan Al Haafizh Ibnu Katsir juz 4 hal. 483 dari jalan Muhammad bin ‘Uqail. Para perawinya adalah tsiqah kecuali Ali bin Al Husain bin Waqid, maka padanya terdapat pembicaraan. Ibnu Hibban juga meriwayatkan di halaman 438 di Mawaariduzh Zham’aan, demikian pula Ibnu Jarir di juz 29 hal. 91, di sana terdapat mutaba’ah (penguat dari jalan yang sama) bagi Ali bin Al Husain bin Waqid, ia telah dimutabaahkan oleh Yahya bin Wadhih, dimana ia adalah seorang hafizh dan termasuk para perawi jamaah, akan tetapi Syaikhnya Ibnu Jarir yaitu Muhammad bin Humaid Ar Raaziy terdapat pembicaraan. Hakim di juz 2 hal. 23 juga meriwayatkan dan ia berkata, “Shahih isnadnya.” Dan didiamkan oleh Adz Dzahabiy. Dalam Mustadrak Hakim disebutkan mutaba’ah Ali bin Al Husain bin Syaqiq yang termasuk perawi jamaah sebagaimana dalam Tahdzibut Tahdzib, akan tetapi pada jalan kepadanya terdapat Muhammad bin Musa bin Hatim Al Qaasyaaniy, yang muridnya berkata, “Ia di sini adalah Al Qaasim bin Al Qaasim As Sayyaariy yang aku lepas tangan darinya.” Ibnu Abi Sa’dan berkata, “Muhammad bin ‘Ali Al Haafizh berpandangan buruk terhadapnya.” Demikian yang disebutkan dalam Lisaanul Miizaan. Syaikh Muqbil berkata, “Tetapi keseluruhan mutabaah ini menunjukkan bahwa hadits tersebut tsabit (sah), wallahu a’lam.” (lihat Ash Shahihul Musnad hal. 266), Syaikh Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah (2223) menghasankan hadits tersebut.)

Apabila ancaman keras ini ditujukan kepada orang-orang yang mengurangi harta orang lain dalam hal takaran dan timbangan, dimana di dalamnya terdapat pengambilan harta orang lain secara tersembunyi, maka orang yang mengambil harta orang lain secara terang-terangan atau secara paksa dan atau mencuri harta mereka, tentu lebih berhak mendapatkan ancaman yang keras ini.