Surat Al-Mu’minun Ayat 76

وَلَقَدْ أَخَذْنَاهُمْ بِالْعَذَابِ فَمَا اسْتَكَانُوا لِرَبِّهِمْ وَمَا يَتَضَرَّعُونَ



Dan sesungguhnya Kami telah pernah menimpakan azab kepada mereka, maka mereka tidak tunduk kepada Tuhan mereka, dan (juga) tidak memohon (kepada-Nya) dengan merendahkan diri.

Ingin rezeki berlimpah dengan berkah? Ketahui rahasianya dengan Klik disini!

(Dan sesungguhnya Kami telah pernah menimpakan azab kepada mereka) kelaparan itu (tetapi mereka masih tidak tunduk) masih tidak mau merendahkan diri (kepada Rabb mereka, dan juga mereka tidak mau ber-tadharru' kepada-Nya) maksudnya mereka tidak mau juga meminta kepada Allah dengan berdoa kepada-Nya.

Mereka telah Kami siksa dengan suatu siksaan berupa, antara lain, kematian dan kelaparan. Tetapi setelah itu mereka tidak juga tunduk kepada Tuhannya. Mereka malah terus bersikap arogan dan sombong, segera setelah siksaan itu lenyap.

Anda harus untuk dapat menambahkan tafsir

Admin

Submit : 2015-04-01 02:13:31
Link sumber: http://tafsir.web.id/

Ibnu Jarir berkata: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Tumailah, yaitu Yahya bin Wadhih dari Al Husain (asalnya adalah Al Hasan, namun salah tulis) dari Yazid, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas ia berkata, “Abu Sufyan datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Muhammad, aku bertanya kepadamu dengan nama Allah dan karena hubungan kerabat. Sesungguhnya kami telah memakan ‘ilhiz,” yakni wabar (bulu unta) dan darah.” Maka Allah menurunkan ayat, “Dan sungguh Kami telah menimpakan siksaan kepada mereka, tetapi mereka tidak mau tunduk kepada Tuhannya, dan (juga) tidak merendahkan diri.” (Al Mu’minun: 76). Syaikh Muqbil berkata, “Hadits ini para perawinya adalah tsiqah selain guru Ath Thabari, yaitu Muhammad bin Humaid Ar Raaziy. Dia adalah dha’if, akan tetapi hadits ini telah datang dari beberapa jalan selain ini. Ibnu Hatim meriwayatkan sebagaimana dalam Tafsir Ibnu Katsir juz 3 hal. 251, dan Nasa’i sebagaimana dalam Tafsir Ibnu Katsir, dan Ibnu Hibban hal. 434. Di sana pada masing-masing mereka ada Ali bin Al Husain bin Waqid, dan dia didha’ifkan. Hakim juz 2 hal. 394 meriwayatkan juga, demikian pula Al Waahidiy dalam Asbaabunnuzul, dan di sana pada masing-masing mereka ada Muhammad bin Musa bin Hatim. Muridnya Al Qasim As Sayyaariy berkata, “Saya tidak berani menjaminnya.” Ibnu Abi Sa’daan berkata, “Muhammad bin ‘Ali Al Haafizh berpandangan buruk terhadapnya.” Sebagaimana dalam Lisanul Mizan, adapun Hakim, maka ia menshahihkannya dan didiamkan oleh Adz Dzahabiy. Hadits ini dengan keseluruhan jalannya yang sampai kepada Al Husain bin Waqid adalah shahih lighairih.” Wallahu a’lam. Syaikh Muqbil juga berkata, “Kemudian saya menemukan syahidnya dalam riwayat Baihaqi di kitab Dalaa’ilunnubuwwah (2/338).”

Yang dimaksud dengan azab tersebut adalah kemarau panjang yang menimpa mereka, hingga mereka menderita kelaparan, agar mereka kembali kepada Allah dan mau beriman (Lihat ayat 75). Ada pula yang mengatakan, bahwa maksudnya adalah kekalahan mereka pada peperangan Badar, di mana dalam peperangan itu orang-orang yang terkemuka dari mereka banyak terbunuh atau tertawan

Yakni tidak berharap kepada Allah dengan berdoa dan merasa tidak butuh kepada-Nya. Bahkan musibah itu berlalu bagi mereka, lalu hilang seakan-akan belum pernah menimpa mereka, sehingga mereka pun tetap di atas kekafiran dan kesesatannya, padahal di hadapan mereka ada azab yang tidak mungkin ditolak sebagaimana diterangkan dalam ayat selanjutnya.