Fatwa DSN MUI

Ketentuan Review Ujrah pada Lembaga Keuangan Syariah

FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor 56/DSN-MUI/V/2007
Tentang
Ketentuan Review Ujrah pada Lembaga Keuangan Syariah

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah

Menimbang :
  1. bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah fasilitas pembiayaan rekening koran, yaitu fasilitas pinjaman atau pembiayaan dari rekening koran dengan ketentuan yang disepakati;
  2. bahwa lembaga keuangan syariah (LKS) perlu merespon kebutuhan masyarakat tersebut dalam berbagai produknya;
  3. bahwa fatwa yang telah diterbitkan mengenai pembiayaan rekening koran syariah belum meliputi akad Musyarakah;
  4. bahwa oleh karena itu, DSN-MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang pembiayaan rekening koran syariah berdasarkan akad Musyarakah untuk dijadikan pedoman.
Mengingat :
  1. Firman Allah SWT, antara lain:
    1. QS. al-Zukhruf [43]: 32:

      أَهُمْ يَقْسِمُوْنَ رَحْمَتَ رَبِّكَ، نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيْشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا، وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا، وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ.

      "Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar seba-gian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan."

    2. QS. al-Baqarah [2]: 233:

      ... وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوْا أَوْلاَدَكُمْ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَاآتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوْفِ، وَاتَّقُوا اللهَ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ بِمَاتَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ.

      "…Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah; dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."

    3. QS. al-Qashash [28]: 26:

      قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَآأَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ، إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ اْلأَمِيْنُ.

      "Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, "Hai ayahku! Ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.""

  2. Hadis Nabi SAW, antara lain:
    1. Hadis Nabi riwayat Ibn Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda:

      أَعْطُوا اْلأَجِيْرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ.

      "Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering."

    2. Hadis Nabi riwayat Imam Baihaqi dari Abu Hurairah serta 'Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa'id al-Khudri, Nabi SAW bersabda:

      مَنِ اسْتَأْجَرَ أَجِيْرًا فَلْيُعْلِمْهُ أَجْرَهُ.

      "Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya."

    3. Hadis Nabi riwayat Imam al-Bukhari, Muslim, Nasa'i, dan Ibnu Majah dari Rafi' bin Khadij; serta Abu Dawud Sa'id bin al-Musayyab dari Sa`d Ibn Abi Waqqash, ia berkata:

      كُنَّا نُكْرِي اْلأَرْضَ بِمَا عَلَى السَّوَاقِيْ مِنَ الزَّرْعِ وَمَاسَعِدَ بِالْمَاءِ مِنْهَا، فَنَهَانَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ وَأَمَرَنَا أَنْ نُكْرِيَهَا بِذَهَبٍ أَوْ فِضَّةٍ.

      "Dulu kami menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil pertanian yang tumbuh di pinggir selokan dan yang tumbuh di bagian yang dialiri air; maka, Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau perak."

    4. Hadis Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi dan Ibn Majah dari 'Amr bin 'Auf al-Muzani, Nabi SAW bersabda:

      الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.

      "Shulh (penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat) boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali shulh yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."

    5. Hadis Nabi riwayat Imam Ibnu Majah dari 'Ubadah bin al-Shamit, Ahmad dari Ibn 'Abbas, Malik dari 'Amr bin Yahya al-Mazini, al-Daraquthni, dan yang lain, dari Abu Sa'id al-Khudri, Nabi SAW bersabda:

      لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ .

      "Tidak boleh membahayakan/merugikan (orang lain) dan tidak boleh membalas bahaya dengan bahaya."

  3. Ijma ulama tentang kebolehan melakukan akad sewa menyewa.
  4. Kaidah Fikih:
    1. الأَصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ مَا لَمْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.

      "Pada dasarnya, segala bentuk mu'amalah boleh dilakukan sepanjang tidak ada dalil yang mengharamkannya."

    2. دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ

      "Menghindarkan mafsadat (kerusakan, bahaya) harus didahulukan atas mendatangkan kemaslahatan."

Memperhatikan :
  1. AAOIFI, al-Ma’ayir al-Syar’iyah, Standar no. 9, paragraf 5.2.
  2. Pendapat peserta Rapat DSN-MUI - Bank Indonesia pada hari Senin-Rabu  tanggal  12-14 Februari 2007 di Karawaci.
  3. Pendapat peserta Rapat Pleno DSN-MUI pada hari Rabu, 13 Jumadil Awal 1428 H. / 30 Mei  2007.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG KETENTUAN REVIEW UJRAH PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (LKS)
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan
  1. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
  2. Review Ujrah adalah peninjauan kembali terhadap besarnya ujrah dalam akad Ijarah antara LKS dengan nasabah setelah periode tertentu.
Kedua : Ketentuan Hukum
  1. Review Ujrah boleh dilakukan antara para pihak yang melakukan akad Ijarahapabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
    1. Terjadi perubahan periode akad Ijarah;
    2. Ada indikasi sangat kuat bahwa bila tidak dilakukan review, maka akan timbul kerugian bagi salah satu pihak;
    3. Disepakati oleh kedua belah pihak.
  2. Review atas besaran ujrahsetelah periode tertentu :
    1. Ujrah yang telah disepakati untuk suatu periode akad Ijarah yang telah berlalu tidak boleh dinaikkan;
    2. ujrah boleh ditinjau ulang untuk periode berikutnya dengan cara yang diketahui dengan jelas (formula tertentu) oleh kedua belah pihak;
    3. Peninjauan kembali besaran ujrah setelah jangka waktu tertentu harus disepakati kedua pihak sebelumnya dan disebutkan dalam akad.
    4. Dalam keadaan sewa yang berubah-ubah, sewa untuk periode akad pertama harus dijelaskan jumlahnya.  Untuk periode akad berikutnya boleh berdasarkan rumusan yang jelas dengan ketentuan tidak menimbulkan perselisihan.
Ketiga : Ketentuan Penutup
  1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah atau Pengadilan Agama setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
  2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 13 Jumadil Awal 1428 H

30 Mei 2007 M

DEWAN SYARI'AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua
K.H. MA Sahal Mahfudh
Sekretaris
Drs. H. M Ichwan Sam
Konten diambil dari situs http://www.dsnmui.or.id/