Fatwa DSN MUI

Line facility (at-Tas-hilat as-Saqfiyah)

FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor 45/DSN-MUI/II/2005
Tentang
Line facility (at-Tas-hilat as-Saqfiyah)

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Dewan Syari’ah Nasional setelah

Menimbang :
  1. bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah line facility (at-tas-hilat as-saqfiyah), yaitu fasilitas plafon pembiayaan bergulir dalam jangka waktu tertentu dengan ketentuan yang disepakati dan mengikat secara moral;
  2. bahwa lembaga keuangan syari’ah (LKS) perlu merespon kebutuhan masyarakat tersebut dalam berbagai produknya;
  3. bahwa agar fasilitas tersebut dilaksanakan sesuai dengan Syari’ah Islam, Dewan Syari’ah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa mengenai hal tersebut untuk dijadikan pedoman.
Mengingat :
  1. Firman Allah SWT, QS. al-Maidah [5]:1:

    يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ …

    "Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu …"

  2. Firman Allah SWT, QS. al-Isra' [17]: 34:

    … وَأَوْفُوْا بِالْعَهْدِ، إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُوْلاً.

    "… Dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggunganjawabannya."

  3. Firman Allah SWT, QS. al-Baqarah [2]: 275:

    … وَأَحَلَّ اللهُ البَيْعَ وَحَرَّمَ الرَّبَا …

    "... dan Allah telah menghalalkan jual beli dan meng-haramkan riba…"

  4. Firman Allah SWT, QS. al-Baqarah [2]: 275:

    الَّذِيْنَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ، ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا، وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا، فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ، وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ، وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُوْنَ.

    "Orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya."

  5. Hadits Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf al-Muzani, Nabi SAW bersabda:

    اَلصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.

    "Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."

  6. Hadits Nabi riwayat Imam Ibnu Majah, al-Daraquthni, dan yang lain, dari Abu Sa'id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:

    لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ .

    "Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri maupun orang lain."

  7. Hadits Nabi Riwayat Bukhari & Muslim dari Abu Hurairah:

    آيَاتُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ، إِذَا حَدَثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ (رواه مسلم)

    "Tanda orang munafik ada tiga; jika berkata, ia dusta; apabila berjanji, ia ingkari; dan apabila diberi amanat, ia khianat." (HR. Muslim)

  8. Kaidah Fiqh, antara lain:
    1. الأَصْلُ فِي الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.

      "Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya."

    2. المَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرَ.

      "Kesulitan dapat menarik kemudahan."

    3. الحَاجَةُ قَدْ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ.

      "Keperluan dapat menduduki posisi darurat."

    4. الثَّابِتُ بِالْعُرْفِ كَالثَّابِتِ بِالشَّرْعِ.

      "Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara' (selama tidak bertentangan dengan syari'at)."

Memperhatikan :
  1. Keputusan Majma’ Al-Fiqh Al Islami Organisasi Konferensi Islam (OKI), Nomor: 40 & 41 tahun 1988 tentang al-wafa’ bi al-wa’d wa al-murabahah li al-amir bi al-syira’.
  2. Hasil workshop BPH DSN, 9-10 Dzulqa'dah 1425/21-22 Desember 2004.
  3. Surat Direksi Bank Syariah Mandiri No. 6/55/DIR tertanggal 21 September 2004 perihal permohonan fatrwa.
  4. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Kamis, 08 Muharram 1426 H. / 17 Februari 2005.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG LINE FACILITY
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:
  1. Line Facility adalah suatu bentuk fasilitas plafon pembiayaan bergulir dalam jangka waktu tertentu yang dijalankan berdasarkan prinsip syari’ah.
  2. Wa’d (الوعد) adalah kesepakatan atau janji dari satu pihak (LKS) kepada pihak lain (nasabah) untuk melaksanakan sesuatu yang dituangkan ke dalam suatu dokumen Memorandum of Understanding.
  3. Akad adalah transaksi atau perjanjian syar’i yang menimbulkan hak dan kewajiban serta merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Line Facility.
Kedua : Ketentuan Akad
  1. Line facility boleh dilakukan berdasarkan wa’d dan dapat digunakan untuk pembiayaan-pembiayaan tertentu sesuai prinsip syariah.
  2. Akad yang digunakan dalam pembiayaan tersebut di atas dapat berbentuk akad Murabahah, Istishna’, Mudharabah, Musyarakah dan Ijarah.
  3. Penetapan margin, nisbah bagi hasil dan/atau fee yang diminta oleh LKS harus mengacu kepada ketentuan-ketentuan masing-masing akad dan ditetapkan  pada saat akad tersebut dibuat.
  4. LKS hanya boleh mengambil margin, bagi hasil dan/atau fee atas akad-akad yang direalisasikan dari Line Facility.
  5. Fatwa DSN nomor: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah,, Fatwa DSN nomor: 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna’, Fatwa DSN nomor: 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh), Fatwa DSN nomor: 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, Fatwa DSN nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah berlaku pula dalam pelaksanaan akad-akad Pembiayaan yang mengikuti Line Facility.
Ketiga : Ketentuan Penutup
  1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari'ah Nasional setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
  2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 08 Muharram 1426 H

17 Februari 2005 M

DEWAN SYARI'AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua
K.H. MA Sahal Mahfudh
Sekretaris
Prof. Dr. H. M Din Syamsuddin
Konten diambil dari situs http://www.dsnmui.or.id/