Fatwa DSN MUI

Obligasi Syariah Mudharabah Konversi

FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor 59/DSN-MUI/V/2007
Tentang
Obligasi Syariah Mudharabah Konversi

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah

Menimbang :
  1. bahwa obligasi syariah adalah salah satu instrumen investasi pada pasar modal syariah;
  2. bahwa obligasi syariah dimungkinkan untuk dikonversi ke saham syariah yang diperjanjikan di depan pada saat penerbitan obligasi syariah;
  3. bahwa agar obligasi yang kemudian dikonversi ke saham dapat diterbitkan sesuai dengan prinsip syariah, DSN-MUI memandang perlu menetapkan fatwa mengenai hal tersebut untuk dijadikan pedoman.
Mengingat :
  1. Firman Allah SWT, antara lain:
    1. QS. al-Maidah [5]: 1:

      يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ …

      "Hai orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu …"

    2. QS. al-Baqarah [2]: 282:

      يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُواْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلاَ يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللّهَ رَبَّهُ وَلاَ يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا ...

      "Hai orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya …"

  2. Hadis Nabi SAW, antara lain:
    1. Hadis Nabi riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah, Ibnu Majah dari Abu al-Hamra', dan Ahmad dari Ibnu Umar dan Abu Burdah bin Niyar; Nabi SAW bersabda:

      مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا.

      "Barang siapa menipu kami, maka ia tidak termasuk golongan kami."

    2. Hadis Nabi riwayat Imam al-Thabrani dan al-Baihaqi dari Ibn Abbas RA:

      كَانَ الْعَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ إِذَا دَفَعَ مَالاً مُضَارَبَةً اِشْتَرَطَ عَلَى صَاحِبِهِ أَنْ لاَ يَسْلُكَ بِهِ بَحْرًا وَلاَ يَنْزِلَ بِهِ وَادِيًا وَلاَ يَشْتَرِيَ بِهِ ذَاتَ كَبِدٍ رَطْبَةٍ، فَإِنْ فَعَلَ فَهُوَ ضَامِنٌ. فَرَفَعَ شَرْطَهُ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَأَجَازَهُ.

      Abbas bin Abdul Mutthalib jika menyerahkan harta sebagai Mudharabah ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung risikonya. Kemudian Abbas melaporkan persyaratan tersebut kepada Rasulullah, maka beliau membolehkannya.

    3. Hadis Nabi riwayat Imam Ibnu Majah dari Shuhaib, Nabi SAW bersabda:

      ثَلاَثٌ فِيْهِنَّ الْبَرَكَةُ : اَلْبَيْعُ اِلَى أَجَلٍ، وَالْمُقَارَضَةُ، وَإِخْلاَطُ الْبُرِّ بِالشَّعِيْرِ لِلْبَيْتِ لاَ لِلْبَيْعِ.

      Nabi bersabda: Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum halus dengan gandum kasar (jewawut) untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.

    4. Hadis Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari 'Amr bin 'Auf al-Muzani, Nabi SAW bersabda:

      الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.

      Shulh (penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat) boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali shulh yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau yang menghalalkan yang haram.

    5. Hadis Nabi riwayat Imam Ibnu Majah dari 'Ubadah bin al-Shamit, Ahmad dari Ibn 'Abbas, Malik dari 'Amr bin Yahya al-Mazini, al-Daraquthni, dan yang lain, dari Abu Sa'id al-Khudri, Nabi SAW bersabda:

      لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ.

      "Tidak boleh membahayakan/merugikan (orang lain) dan tidak boleh membalas bahaya dengan bahaya."

  3. Ijma’ para ulama tentang kebolehan menggunakan prinsip Mudharabah dalam investasi sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Qudamah dalam al-Mughni (V/135) dengan mengutip keterangan Ibnul Mundzir dalam Al-Ijma’, Al-Kasani dalam Bada-i’ Al-Shanai’, Al-Shan’ani dalam Subulus Salam (III/103), Al-Zarqani dalam Syarhu Al-Muwattha’ (IV/319) dan Wahbah Al-Zuhaily dalam Al-Fiqh al-Islamy Wa Adillatuhu (IV/838).
  4. Kaidah Fikih:
    1. الأَصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ مَا لَمْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.

      "Pada dasarnya, segala bentuk mu'amalah boleh dilakukan sepanjang tidak ada dalil yang mengharamkannya."

    2. الْحَاجَةُ قَدْ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ

      "Keperluan dapat menduduki posisi darurat."

    3. الثَّابِتُ بِالْعُرْفِ كَالثَّابِتِ بِالشَّرْعِ

      "Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara' (selama tidak bertentangan dengan syari'at)."

Memperhatikan :
  1. Pendapat para ulama tentang bolehnya mem-fasakh akad Mudharabah, karena berpandangan bahwa akad Mudharabah adalah ghairu lazim, di antaranya : Al-Khatib al-Syarbini dalam Mughni al-Muhtaj, Juz II hal 319; Ibnu Qudamah dalam al-Mughni, V hal 179; Al-Kasani dalam Bada-i’ Al-Sana-i’, Juz VIII h. 3655;
  2. Pendapat ulama tentang bolehnya pembagian pendapatan Mudharabah sebelum jatuh tempo selama disepakati dalam akad. Lihat: Ibnu Qudamah, al-Mughni, Juz V/57;
  3. Pendapat para ulama tentang kewajiban Mudharib untuk menjamin pengembalian dana Mudharabah dalam hal terjadi ta’addi (melampaui batas), taqshir (lalai), atau mukhalafah al-syuruth (pelanggaran syarat akad). Lihat: Wahbah Al-Zuhaily dalam Al-Fiqh Al-Islamy Wa Adillatuhu (V/3944) dan Muhammad Abdul Mun’im Abu Zaid dalam Nahwa Tathwir Nidzam Al-Mudharabah fi al-Masharif al-Islamiyah (h.127);
  4. Pendapat para ulama yang membolehkan pengalihan kepemilikan porsi (حِصَّةsuatu surat berharga selama disepakati dan diizinkan oleh pemilik porsi lain dari suatu surat berharga (bi-idzni syarikihi).  Lihat: Wahbah Al-Zuhaili dalam Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu;
  5. Surat dari PT Bank Ekspor Indonesia No. BS.0060/DIR/03/2007 tanggal 1 Maret 2007 tentang Permohonan Fatwa Obligasi Syariah Konversi.
  6. Pendapat peserta Rapat Pleno DSN-MUI pada hari Rabu, 13 Jumadil Awal 1428 H / 30 Mei 2007.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG OBLIGASI SYARIAH MUDHARABAH KONVERSI (CONVERTIBLE MUDARABA BONDS)
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan
  1. Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh Emiten kepada investor (pemegang obligasi) yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada investor berupa bagi hasil/marjin/fee serta membayar kembali dana investasi pada saat jatuh tempo.
  2. Obligasi Syariah Mudharabah Konversi (Convertible Mudaraba Bonds) adalah obligasi syariah yang diterbitkan oleh Emiten berdasarkan prinsip Mudharabah dalam rangka menambah kebutuhan modal kerja, dengan opsi investor dapat mengkonversi obligasi menjadi saham Emiten pada saat jatuh tempo (maturity).
  3. Saham Syariah adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu porsi (حصة) dalam perusahaan yang diterbitkan oleh Emiten yang kegiatan usaha maupun cara pengelolaannya tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Kedua : Ketentuan Akad
  1. Akad yang digunakan dalam Obligasi Syariah Mudharabah Konversi adalah akad mudharabah dengan memperhatikan substansi Fatwa DSN-MUI Nomor 7/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah, Fatwa DSN-MUI Nomor 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah, Fatwa DSN-MUI Nomor 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah.
  2. Emiten dalam Obligasi Syariah Mudharabah Konversi  bertindak sebagai Mudharib, sedangkan Pemegang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi bertindak sebagai Shahibul Mal. Dalam hal pemegang obligasi syariah konversi menggunakan haknya untuk mengonversi obligasi tersebut menjadi saham emiten, akad yang digunakan adalah akad Musyarakah, dimana Pemegang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi bertindak sebagai pemegang saham (hamil al-sahm).
Ketiga : Ketentuan Khusus
  1. Jenis usaha yang dilakukan Emiten tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah dengan memperhatikan substansi Fatwa DSN-MUI Nomor 20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksadana Syariah dan Nomor 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.
  2. Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan oleh Emiten (Mudharib) kepada Pemegang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi (Shahibul Mal) harus bersih dari unsur non-halal.
  3. Nisbah keuntungan dalam Obligasi Syariah Mudharabah Konversi antara Emiten (Mudharib) dengan Pemegang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi (Shahibul Mal) ditentukan sesuai dengan kesepakatan, sebelum emisi (penerbitan) Obligasi Syariah Mudharabah Konversi.
  4. Pembagian pendapatan (hasil) dapat dilakukan secara periodik sesuai kesepakatan, dengan ketentuan pada saat jatuh tempo diperhitungkan secara keseluruhan.
  5. Pengawasan aspek syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah atau Tim Ahli Syariah yang ditunjuk oleh DSN-MUI, sejak proses emisi Obligasi Syariah Mudharabah Konversi dimulai.
  6. Kepemilikan Obligasi Syariah Mudharabah Konversi dapat dialihkan kepada pihak lain selama disepakati dalam akad.
  7. Dalam hal investor melaksanakan opsi untuk mengonversi obligasi menjadi saham emiten, penentuan harga dilakukan pada saat jatuh tempo (maturity) dan sesuai dengan harga pasar saham saat itu atau harga yang disepakati.
Keempat : Ketentuan Penutup
  1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah atau Pengadilan Agama setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
  2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan, jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 13 Jumadil Awal 1428 H

30 Mei 2007 M

DEWAN SYARI'AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua
K.H. MA Sahal Mahfudh
Sekretaris
Drs. H. M Ichwan Sam
Konten diambil dari situs http://www.dsnmui.or.id/