Fatwa DSN MUI

Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah di Bursa Komoditi

FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor 82/DSN-MUI/VIII/2011
Tentang
Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah di Bursa Komoditi

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah

Menimbang :
  1. bahwa di kalangan masyarakat dan Lembaga Keuangan Syariah muncul kebutuhan untuk melakukan perdagangan komoditi yang memenuhi prinsip syariah di Bursa;
  2. bahwa dalam merespon kebutuhan tersebut, Bursa memerlukan landasan syariah untuk menyusun peraturan dan tata tertib (PTT) dan menyediakan sistem yang sesuai dengan prinsip syariah dalam pelaksanaan perdagangan komoditi;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dikemukakan dalam huruf a dan b, DSN-MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah di Bursa untuk dijadikan pedoman dan landasan operasional.
Mengingat :
  1. Firman Allah SWT:
    1. QS. al-Ma'idah [5]: 1:

      يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ …

      "Hai orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu …"

    2. Q.S al-Isra' [17] :34 :

      ... وَأَوْفُوْا بِالعَهدِإِنَّ العَهدَ كَانَ مَسئُوْلاً ...

      "… Dan tunaikanlah janji-janji itu, sesungguhnya janji itu akan dimintai pertanggung jawaban …"

    3. QS. al-Baqarah [2]: 275:

      ... وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ...

      "… dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ..."

    4. QS. al-Baqarah [2]: 278:

      يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ.

      "Hai orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang yang beriman."

    5. QS. al-Nisa' [4] : 29:

      يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ...

      "Hai orang yang beriman!Janganlah kalian memakan (mengambil) harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi atas sukarela di antara kalian …"

    6. QS. al-Baqarah [2]: 283:

      ... فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِى اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ، وَلْيَتَّقِ اللهَ رَبَّهُ ...

      "… Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya …"

    7. QS. al-Nisa' [4]: 58:

      إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا اْلأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ ...

      "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu menetapkan hukum dengan adil …"

  2. Hadis Nabi SAW:
    1. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari 'Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu 'Abbas, dan riwayat Imam Malik dari Yahya:

      أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى أَنْ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ (أخرجه ابن ماجه عن عبادة بن الصامت في سننه, الكتاب: الأحكام، الباب : من بنى في حقه مايضر بجاره، رقم الحديث : 2331، ورواه أحمد عن ابن عباس، ومالك عن يحي)

      "Rasulullah SAW menetapkan: Tidak boleh membahaya-kan/merugikan orang lain dan tidak boleh (pula) membalas bahaya (kerugian yang ditimbulkan oleh orang lain) dengan bahaya (perbuatan yang merugikannya)." (HR. Ibnu Majah)

    2. Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Hurairah:

      عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَال: نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ (أخرجه مسلم في صحيحه, الكتاب: البيوع، باب: بُطْلاَنِ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَالْبَيْعِ الَّذِى فِيهِ غَرَرٌ، رقم الحديث: 3783)

      "Diriwayatkan dari Abi Hurairah RA, ia berkata, Rasulullah SAW melarang jual beli hashah dan jual beli yang mengandung gharar." (HR. Muslim)

    3. Hadis Nabi riwayat Imam al-Bukhari:

      عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ النَّجْشِ. (أخرجه البخاري في صحيحه, الكتاب : الخيل، الباب : مايكره من التناجش، رقم الحديث : 6448)

      "Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA bahwa Rasulullah SAW melarang (untuk) melakukan najsy (penawaran palsu)." (H.R Bukhari)

    4. Hadis Nabi riwayat Ibnu Abbas:

      عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ تَلَقَّوْا الرُّكْبَانَ وَلاَ يَبِعْ حَاضِرٌ لِبَادٍ. قَالَ فَقُلْتُ ِلابْنِ عَبَّاسٍ: مَا قَوْلُهُ لاَ يَبِيعُ حَاضِرٌ لِبَادٍ؟ قَالَ : لاَ يَكُونُ لَهُ سِمْسَارًا. (أخرجه البخاري في صحيحه، الكتاب: البيوع، الباب: هل يبيع حاضر لباد بغير أجر وهل يعينه، رقم الحديث : 2013)

      "Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Jangan kamu sekalian menghadang para pengendara (pembawa barang dagangan, pen.) dan jangan melakukan bai' hadhir li-bad (orang kota menjual kepada orang desa)." Ia (periwayat) berkata, "Aku bertanya kepada Ibnu Abbas: Apa arti "Jangan melakukan bai' hadhir li-bad?" Ia menjawab, "Orang kota tidak boleh menjadi perantara (calo) bagi orang desa." (HR. Bukhari)

    5. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Hakim bin Hizam:

      عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ قَالَ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقُلْتُ يَأْتِينِى الرَّجُلُ يَسْأَلُنِى مِنَ الْبَيْعِ مَا لَيْسَ عِنْدِى أَبْتَاعُ لَهُ مِنَ السُّوقِ ثُمَّ أَبِيعُهُ، قَالَ « لاَ تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ ». (أخرجه الترمذي في سننه، الكتاب : البيوع، الباب : ماجاء في كرهية بيع ماليس عندك، رقم الحديث: 1153)

      "Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam, ia berkata, "Saya menemui Rasulullah SAW, lalu berkata, "Seorang laki-laki datang kepadaku meminta agar saya menjual suatu barang yang tidak ada pada saya, saya akan membelikan untuknya di pasar, kemudian saya menjualnya kepada orang tersebut." Rasulullah SAW Menjawab, "Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu." (HR. Tirmidzi)

    6. Hadis Nabi riwayat dari Hakim bin Hizam:

      رُوِيَ أَنَّ حَكِيمَ بْنَ حِزَامٍ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَشْتَرِي بُيُوعًا فَمَا يَحِلُّ لِي مِنْهَا وَمَا يُحَرَّمُ عَلَيَّ؟ قَالَ: فَإِذَا اشْتَرَيْتَ بَيْعًا فَلاَ تَبِعْهُ حَتَّى تَقْبِضَهُ. (أخرجه أحمد في مسنده، الكتاب : مسند المكيين، الباب : مسند حكيم ابن حزام عن النبي صلى الله عليه وسلم، رقم الحديث : 14777.)

      "Diriwayatkan bahwa hakim bin Hizam berkata, "Aku berkata, "Wahai Rasulullah. Aku membeli beberapa barang; apa yang halal dan yang haram saya lakukan?" Rasulullah SAW bersabda, "Jika engkau membeli sesuatu, jangan engkau menjualnya kecuali setelah engkau terima/kuasai (qabdh)." (HR. Ahmad)

    7. Hadis Nabi riwayat Ibn Majah dari Ibnu Umar:

      عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أعْطُوا اْلأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ. (أخرجه ابن ماجه في سننه, الكتاب: الأحكام، الباب: أجر الأجراء، رقم الحديث : 2434)

      Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: "Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering." (HR. Ibnu Majah)

    8. Hadis Nabi riwayat 'Abd al-Razaq dari Sa'id:

      وَعَنْ سَعِيْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنِ اسْتَأْجَرَ أَجِيْرًا فَلْيُسَمِّ أُجْرَتَهُ؛ (رواه عبد الرزاق، سبل السلام، لمحمد بن اسماعيل الكحلاني، باب المساقاة والاجارة؛ 3/82، رقم الحديث: 9)

      "Dari Abi Sa'id RA, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya." (HR. 'Abd al-Razaq)

    9. Hadis Nabi riwayat dari Abi Sa'id al-Khudri dan Abi Hurairah:

      عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَعْمَلَ رَجُلاً عَلَى خَيْبَرَ فَجَاءَهُ بِتَمْرٍ جَنِيبٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَكُلُّ تَمْرِ خَيْبَرَ هَكَذَا؟ قَالَ: لاَ، وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا لَنَأْخُذُ الصَّاعَ مِنْ هَذَا بِالصَّاعَيْنِ، وَالصَّاعَيْنِ بِالثَّلاَثَةِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ تَفْعَلْ، بِعْ الْجَمْعَ بِالدَّرَاهِمِ، ثُمَّ ابْتَعْ بِالدَّرَاهِمِ جَنِيبًا. (أخرجه البخاري في صحيحه، الكتاب: البيوع، الباب: إذا أراد بيع تمر بتمر خير منه، رقم الحديث : 2050.)

      "Dari Abi Said al-Khudri dan Abi Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW menugaskan seorang sahabat di Khaibar. Kemudian Sahabat tersebut datang kepada Rasulullah SAW membawa kurma yang bagus. Rasulullah SAW bertanya, "Apakah seluruh kurma Khaibar seperti ini?" Sahabat itu menjawab, "Tidak, wahai Rasulullah. Kami menukar satu sha' dari kurma bagus ini dengan dua sha' korma (biasa, pen.), dan menukar dua sha' dari kurma bagus ini dengan tiga sha' korma (biasa, pen.). Maka Rasulullah SAW bersabda, "Jangan engkau lakukan itu, tapi juallah kurma dengan dirham, kemudian dengan dirham tersebut, engkau membeli kurma yang bagus."" (HR. Bukhari)

    10. Hadis Nabi riwayat dari 'Amr bin 'Auf al-Muzani:

      عن عَمْرٍو بْنِ عَوْفٍ الْمُزَنِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِ لاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا، وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا. قَالَ أَبُو عِيسَى: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ. (أخرجه الترمذي في سننه /الكتاب: الأحكام، الباب: ماذكر عن رسول الله في الصلح، رقم الحديث : 1272)

      "Diriwayatkan dari 'Amr bin 'Auf al-Muzani, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah SAW bersabda, "Perdamaian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."" (H.R Tirmidzi)

  3. Kaidah fikih:
    1. الأَصْلُ فِى الأشْيَاءِ اْلإِبَاحَةُ حتىَ ْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى التَحْرِيْم
      (الأشباه والنظائر للسيوطي : 60)

      "Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya."

    2. الضَّرَرُ يُدْفَعُ بِقَدْرِ اْلإِمْكَانِ
      (درر الحكام شرح مجلة الأحكام، مُلاّ خُسْرُو، بيروت: دار إحياء الكتب العربية، المادة 31 1/ 42)

      "Segala madharat (bahaya, kerugian) harus dihindarkan sedapat mungkin."

    3. الضَّرَرُ يُزَالُ
      (الأشباه والنظائر للسيوطي، القاهرة: دار السلام، 2004، ط 2، تحقيق وتعليق: محمد محمد تامر وحافظ عاشور حافظ، ج 1، ص 210)

      "Segala madharat (bahaya, kerugian) harus dihilangkan."

    4. تَصَرُّفُ اْلإِمَامِ عَلىَ الرَّعِيَّةِ مَنُوْطٌ بِالْمَصْلَحَةِ
      (السيوطي، الأشباه والنظائر، القاهرة: دار السلام، 2004، ط 2، تحقيق وتعليق: محمد محمد تامر وحافظ عاشور حافظ، ج 1، ص 276)

      "Tindakan atau kebijakan Imam [pemegang otoritas] terhadap rakyat harus berorientasi pada mashlahat."

    5. دَرْءُ الْمَفَاسِدِ أَوْلَى مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِحِ
      (السيوطي، الأشباه والنظائر، القاهرة: دار السلام، 2004، ط 2، تحقيق وتعليق: محمد محمد تامر وحافظ عاشور حافظ، ج 1، ص 217)

      "Mencegah mafsadah (kerusakan) lebih diutamakan daripada mengambil kemaslahatan."

    6. مَا أَدَّى إِلَى الْحَرَامِ فهُو حَرَامٌ (قواعد الأحكام في مصالح الأنام لعز الدين بن عبد السلام، بيروت : دار الكتب العلمية، 2/219)

      "Apa saja yang menjadi perantara (media) terhadap perbuatan haram, maka haram pula hukumnya."

Memperhatikan :
  1. Pendapat Ibnu Qudamah:

    وَأَجْمَعَتْ اْلأُمَّةُ عَلَى جَوَازِ الْوَكَالَةِ فِي الْجُمْلَةِ، وَلِأَنَّ الْحَاجَةَ دَاعِيَةٌ إلَى ذَلِكَ، فَإِنَّهُ لاَ يُمْكِنُ كُلّ وَاحِدٍ فِعْل مَا يَحْتَاجُ إلَيْهِ، فَدَعَتْ الْحَاجَةُ إلَيْهَا، (المغني لابن قدامة، القاهرة: دار الحديث، 2004، 5/51)

    "Umat (ulama) telah sepakat bahwa secara garis besar wakalah itu hukumnya boleh; dan karena hajat (kebutuhan) orang pun mendorong untuk melakukan wakalah. Tidak setiap orang bisa melakukan langsung apa yang ia butuhkan. Dengan demikian, ada kebutuhan terhadap wakalah tersebut."

  2. Pendapat Ibnu Qudamah :

    وَيَجُوْزُ التَّوْكِيْلُ بِجُعْلٍ وَغَيْرِ جُعْلٍ، فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَألِهِ وَسَلَّمَ وَكَّلَ أُنَيْسًا فِيْ إِقَامَةِ الْحَدِّ، وَعُرْوَةَ فِيْ شِرَاءِ شَاةٍ، وَأبَا رَافِعٍ فِيْ قَبُوْلِ النِّكَاحِ بِغَيْرِ جُعْلٍ؛ وَكَانَ يَبْعَثُ عُمَّالَهُ لِقَبْضِ الصَّدَقَاتِ وَيَجْعَلُ لَهُمْ عُمولَةً (المغنى لإبن قدامة، [القاهرة: دار الحديث، 2004]، ج. 6، ص 468)

    "Akad taukil (wakalah) boleh dilakukan, baik dengan imbalan maupun tanpa imbalan. Hal itu karena Nabi shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam pernah mewakilkan kepada Unais untuk melaksanakan hukuman, kepada Urwah untuk membeli kambing, dan kepada Abu Rafi' untuk melakukan qabul nikah, (semuanya) tanpa memberikan imbalan. Nabi pernah juga mengutus para pegawainya untuk memungut sedekah (zakat) dan beliau memberikan imbalan kepada mereka."

  3. Pendapat Imam Syaukani:

    وَفِيْهِ أَيْضًا دَلِيْلٌ عَلَى أَنَّ مَنْ نَوَى التَّبَرُّعَ يَجُوْزُ لَهُ أَخْذُ اْلأُجْرَةِ بَعْدَ ذَلِكَ (نيل الأوطار للشوكاني، القاهرة: دار الحديث، 2000، 4/527)

    "Hadis Busr bin Sa'id tersebut menunjukkan pula bahwa orang yang melakukan sesuatu dengan niat tabarru' boleh menerima imbalan."

  4. Pendapat Tim Penyusun Ensiklopedi Fiqh Islam Kuwait:

    اَلْوَكَالَةُ بِأَجْرٍ (بِجُعْلٍ) حُكْمُهَا حُكْمُ اْلإِجَارَاتِ، فَيَسْتَحِقُّ الْوَكِيلُ الْجُعْلَ بِتَسْلِيمِ مَا وُكِّلَ فِيْهِ إلَى الْمُوَكِّلِ – إنْ كَانَ مِمَّا يُمْكِنُ تَسْلِيمُهُ فَلَهُ اْلأَجْرُ. (الموسوعة الفقهية لجماعة من العلماء، الكويت: وزارة الأوقاف الكويتية، 11/324)

    Wakalah dengan upah (imabalan) hukumnya sama dengan hukum ijarah. Wakil berhak mendapatkan upah dengan menyerahkan obyek yang diwakilkan kepada yang mewakilkan jika obyek tersebut bisa diserah-terimakan, maka ia berhak mendapatkan upah.

  5. Pendapat al-Mardawi:

    ويقول المرداوي : لَوِ احْتَاجَ إلَى نَقْدٍ، فَاشْتَرَى مَا يُسَاوِي مِائَةً بِمِائَةٍ وَخَمْسِينَ فَلاَ بَأْسَ. نُصَّ عَلَيْهِ. وَهُوَ الْمَذْهَبُ. وَعَلَيْهِ اْلأَصْحَابُ. وَهِيَ مَسْأَلَةُ التَّوَرُّقِ. (الإنصاف في معرفة الراجح من الخلاف للمرداوي، الجزء الرابع، صفحة: 338)

    "Imam al-Mardawi berkata, "Jika seseorang membutuhkan uang, kemudian ia membeli barang yang seharga 100 dengan harga 150, maka hukumnya boleh. Ini adalah pendapat Madzhab (Hanbali); dan masalah tersebut dinamakan tawarruq.""

  6. Pendapat Ibnu al Humam:

    ويقول ابن الهمام : كَأَنْ يَحْتَاجَ الْمَدْيُونُ فَيَأْبَى الْمَسْئُولُ أَنْ يُقْرِضَ بَلْ أَنْ يَبِيعَ مَا يُسَاوِي عَشَرَةً بِخَمْسَةَ عَشَرَ إلَى أَجَلٍ، فَيَشْتَرِيَهُ الْمَدْيُونُ وَيَبِيعَهُ فِي السُّوقِ بِعَشَرَةٍ حَالَّة , وَلاَ بَأْسَ فِيْ هَذَا فَإِنَّ اْلأَجَلَ قَابَلَهُ قِسْطٌ مِنْ الثَّمَنِ، وَالْقَرْضُ غَيْرُ وَاجِبٍ عَلَيْهِ دَائِمًا، بَلْ هُوَ مَنْدُوبٌ. (فتح القدير شرح الهداية، لابن الهمام، الجزء السابع، صفحة: 213)

    "Ibnu al-Humam berkata, "Seperti orang mau berutang, tapi pihak yang diminta untuk memberikan utang enggan memberikan pinjaman (utang), ia malah menjual kepada orang itu barang yang seharga 10 dengan harga 15 secara tangguh. Kemudian orang itu pun membeli barang tersebut dan menjualnya di pasar dengan harga 10 secara tunai. Jual beli seperti itu hukumnya boleh, karena tangguh (kurun waktu pembayaran) itu berimbal harga. Sedangkan memberikan pinjaman (utang, qardh) hukumnya tidak wajib, tetapi sunnah.""

  7. Al-Ma'ayir Al-Syar'iyah (2010, h. 413):

    اَلتَّوَرُّقُ لَيْسَ صِيْغَةً مِنْ صِيَغِ اْلاِسْتِثْمَارِ أَوِ التَّمْوِيْلِ، وَإِنَّمَا أُجِيْزَ لِلْحَاجَةِ بِشُرُوْطِهَا، وَلِذَا عَلَى الْمُؤَسَّسَاتِ أَنْ لاَّ تُقْدِمَ عَلَى التَّوَرُّقِ لِتَوْفِيْرِ السُّيُوْلَةِ لِعَمَلِيَّتِهَا بَدَلاً مِنْ بَذْلِ الْجُهْدِ لِتَلَقِّى اْلأَمْوَالِ عَنْ طُرُقِ الْمُضَارَبَةِ أَوِ الْوَكَالَةِ بِاْلاِسْتِثْمَارِ أَوِ الصَّنَادِيْقِ اْلاِسْتِثْمَارِيَّةِ وَغَيْرِهَا. وَيَنْبَغِيْ حَصْرُ اسْتِخْدَامَاتِهَا لَهُ لِتَفَادِي الْعَجْزِ أَوِ النَّقْصِ فِي السُّيُوْلَةِ لِتَلْبِيَةِ الْحَاجَةِ وَتَجَنُّبِ خَسَارَةِ عُمَلاَئِهَا وَتَعَثُّرِ عَمَلِيَّتِهَا. (المعايير الشرعية، 2010: 413)

    "Tawarruq bukan merupakan skema investasi maupun pembiayaan. Tawaruq hanya dibolehkan karena hajat (ada kebutuhan) dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Oleh karena itu, lembaga keuangan syariah (LKS) tidak boleh melakukan tawaruq dalam memenuhi kebutuhan likuiditas operasionalnya, untuk menggantikan penerimaan dana melalui produk mudharabah, wakalah untuk investasi, produk reksadana, dan sebagainya. Tawaruq hanya boleh digunakan untuk menutupi kekurangan (kesulitan) likuiditas, menghindari (meminimalisir) kerugian nasabah, dan mengatasi kesulitan operasional LKS."

  8. Substansi fatwa DSN-MUI No.4/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah.
  9. Keputusan DSN tentang Murabahah Komoditi  Tahun 2007.
  10. Surat dari Deputi Gubernur Bank Indonesia No. 13/33/DpG/DPbS tanggal 11 April 2011 yang berisi rekomendasi Working Group.
  11. Surat dari Direksi PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) No. L/BBJ/DIR/02-11/100 tanggal 25 Februari 2011.
  12. Hasil Workshop DSN-MUI dengan BBJ; tanggal 09 Mei  2011.
  13. Pendapat dan saran peserta Rapat Pleno DSN-MUI pada Jumat,   05 Agustus 2011 M/05 Ramadhan 1432 H.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERDAGANGAN KOMODITI BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI BURSA KOMODITI
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:
  1. Bursa adalah PT Bursa Berjangka Jakarta (Jakarta Futures Exchange) yang telah memperoleh persetujuan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) untuk mengadakan kegiatan Pasar Komoditi Syariah;
  2. Perdagangan adalah perdagangan komoditi di Bursa berdasarkan prinsip syariah berupa kegiatan jual beli komoditi antara Peserta Pedagang Komoditi dengan Peserta Komersial, antara Peserta Komersial dengan Konsumen Komoditi; dan dalam perdagangan dengan penjualan lanjutan, jual beli dilakukan antara Konsumen Komoditi dengan Peserta Pedagang Komoditi;  
  3. Perdagangan Serah Terima Fisik adalah perdagangan yang diakhiri dengan penerimaan komoditi secara fisik oleh Konsumen Komoditi sebagai pembeli;
  4. Perdagangan dengan Penjualan Lanjutan adalah perdagangan yang dilanjutkan dengan penjualan komoditi oleh Konsumen Komoditi;
  5. Komoditi di Bursa adalah komoditi yang dipastikan ketersediaannya untuk ditransaksikan di Pasar Komoditi Syariah sebagaimana ditetapkan oleh Bursa atas Persetujuan Dewan Pengawas Syariah, kecuali indeks dan valuta asing;
  6. Penjual adalah Peserta Pedagang Komoditi, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang menjadi Peserta Komersial, atau Konsumen Komoditi;
  7. Pembeli adalah Peserta Komersial atau Konsumen Komoditi, dan Peserta Pedagang Komoditi dalam perdagangan dengan penjualan lanjutan;
  8. Peserta Pedagang Komoditi adalah peserta yang menyediakan stock komoditi di Pasar Komoditi Syariah;
  9. Peserta Komersial adalah LKS yang membeli komoditi dari Pedagang Komoditi;
  10. Konsumen Komoditi adalah pihak yang membeli komoditi dari Peserta Komersial;
  11. Peserta Agen adalah pihak yang melaksanakan amanat Peserta Pedagang Komoditi atau melaksanakan amanat Peserta Komersial;
  12. Wa‘d adalah janji sepihak yang disampaikan salah satu pihak untuk melaksanakan suatu transaksi;
  13. Bai‘ adalah jual beli, yaitu pertukaran harta dengan harta yang menjadi sebab berpindahnya kepemilikan obyek jual beli;
  14. Murabahah adalah penjualan suatu barang (komoditi) dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih tinggi sebagai laba;
  15. Wakalah adalah akad pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak (Muwakkil/pemberi kuasa) kepada pihak lain (wakil) untuk melakukan hal-hal yang boleh diwakilkan; 
  16. Qabd adalah penguasaan komoditi oleh pembeli yang menyebabkan ia berhak untuk melakukan tindakan hukum (tasharruf, seperti menjual) terhadap komoditi tersebut, menerima manfaat atau menanggung risikonya;
  17. Qabdh Haqiqi adalah penguasaan komoditi oleh pembeli atas fisik komoditi yang dibelinya;
  18. Qabdh Hukmi adalah penguasaan komoditi oleh pembeli secara dokumen kepemilikan komoditi yang dibelinya baik dalam bentuk catatan elektronik maupun non-elektronik; dan
  19. Muqayadhah adalah salah satu bentuk jual beli yang berupa pertukaran komoditi dengan komoditi lainnya, baik pertukaran antar komoditi yang sejenis maupun pertukaran antar komoditi yang berbeda jenis.
Kedua : Ketentuan Hukum
Perdagangan Komoditi di Bursa, baik yang berbentuk Perdagangan Serah Terima Fisik maupun yang berbentuk Perdagangan Lanjutan, hukumnya boleh dengan memenuhi ketentuan yang diatur dalam fatwa ini.
Ketiga : Ketentuan mengenai Perdagangan
  1. Komoditi yang diperdagangkan harus halal dan tidak dilarang oleh peraturan perundang-undangan;
  2. Jenis, kualitas, dan kuantitas komoditi yang diperdagangkan harus jelas;
  3. Komoditi yang diperdagangkan harus sudah ada (wujud) dan dapat diserahterimakan secara fisik;
  4. Harga Komoditi yang diperdagangkan harus jelas dan disepakati pada saat akad (Ijab qabul);
  5. Akad dilakukan melalui penawaran dan penerimaan yang disepakati para pihak yang melakukan perdagangan dengan cara-cara yang lazim berlaku di Bursa;
  6. Penjual harus memiliki komoditi atau menjadi wakil pihak lain yang memiliki  komoditi;
  7. Penjual wajib menyerahkan komoditi yang dijual kepada pembeli dengan tata cara dan waktu sesuai kesepakatan;
  8. Pembeli wajib membayar komoditi yang dibeli kepada penjual dengan tatacara dan waktu berdasarkan kesepakatan; dan
  9. Pembeli boleh menjual komoditi tersebut kepada selain penjual sebelumnya/pertama hanya setelah terjadi qabdh haqiqi atau qabdh hukmi atas komoditi yang dibeli.
Keempat : Ketentuan mengenai Bursa
  1. Bursa wajib membuat peraturan mengenai mekanisme perdagangan komoditi yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah;
  2. Bursa wajib membuat peraturan mengenai mekanisme yang memungkinkan terjadinya serah fisik komoditi yang diperdagangkan;
  3. Bursa tidak boleh membuat peraturan yang melarang terjadinya serah-terima fisik komoditi yang diperdagangkan;
  4. Bursa wajib menyediakan sistem perdagangan di Bursa;
  5. Bursa wajib melakukan pengawasan terhadap perdagangan di Bursa;
  6. Bursa boleh menetapkan syarat-syarat tentang pihak-pihak yang melakukan perdagangan di Bursa.
Kelima : Ketentuan mengenai Mekanisme Perdagangan Serah-Terima Fisik
  1. Konsumen Komoditi selaku pembeli memesan kepada Peserta Komersial dan berjanji (wa’d) akan melakukan pembelian komodiiti;
  2. Peserta Komersial membeli komoditi dari sejumlah Peserta Pedagang Komoditi dengan pembayaran tunai (bai’);
  3. Peserta Komersial menerima dokumen kepemilikan yang berupa Surat Penguasaan Atas Komoditi Tersetujui (SPAKT) yang diterbitkan oleh Bursa melalui sistem, sebagai bukti atas pembelian komoditi dari Peserta Pedagang Komoditi;
  4. Peserta Komersial menjual komoditi kepada Konsumen Komoditi dengan akad murabahah; dan diikuti dengan penyerahan dokumen kepemilikan;
  5. Konsumen Komoditi membayar kepada Peserta Komersial secara tangguh atau angsuran sesuai kesepakatan dalam akad murabahah;
  6. Konsumen Komoditi menerima fisik komoditi tersebut dari Peserta Komersial.
Keenam :

Ketentuan mengenai Mekanisme Perdagangan dengan Penjualan Lanjutan

  1. Konsumen Komoditi selaku pembeli memesan kepada peserta Komersial dan berjanji (wa’d) akan melakukan pembelian komoditi;
  2. Peserta Komersial membeli komoditi dari sejumlah Peserta Pedagang Komoditi dengan pembayaran tunai (bai’);
  3. Peserta Komersial menerima dokumen kepemilikan yang berupa Surat Penguasaan Atas Komoditi Tersetujui (SPAKT) yang diterbitkan oleh Bursa melalui sistem, sebagai bukti atas pembelian komoditi dari Peserta Pedagang Komoditi;
  4. Peserta Komersial menjual komoditi kepada Konsumen Komoditi dengan akad murabahah; dan diikuti dengan penyerahan dokumen kepemilikan;
  5. Konsumen Komoditi membayar kepada Peserta Komersial secara tangguh atau angsuran sesuai kesepakatan dalam akad murabahah;
  6. Konsumen Komoditi mendapat jaminan untuk menerima komoditi dalam bentuk SPAKT dari Peserta Komersial; sehingga dengan demikian, telah terjadi qabdh hukmi;
  7. Peserta Pedagang Komoditi mewakilkan kepada Bursa untuk membeli komoditi secara tunai dengan akad wakalah;
  8. Konsumen Komoditi boleh menjual komoditi kepada Peserta Pedagang Komoditi secara tunai dengan akad bai' melalui Bursa selaku wakil pembeli (Peserta Pedagang Komoditi);
  9. Konsumen Komoditi menyerahkan komoditi, dengan mengalihkan jaminan akan terjadinya serah fisik (SPKAT) yang diterima dari Peserta Komersial sebagaimana dimaksud dalam butir 6;
  10. Konsumen Komoditi menerima pembayaran tunai dari Peserta Pedagang Komoditi;
  11. Settlement (penyelesaian transaksi) Komoditi antar Peserta Pedagang Komoditi dilakukan dengan akad muqayadhah.
Ketujuh :

Ketentuan mengenai Agen dan Mekanisme Perdagangannya

  1. Penjual maupun pembeli komoditi di Bursa boleh menggunakan jasa agen dengan akad wakalah;
  2. Agen penjual tidak boleh merangkap sebagai agen pembeli dalam transaksi yang sama / pada saat yang bersamaan;
  3. Dalam hal agen penjual dalam kedudukannya sebagai wakil penjual merangkap sebagai pembeli dalam transaksi yang sama/pada saat yang bersamaan, kedudukan agen sebagai wakil gugur; selanjutnya agen berkedudukan sebagai pembeli;
  4. Dalam hal kedudukan agen penjual sebagai wakil penjual, agen penjual tidak boleh menjanjikan keuntungan kepada penjual; 
  5. Dalam hal kedudukan agen penjual sebagai pembeli, agen patuh pada ketentuan perdagangan, dan terikat pada hak dan kewajiban  pembeli;
  6. Dalam hal agen pembeli dalam kedudukannya sebagai wakil pembeli merangkap sebagai penjual dalam transaksi yang sama/pada saat yang bersamaan, kedudukan agen sebagai wakil gugur; selanjutnya agen berkedudukan sebagai penjual;
  7. Dalam hal kedudukan agen pembeli sebagai wakil pembeli, agen pembeli tidak boleh menjanjikan harga yang pasti kepada pembeli; 
  8. Dalam hal kedudukan agen pembeli sebagai pembeli, agen patuh pada ketentuan perdagangan, dan terikat pada hak dan kewajiban  pembeli;
  9. Ketentuan mengenai mekanisme perdagangan melalui agen merujuk pada ketentuan kelima dan keenam dalam fatwa ini.
Kedelapan :

Ketentuan Penutup

  1. Jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal tidak tercapai kemufakatan, maka penyelesaian perselisihan dapat dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah atau berdasarkan peraturan perundang-undangan dan sesuai prinsip-prinsip syariah.
  2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 05 Ramadhan 1432 H

05 Agustus 2011 M

DEWAN SYARI'AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua
K.H. MA Sahal Mahfudh
Sekretaris
Drs. H. M Ichwan Sam
Konten diambil dari situs http://www.dsnmui.or.id/