وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ شُهَدَاءُ إِلَّا أَنْفُسُهُمْ فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ ۙ إِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ
Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar.
Ingin rezeki berlimpah dengan berkah? Ketahui rahasianya dengan Klik disini!
(Dan orang-orang yang menuduh istrinya) berbuat zina (padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi) atas perbuatan itu (selain diri mereka sendiri) kasus ini telah terjadi pada segolongan para Sahabat (maka persaksian orang itu) lafal ayat ini menjadi Mubtada (ialah empat kali bersumpah) lafal ayat ini dapat dinashabkan karena dianggap sebagai Mashdar (dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar) dalam tuduhan yang ia lancarkan kepada istrinya itu, yakni tuduhan berbuat zina.
Orang-orang yang menuduh istrinya melakukan zina tanpa ada sejumlah saksi yang menguatkan tuduhannya, dituntut melakukan sumpah sebanyak empat kali bahwa ia benar dalam tuduhan itu, untuk membela dirinya dari sanksi hudûd dan hukuman lainnya.
untuk dapat menambahkan tafsir
Admin
Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Sahl bin Saâad, bahwa âUwaimir datang kepada âAshim bin âAddiy tokoh Bani âAjlan, ia berkata, âBagaimana menurutmu tentang seorang laki-laki yang mendapati istrinya bersama laki-laki lain, apakah ia perlu membunuhnya sehingga kamu membunuhnya atau bagaimana yang ia lakukan? Tanyakanlah tentang hal itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untukku.â Maka âAshim mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, âWahai Rasulullah,â Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (tampak) tidak suka terhadap pertanyaan itu, maka âUwaimir menanyakan (hal tersebut) kepadanya (âAshim), âAshim menjawab, âSesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak suka pertanyaan itu dan mencelanya.â âUwaimir berkata, âDemi Allah, saya tidak akan berhenti sampai saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hal itu.â âUwaimir pun datang dan berkata, âWahai Rasulullah, ada seseorang yang mendapati istrinya bersama laki-laki lain, apakah ia harus membunuh sehingga kamu membunuhnya atau apa yang ia lakukan?â Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, âAllah telah menurunkan Al Qurâan tentang dirimu dan istrimu.â Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan mereka berdua melakukan liâan sesuai yang Allah sebutkan dalam kitab-Nya, lalu âUwaimir melakukannya. Kemudian âUwaimir berkata, âWahai Rasulullah, jika aku menahannya, maka aku sama saja telah menzaliminya,â ia pun menalaknya, dan hal itu pun menjadi sunnah bagi orang-orang setelahnya yang melakukan liâan. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, âLihatlah! Jika anak itu lahir dalam keadaan berkulit hitam dan matanya lebar dan hitam, besar bokongnya, dan berisi (gemuk) betisnya, maka aku mengira bahwa âUwaimir berkata benar tentangnya. Tetapi jika anaknya agar kemerah-merahan seperti (warna) waharah (binatang sejenis tokek), maka menurutku âUwaimir dusta. Ternyata anak itu lahir sesuai yang disifatkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang menunjukkan kebenaran âUwamir, oleh karenanya anak itu dinasabkan kepada ibunya.â
Yang merdeka, bukan budak.
Persaksian suami terhadap istrinya dapat menolak had qadzaf, karena biasanya suami tidaklah berani menuduh istrinya yang sesungguhnya juga mengotori dirinya, kecuali apabila ia benar, dan lagi ia memiliki hak di sana serta karena takut dinisbatkan anak kepadanya padahal bukan anaknya, dsb.
Allah sebut syahadah (kesaksian) karena ia menduduki posisi para saksi.
Yaitu dengan mengatakan, âAku bersaksi dengan nama Allah, sesungguhnya aku sungguh benar dalam tuduhanku kepadanya.â
