Menimbang |
: |
- bahwa beberapa fatwa DSN yang memuat mudharabah, seperti Fatwa No. 1/DSN-MUI/IV/2000 tentang Giro, Fatwa No. 2/DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan, Fatwa No.3/DSN-MUI/IV/2000 tentang Deposito, Fatwa No. 7/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah dan Fatwa No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah khususnya mengenai akad Tijarah (Mudharabah) belum memuat akad Mudharabah Musytarakah;
- bahwa akad Mudharabah Musytarakah, yaitu salah satu bentuk akad Mudharabah di mana pengelola (mudharib) turut menyertakan modalnya dalam kerjasama investasi; diperlukan karena mengandung unsur kemudahan dalam pengelolaannya serta dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi para pihak;
- bahwa oleh karena itu, Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa tentang Mudharabah Musytarakah untuk dijadikan pedoman.
|
Mengingat |
: |
- Firman Allah SWT, antara lain:
- QS. al-Maidah [5]:1:
يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ أُحِلَّتْ لَكُمْ بَهِيْمَةُ اْلأَنْعَامِ إِلاَّ مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّى الصَّيْدِ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ، إِنَّ اللهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيْدُ
"Hai orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya."
- QS. an-Nisa [4]: 58:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ، إِنَّ اللهَ كَانَ سَمِيْعًا بَصِيْرًا
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamiu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah dengan adil Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat."
- QS. al-Ma'idah [5]: 90:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan."
- QS. Al-Baqarah [2]: 275:
... وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ...
"… Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ..."
- QS. al-Baqarah [2]: 278:
يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوا اللهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ .
"Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang yang beriman."
- QS. an-Nisa [4] : 29:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا لاَ تَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلاَ تَقْتُلُوْا أَنْفُسَكُمْ، إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا .
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan (mengambil) harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi atas sukarela di antara kalian. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang dirimu."
- Hadis-hadis Nabi SAW, antara lain:
- Hadis Nabi SAW riwayat at-Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf:
... وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا (رواه الترمذي عن عمرو بن عوف)
"Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."
- Hadis Nabi SAW riwayat Muslim, Tirmizi, Nasa'i, Abu Daud, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ (رواه مسلم والترمذي والنسائي وأبو داود وابن ماجة عن أَبِي هُرَيْرَةَ)
"Rasulullah SAW melarang jual beli yang mengandung gharar."
- Hadis Nabi SAW riwayat Ibnu Majah dari 'Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu 'Abbas, dan riwayat Malik dari Yahya:
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
"Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain."
- Kaidah Fiqh, antara lain:
-
الأَصْلُ فِي الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.
"Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya."
-
الضَّرَرُ يُدْفَعُ بِقَدْرِ اْلإِمْكَانِ .
"Segala mudharat harus dihindarkan sedapat mungkin."
-
الضَّرَرُ يُزَالُ .
"Segala mudharat (bahaya) harus dihilangkan."
- Ijma’, sebagaimana dikemukakan oleh Wahbah Zuhaili:
وَأَمَّا اْلإِجْمَاعُ فَمَا رُوِيَ عَنْ جَمَاعَةٍ مِنَ الصَّحَابَةِِ أَنَّهُمْ دَفَعُوْا مَالَ الْيَتِيْمِ مُضَارَبَةً، وَلَمْ يُنْكِرْ عَلَيْهِمْ أَحَدٌ، فَكَانَ إِجْمَاعًا (الفقه الإسلامي وأدلته، لوهبة الزحيلي، الجزء الخامس، ص. 3925).
"Mengenai Ijma', diriwayatkan bahwa sejumlah sahabat menyerahkan harta anak yatim sebagai mudharabah, dan tidak ada seorang pun megingkarinya. Oleh karena itu, hal tersebut adalah ijma'."
(Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, [Damsyiq: Dar al-Fikr, 2004], juz V, h. 3925)
|
Memperhatikan |
: |
- Pendapat para ulama, antara lain:
-
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ إِلَى الشَّامِ مُضَارِبًا بِمَالِ السَّيِّدَةِ خَدِيْجَةَ بِنْتِ خُوَيْلِدٍ، وَكَانَ ذَلِكَ قَبْلَ النُّبُوَّةِ، ثُمَّ حَكَاهُ بَعْدَهَا مُقَرِّرًا لَهُ. (السيرة النبوية لابن هشام، ص.: 141، نحو تطوير نظام المضاربة، لمحمد عبد المنعم أبي زيد، ص. 411)
"Nabi shallallahu alaihi wa sallam pergi berniaga sebagai mudharib ke Syam dengan harta Sayyidah Khadijah binti Khuwailid sebelum menjadi nabi; setelah menjadi nabi, beliau menceritakan perniagaan tersebut sebagai penegasan (taqrir)."
(Ibn Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah, [al-Qahirah: Dar al-Hadis, 2004], juz I, h. 141; Muhammad Abd al-Mun'im Abu Zaid, Nahwa Tathwir al-Mudharabah, [al-Qahirah: Maktabah al-Ma'had al-'Alami li-al-Fikr al-Islami, 2000], h. 411)
-
اَلْمُضَارَبَةُ عَقْدٌ مَشْرُوْعٌ بِلاَ خِلاَفٍ بَيْنَ الْفُقَهَاءِ. أَمَّا دَلِيْلُ هَذِهِ الْمَشْرُوْعِيَّةِ فَقَدْ ثَبَتَ بِاْلإِجْمَاعِ الْمُسْتَنَدِ إِلَى السُّنَّةِ التَّقْرِيْرِيَّةِ (نحو تطوير نظام المضاربة ص.11)
"Mudharabah adalah akad yang disyari'atkan tanpa ada perbedaan pendapat di kalangan ahli fiqh. Dalil pensyari'atan tersebut ditetapkan dengan ijma' yang didasarkan pada sunnah taqririyah."
(Muhammad Abd al-Mun'im Abu Zaid, Nahwa Tathwir al-Mudharabah, (al-Qahirah: Maktabah al-Ma'had al-'Alami li-al-Fikr al-Islami, 2000], h. 411)
-
اَلْقِسْمُ الرَّابِعُ: أَنْ يَشْتَرِكَ مَالاَنِ وَبَدَنُ صَاحِبِ أَحَدِهِمَا؛ فَهذَا يَجْمَعُ شِرْكَةً وَمُضَارَبَةً؛ وَهُوَ صَحِيْحٌ. فَلَوْ كَانَ بَيْنَ رَجُلَيْنِ ثَلاَثَةُ آلاَفِ دِرْهَمٍ، لأَحَدِهِمَا أَلْفٌ وَلأَخَرَ أَلْفَانِ، فَأَذِنَ صَاحِبُ اْلأَلْفَيْنِ لِصَاحِبِ اْلأَلْفِ أَنْ يَتَصَرَّفَ فِيْهَا عَلَى أَنْ يَكُوْنَ الرِّبْحُ بَيْنَهُمَا نِصْفَيْنِ صَحَّ. وَيَكُوْنُ لِصَاحِبِ اْلأَلْفِ ثُلُثُ الرِّبْحِ بِحَقِّ مَالِهِ، وَالْبَاقِيْ وَهُوَ ثُلُثَا الرِّبْحِ بَيْنَهُمَا؛ لِصَاحِبِ اْلأَلْفَيْنِ ثَلاَثَةُ أَرْبَاعِهِ، وَلِلْعَامِلِ رُبْعُهُ؛ وَذَلِكَ لأَنَّهُ جُعِلَ لَهُ نِصْفُ الرِّبْحِ، فَجَعَلْنَاهُ سِتَّةَ أَسْهُمٍ، مِنْهَا ثَلاَثَةٌ لِلْعَامِلِ، حِصَّةُ مَالِهِ سَهْمَانِ وَسَهْمٌ يَسْتَحِقُّهُ بِعَمَلِهِ فِيْ مَالِ شَرِيْكِهِ، وَحِصَّةُ مَالِ شَرِيْكِهِ أَرْبَعَةُ أَسْهُمٍ، لِلْعَامِلِ سَهْمٌ وَهُوَ الرُّبُعُ ... (المغنى لإبن قدامة، [القاهرة: دار الحديث، 2004]، ج.: 6، ص.: 348)
Bagian keempat: bermusyarakah dua modal dengan badan (orang) pemilik salah satu modal tersebut. Bentuk ini mengga-bungkan syirkah dengan mudharabah; dan hukumnya sah. Apabila di antara dua orang ada 3000 (tiga ribu) dirham: salah seorang memiliki 1000 dan yang lain memiliki 2000, lalu pemilik modal 2000 mengizinkan kepada pemilik modal 1000 untuk mengelola seluruh modal dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi dua antara mereka (50:50), maka hukumnya sah. Pemilik modal 1000 memperoleh 1/3 (satu pertiga) keuntungan, sisanya yaitu 2/3 (dua pertiga) dibagi dua antara mereka: pemilik modal 2000 memperoleh ¾ (tiga perempat)-nya dan amil (mudharib) memperoleh ¼ (seperempat)-nya; hal ini karena amil memperoleh ½ (setengah) keuntungan. Oleh karena itu, keuntungan (sisa?) tersebut kita jadikan 6 (enam) bagian; 3 (tiga) bagian untuk amil, (yaitu) porsi (keuntungan) modalnya 2 (dua) bagian dan 1 (satu) bagian ia peroleh sebagai bagian karena ia mengelola modal mitranya; sedangkan porsi (keuntungan) modal mitranya adalah 4 (empat) bagian, untuk amil 1 (satu) bagian, yaitu ¼ (seperempat)."
(Ibn Qudamah, al-Mughni, [Kairo: Dar al-Hadis, 2004], juz 6, h. 348)
-
وَلِلْمُضَارِبِ أَنْ يُسْهِمَ فِيْ رَأْسِ مَالِ الْمُضَارَبَةِ بِإِذْنِ رَبِّ الْمَالِ، وَتَتِمُّ قِسْمَةُ الرِّبْحِ بِسَبَبِ الْمُشَارَكَةِ فِيْ رَأْسِ الْمَالِ مِنَ الطَّرَفَيْنِ بِقَدْرِ مَالِ كُلٍّ مِنْهُمْ، ثُمَّ يَأْخُذُ الْمُضَارِبُ نَصِيْبَهُ الْمُتَّفَقَّ عَلَيْهِ عَنِ الْعَمَلِ، وَهذِهِ هِيَ الْمُضَارَبَةُ الْمُشْتَرَكَة (المعاملات المالية المعاصرة للدكتور وهبة الزحيلى ص.107)
"Mudharib (pengelola) boleh menyertakan dana ke dalam akumulasi modal dengan seizin rabbul mal (pemilik modal yang awal). Keuntungan dibagi (terlebih duhulu) atas dasar musyarakah (antara mudharib sebagai penyetor modal/dana dengan shahibul mal) sesuai porsi modal masing-masing. Kemudian mudharib mengambil porsinya dari keuntungan atas dasar jasa pengelolaan dana. Hal itu dinamakan mudharabah musytarakah."
(Wahbah al-Zuhaili,
al-Mu'amalat al-Maliyyah al-Mu'ashirah, [Dimasyq: Dar al-Fikr, 2002], h. 107)
- Pendapat dan saran peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada 23 Shafar 1427 H/23 Maret 2006.
|