Fatwa DSN MUI

Pedoman Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS)

FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor 75/DSN-MUI/VII/2009
Tentang
Pedoman Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS)

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah

Menimbang :
  1. bahwa metode penjualan barang dan produk jasa dengan menggunakan jejaring pemasaran (network marketing) atau pola penjualan berjenjang termasuk di dalamnya Multi Level Marketing (MLM) telah dipraktikkan oleh masyarakat;
  2. bahwa praktik penjualan barang dan produk jasa seperti ter-sebut pada butir a telah berkembang sedemikian rupa dengan inovasi dan pola yang beragam, namun belum dapat dipastikan kesesuaiannya dengan prinsip syariah;
  3. bahwa praktik penjualan barang dan produk jasa seperti ter-sebut pada butir a dapat berpotensi merugikan masyarakat dan mengandung hal-hal yang diharamkan;
  4. bahwa agar mendapatkan pedoman syariah yang jelas mengenai praktik penjualan langsung berjenjang syariah (PLBS), DSN-MUI perlu menetapkan Fatwa tentang Pedoman PLBS.
Mengingat :
  1. Firman Allah SWT, antara lain:
    1. QS. al-Nisa' [4]: 29:

      يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ آَمَنُوْا لاَ تَأْكُلُوْا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ...

      "Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku sukarela di antaramu …"

    2. QS. al-Ma`idah [5]: 1:

      يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ آَمَنُوْا أَوْفُوْا بِالْعُقُودِ ...

      "Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu …"

    3. QS. al-Ma`idah [5]: 2:

      ... وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَ التَّقْوَى ...

      "... dan tolong menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan …"

    4. QS. al-Muthaffifiin [8]: 1-3

      وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِيْنَ الَّذِيْنَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وََّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ

      "Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi."

    5. QS. al-Baqarah [2]: 198:

      ... لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوْا فَضْلاً مِّنْ رَّبِّكُمْ ...

      "… Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia dari Tuhanmu …"

    6. QS. al-Baqarah [2]: 275:

      ... وَأَحَلََّ الله الْبَيِْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ...

      "… Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba …"

    7. QS. al-Baqarah [2]: 279:

      ... لاَ تَظْلِمُوْنَ وَلاَ تُظْلَمُوْنَ

      "… Kamu tidak boleh menzalimi orang lain dan tidak boleh dizalimi orang lain."

    8. QS. al-Ma`idah [5]: 90

      يَا اَيُّهَاالَّذِيْنَ آَمَنُوْا اِنَّمَا الْخَْمرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَا جْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوانَ.

      "Hai orang yang beriman! Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan keji, perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan."

  2. Hadis Nabi SAW, antara lain:
    1. Hadis Nabi

      ... المُسْلِمُوْنَ عَلىَ شُرُوْطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَ لاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا (رواه الترمذي عن عمرو بن عوف).

      "… Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram." (HR. Tirmidzi dari'Amr bin 'Auf)

    2. Hadis Nabi

      لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ (رواه ابن ماجه والدارقطني وغيرهما عن أبي سعيد الخدري)

      "Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain." (HR. Ibnu Majah, Daraquthni, dan yang lain dari Abu Sa'id al-Khudri)

    3. Hadis Qudsi riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata:

      إِِنَّ اللهَ تَعَالَى يَقُوْلُ : أَنَا ثَالِثُ الشَّرِيْكَيْنِ مَالَمْ يَخُنْ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ فَإِذَا خَانَ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا (رواه ابو داود عن أبي هريرة)

      "Allah s.w.t. berfirman, "Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka." (HR. Abu Dawud, yang dishahihkan oleh al Hakim, dari Abu Hurairah)

    4. Hadis Nabi

      نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ، وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ (رواَه الخمسة عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ)

      "Nabi SAW melarang jual beli dengan cara melempar batu dan jual beli gharar."(HR. Khomsah dari Abu Hurairah)

    5. Hadis Nabi

      مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا (رواَه مسلم عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ)

      "Barang siapa menipu kami, maka ia tidak termasuk golongan kami." (Hadis Nabi riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah)

    6. Hadis Nabi

      نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغْيِ وَحُلْوَانِ الْكَا هِنِ (متفق عليه)

      "Nabi SAW melarang (penggunaan) uang dari penjualan anjing, uang hasil pelacuran dan uang yang diberikan kepada paranormal." (Muttafaq 'alaih)

    7. Hadis Nabi

      إِنَّ اللهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيْرِ وَالْأَصْنَامِ؛ فَقِيْلَ: يَارَسُولَ اللهِ أَرَأَيْتَ شُحُومَ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهَا يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ وَيُدْهَنُ بِهَا الْجَلُودُ وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ؟ فَقَالَ لاَ، هُوَ حَرَامٌ. ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَالِكَ: قَاتَلَ اللهُ اليَهُودَ، إِنَّ اللهَ لَـمَّا حَرَّمَ شُحُومَهَا جَمَلُوهُ ثُمَّ بَاعُوهُ فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ (متفق عليه)

      "Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi dan patung-patung. Rasulullah ditanya, "Wahai Rasulullah. Tahukah Anda tentang lemak bangkai, ia dapat dipakai untuk mengecat kapal-kapal, untuk meminyaki kulit-kulit dan dipakai untuk penerangan (lampu) oleh banyak orang?" Nabi SAW menjawab, "Tidak ! Ia adalah haram." Nabi SAW. kemudian berkata lagi, "Allah memerangi orang-orang Yahudi karena ketika Allah mengharamkan lemak bangkai kepada mereka, mereka mencairkannya dan menjualnya, kemudian mereka memakai hasil penjualannya." (Muttafaq 'alaihi)

    8. Hadis Nabi

      لَعَنَ اللهُ الرّاَشِي وَالْمُرْتَشِي (رواه أحمد والترمذى)

      "Allah melaknat pemberi dan penerima risywah." (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi)

  3. Kaidah Fikih:
    1. Kaidah Fikih:

      الأَصْلُ فِي الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.

      "Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya."

    2. Kaidah Fikih:

      الأجْرُ عَلىَ قَدرِ الْمَشَقَّةِ.

      "Ujrah/kompensasi sesuai dengan tingkat kesulitan (kerja)"

Memperhatikan :
  1. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 73/MPP/Kep/3/2000 tanggal 20 Maret 2000 tentang Ketentuan Kegiatan Usaha Penjualan Berjenjang;
  2. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 289/MPP/Kep/10/2001 BAB VIII Pasal 22 tentang Ijin Usaha Penjualan Berjenjang;
  3. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan;
  4. Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 32/M-DAG/PER/8/2008 tanggal 21 Agustus 2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan dengan Sistem Penjualan Langsung.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG PEDOMAN PENJUALAN LANG-SUNG BERJENJANG SYARIAH
Pertama : Ketentuan Umum
  1. Penjualan Langsung Berjenjang adalah cara penjualan barang atau jasa melalui jaringan pemasaran yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha kepada sejumlah perorangan atau badan usaha lainnya secara berturut-turut.
  2. Barang adalah setiap benda berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat dimiliki, diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
  3. Produk jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau pelayanan untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
  4. Perusahaan adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum yang melakukan kegiatan usaha perdagangan barang dan atau produk jasa dengan sistem penjualan langsung yang terdaftar menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  5. Konsumen adalah pihak pengguna barang dan atau jasa, dan tidak bermaksud untuk memperdagangkannya.
  6. Komisi adalah imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada mitra usaha atas penjualan, yang besaran maupun bentuknya diperhitungkan berdasarkan prestasi kerja nyata yang terkait langsung dengan volume atau nilai hasil penjualan barang dan atau produk jasa.
  7. Bonus adalah tambahan imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada mitra usaha atas penjualan, karena berhasil melampaui target penjualan barang dan atau produk jasa yang ditetapkan perusahaan.
  8. Ighra' adalah daya tarik luar biasa yang menyebabkan orang lalai terhadap kewajibannya demi melakukan hal-hal atau transaksi dalam rangka mempereroleh bonus atau komisi yang dijanjikan.
  9. Money Game adalah kegiatan penghimpunan dana masyarakat atau penggandaan uang dengan praktik memberikan komisi dan bonus dari hasil perek-rutan/pendaftaran Mitra Usaha yang baru/bergabung kemudian dan bukan dari hasil penjualan produk, atau dari hasil penjualan produk namun produk yang dijual tersebut hanya sebagai kamuflase atau tidak mempunyai mutu/kualitas yang dapat dipertanggung jawabkan.
  10. Excessive mark-up adalah batas marjin laba yang ber-lebihan yang dikaitkan dengan hal-hal lain di luar biaya.
  11. Member get member adalah strategi perekrutan keang-gotaan baru PLB yang dilakukan oleh anggota yang telah terdaftar sebelumnya.
  12. Mitra usaha/stockist adalah pengecer/retailer yang men-jual/memasarkan produk-produk penjualan langsung.
Kedua : Ketentuan Hukum
Praktik PLBS wajib memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
  1. Ada obyek transaksi riil yang diperjualbelikan berupa barang atau produk jasa;
  2. Barang atau produk jasa yang diperdagangkan bukan sesuatu yang diharamkan dan atau yang dipergunakan untuk sesuatu yang haram;
  3. Transaksi dalam perdagangan tersebut tidak mengandung unsur gharar, maysir, riba, dharar, dzulm, maksiat;
  4. Tidak ada harga/biaya yang berlebihan (excessive mark-up), sehingga merugikan konsumen karena tidak sepadan dengan kualitas/manfaat yang diperoleh;
  5. Komisi yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota baik besaran maupun bentuknya harus berdasarkan pada prestasi kerja nyata yang terkait langsung dengan volume atau nilai hasil penjualan barang atau produk jasa, dan harus menjadi pendapatan utama mitra usaha dalam PLBS;
  6. Bonus yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota (mitra usaha) harus jelas jumlahnya ketika dilakukan transaksi (akad) sesuai dengan target penjualan barang dan atau produk jasa yang ditetapkan oleh perusahaan;
  7. Tidak boleh ada komisi atau bonus secara pasif yang diperoleh secara reguler tanpa melakukan pembinaan dan atau penjualan barang dan atau jasa;
  8. Pemberian komisi atau bonus oleh perusahaan kepada anggota (mitra usaha) tidak menimbulkan ighra'.
  9. Tidak ada eksploitasi dan ketidakadilan dalam pembagian bonus antara anggota pertama dengan anggota berikutnya;
  10. Sistem perekrutan keanggotaan, bentuk penghargaan dan acara seremonial yang dilakukan tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan aqidah, syariah dan akhlak mulia, seperti syirik, kultus, maksiat dan lain-lain;
  11. Setiap mitra usaha yang melakukan perekrutan keanggotaan berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan kepada anggota yang direkrutnya tersebut;
  12. Tidak melakukan kegiatan money game.
Ketiga : Ketentuan Akad
Akad-akad yang dapat digunakan dalam PLBS adalah:
  1. Akad Bai'/Murabahah merujuk kepada substansi Fatwa No. 4/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah; Fatwa No. 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon dalam Murabahah;
  2. Akad Wakalah bil Ujrah merujuk kepada substansi Fatwa No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Wakalah bil Ujrah pada Asuransi dan Reasuransi Syariah;
  3. Akad Ju'alah merujuk kepada substansi Fatwa No. 62/DSN-MUI/XII/2007 tentang Akad Ju'alah;
  4. Akad Ijarah merujuk kepada substansi Fatwa No. 9/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.
  5. Akad-akad lain yang sesuai dengan prinsip syariah setelah dikeluarkan fatwa oleh DSN-MUI.
Keempat : Ketentuan Penutup
  1. Jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan berdasarkan peraturan per-undang-undangan yang berlaku dan sesuai prinsip syariah.
  2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan keten-tuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 3 Sya’ban 1430 H

25 Juli 2009 M

DEWAN SYARI'AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua
K.H. MA Sahal Mahfudh
Sekretaris
Drs. H. M Ichwan Sam
Konten diambil dari situs http://www.dsnmui.or.id/