Mengingat |
: |
- Firman Allah SWT:
- QS. an-Nisa` (4): 29:
يٰأَيُّهَا الَّذينَ ءامَنوا لا تَأكُلوا أَموٰلَكُم بَينَكُم بِالبٰطِلِ إِلّا أَن تَكونَ تِجٰرَةً عَن تَراضٍ مِنكُم وَلا تَقتُلوا أَنفُسَكُم إِنَّ اللَّهَ كانَ بِكُم رَحيمًا
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.”
- QS. al-Baqarah (2): 275:
الَّذينَ يَأكُلونَ الرِّبوٰا۟ لا يَقومونَ إِلّا كَما يَقومُ الَّذى يَتَخَبَّطُهُ الشَّيطٰنُ مِنَ المَسِّ ذٰلِكَ بِأَنَّهُم قالوا إِنَّمَا البَيعُ مِثلُ الرِّبوٰا۟ وَأَحَلَّ اللَّهُ البَيعَ وَحَرَّمَ الرِّبوٰا۟ فَمَن جاءَهُ مَوعِظَةٌ مِن رَبِّهِ فَانتَهىٰ فَلَهُ ما سَلَفَ وَأَمرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَن عادَ فَأُولٰئِكَ أَصحٰبُ النّارِ هُم فيها خٰلِدونَ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat) bahwa sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
- QS. al-Ma’idah (5): 1:
يٰأَيُّهَا الَّذينَ ءامَنوا أَوفوا بِالعُقودِ ...
“Hai orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu ...”
- QS. an-Nisa` (4): 58:
إِنَّ اللَّهَ يَأمُرُكُم أَن تُؤَدُّوا الأَمٰنٰتِ إِلىٰ أَهلِها وَإِذا حَكَمتُم بَينَ النّاسِ أَن تَحكُموا بِالعَدلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمّا يَعِظُكُم بِهِ إِنَّ اللَّهَ كانَ سَميعًا بَصيرًا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
- QS. asy-Syu‘ara (26): 80:
وَإِذا مَرِضتُ فَهُوَ يَشفينِ
“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.”
- QS. al-Isra` (17): 82:
وَنُنَزِّلُ مِنَ القُرءانِ ما هُوَ شِفاءٌ وَرَحمَةٌ لِلمُؤمِنينَ وَلا يَزيدُ الظّٰلِمينَ إِلّا خَسارًا
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.”
- QS. Ali ‘Imran (3): 159:
فَبِما رَحمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُم وَلَو كُنتَ فَظًّا غَليظَ القَلبِ لَانفَضّوا مِن حَولِكَ فَاعفُ عَنهُم وَاستَغفِر لَهُم وَشاوِرهُم فِى الأَمرِ فَإِذا عَزَمتَ فَتَوَكَّل عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ المُتَوَكِّلينَ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
- QS. al-Ma`idah (5): 2:
... وَتَعاوَنوا عَلَى البِرِّ وَالتَّقوىٰ وَلا تَعاوَنوا عَلَى الإِثمِ وَالعُدوٰنِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَديدُ العِقابِ
“... Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
- QS. al-Tawbah (9): 105:
وَقُلِ اعمَلوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُم وَرَسولُهُ وَالمُؤمِنونَ وَسَتُرَدّونَ إِلىٰ عٰلِمِ الغَيبِ وَالشَّهٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِما كُنتُم تَعمَلونَ
“Dan katakanlah (wahai Muhammad): Kalian kerjakanlah, niscaya Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman akan melihat pekerjaan kalian. Dan kalian akan dikembalikan kepada (Dia) Yang Maha mengetahui yang ghaib dan yang nyata, kemudian Dia akan mengkhabarkan apa-apa yang telah kalian kerjakan.”
- QS. al-Ma`idah (5): 3:
حُرِّمَت عَلَيكُمُ المَيتَةُ وَالدَّمُ وَلَحمُ الخِنزيرِ وَما أُهِلَّ لِغَيرِ اللَّهِ بِهِ وَالمُنخَنِقَةُ وَالمَوقوذَةُ وَالمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطيحَةُ وَما أَكَلَ السَّبُعُ إِلّا ما ذَكَّيتُم وَما ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن تَستَقسِموا بِالأَزلٰمِ ذٰلِكُم فِسقٌ اليَومَ يَئِسَ الَّذينَ كَفَروا مِن دينِكُم فَلا تَخشَوهُم وَاخشَونِ اليَومَ أَكمَلتُ لَكُم دينَكُم وَأَتمَمتُ عَلَيكُم نِعمَتى وَرَضيتُ لَكُمُ الإِسلٰمَ دينًا فَمَنِ اضطُرَّ فى مَخمَصَةٍ غَيرَ مُتَجانِفٍ لِإِثمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفورٌ رَحيمٌ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
- Hadis Nabi SAW:
- Hadis Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi dan Ibnu Majah:
عَنْ عَمرو بن عَوف الْمُزَنِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلَالاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.
Dari Amr bin Auf al Muzani bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Shulh (penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat) dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali sulh yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
- Hadis Nabi riwayat Muslim dari Nu’man bin Basyir:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى.
“Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang mereka, saling mengasihi dan saling mencintai bagaikan satu tubuh; jikalau satu bagian menderita sakit, maka bagian lain akan turut merasakan susah tidur dan demam.”
- Hadis Nabi SAW riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin al-Shamit RA, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas RA, riwayat Malik dari Yahya al-Mazini RA, dan riwayat al-Hakim dan al-Daraquthni dari Abu Sa’id al-Khudriy RA:
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ .
“Tidak boleh membahayakan/merugikan orang lain dan tidak boleh (pula) membalas bahaya (kerugian yang ditimbulkan oleh orang lain) dengan bahaya (perbuatan yang merugikannya).”
- Hadis Nabi SAW riwayat Ibn Hibban dari bapaknya Ja’far bin Amr RA, riwayat al-Tirmidzi dan al-Baihaqi dari Anas bin Malik RA:
قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أُرْسِلُ نَاقَتِي وَأَتَوَكَّلُ؟ قَالَ: اِعْقِلْهَا وَتَوَكَّلْ .
“Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW terkait untanya, "Apakah saya (boleh) membiarkan (tidak mengikat) unta saya kemudian bertawakkal (kepada Allah)?" Rasulullah SAW bersabda, “Ikatlah untamu dan bertawakallah (kepada Allah).”
- Hadis Nabi SAW riwayat ‘Abd ar-Razzaq:
وَعَنْ أبي سَعِيْد رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنِ اسْتَأْجَرَ أَجِيْرًا فَلْيُسَمِّ أُجْرَتَهُ .
Dari Abi Sa‘id RA, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.”
- Hadis Nabi SAW riwayat Ibn Majah:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أعْطُوا الْأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.”
- Hadis Nabi SAW riwayat Riwayat Abu Dawud, al-Tirmidzi, al-Nasa'i, Ibn Majah, Ahmad, Ibn Hibban, al-Hakim, al-Baihaqi, al-Humaidi, al-Thabrani, Ibn Abi Syaibah, al-Bazzar, Ibn Abi ‘Asim, al-Diya' al-Muqaddasi, Abu al-Qasim Ibn Basyran, dan Abu Zur‘ah al-‘Iraqi:
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ شُرَيْكٍ أَنَّهُ قَالَ : جَاءَ أَعْرَابِي فَقَالَ : يَا رَسُولَ الله، أَ نَتَدَاوَى؟ قَالَ: نَعَمْ، فَإِنَّ اللهَ لَمْ يُنْزِلْ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً، عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ، وَجَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ
Dari Usamah Ibn Syuraik bahwa dia berkata, ”Seseorang datang dan bertanya, "Wahai Rasulallah, apakah kita (harus) berobat?" Beliau SAW bersabda, "Iya benar, karena sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan suatu penyakit kecuali Dia pun menurunkan penawarnya. (Penawar tersebut) diketahui oleh orang yang tahu, dan tidak diketahui oleh orang yang tidak tahu.”
Lafadz hadis yang lain, riwayat Ibn Majah, Abu Dawud, dan al-Tirmidzi yang juga mensahihkannya):
وَفِي لَفْظٍ آخَرَ : قَالَتِ الْأَعْرَابُ : يَا رَسُولَ اللهِ ، أَلَا نَتَدَاوَى؟ قَالَ: نَعَمْ، عِبَادَ اللهِ تَدَاوَوْا فَإِنَّ اللهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ شِفَاءً أَوْ دَوَاءً ، إِلَّا دَاءً وَاحِداً. قَالُوا : يَا رَسُولَ اللهِ، وَمَا هُوَ؟ قَالَ: الْهَرَمُ. ـ وَفِي لَفْظٍ : إِلَّا السَّام وَهُوَ الْمَوْتُ .
Dalam redaksi yang lain disebutkan bahwa seseorang bertanya, ”Wahai Rasulallah, apakah kita (harus) berobat?” Beliau SAW menjawab, ”Iya benar. Wahai hamba-hamba Allah, berobatlah kalian, karena sesungguhnya Allah tidaklah meletakkan suatu penyakit kecuali Dia letakkan pula penawarnya atau obatnya, kecuali satu penyakit.” Para sahabat pun bertanya, ”Wahai Rasulallah, apakah yang satu penyakit itu?” Beliau menjawab, ”Tua renta.” Dalam redaksi yang lain, "kecuali 'sam', yaitu kematian.
- Hadis riwayat Muslim, al-Nasa`i, Ahmad, al-Hakim, Ibn Hibban, Al-Baihaqi, Abu Ya‘la, al-Thahawi, al-Khathib al-Baghdadi, Abu Zur‘ah al-‘Iraqi, Muhammad Ibn Ishaq Ibn Mandah, dan Taj al-Din al-Subki:
عَنْ جَابِرٍ أَنَّ النَّبِي صلى الله عليه وسلم قَالَ : لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُالدَّاءِ بَرِئَ بِإِذْنِ اللهِ تعالى
Dari Jabir, bahwa Nabi SAW bersabda, ”Bagi setiap penyakit ada obatnya. Apabila suatu obat cocok untuk suatu penyakit, maka orang itu pun sembuh dengan seizin Allah Ta‘ala.”
- Hadis riwayat Imam Ahmad, Ibn Majah, dan al-Tirmidzi:
عَنْ أَبِي خُزَامَةَ قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ، أَرَأَيْتَ رُقْيَ نَسْتَرْقِيهَا، وَدَوَاءً نَتَدَاوَى بِهِ، وَتُقَاةً نَتَّقِيهَا، هَلْ تَرُدُّ مِنْ قَدَرِ اللهِ شَيْئًا؟ قَالَ: هِيَ مِنْ قَدَرِ اللهِ
Dari Abu Khuzamah yang bertanya, ”Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang ruqyah yang kami lakukan, dan obat-obatan yang kami gunakan, serta pelindung yang kami pakai. Apakah hal itu dapat menolak ketentuan (qadar) Allah?” Beliau SAW menjawab, ”Semua (yang engkau sebutkan itu) bagian dari qadar Allah."
- Hadis riwayat Imam Ahmad, Muslim, Abu Dawud, Ibn Majah, Ibn Hibban, dan al-Tirmidzi:
عَنْ وَاِئلِ بْنِ حُجْرٍ الْحَضْرَمِي أَنَّ طَارِقَ بْنَ سُوَيْدٍ الْجُعْفِي سَأَلَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم عَنِ الْخَمْرِ، فَنَهَاهُ عَنْهَا، فَقَالَ: إِنَّمَا أَصْنَعُهَا لِلدَّوَاءِ، قَالَ: إِنَّهُ لَيْسَ بِدَوَاءٍ، وَلَكِنَّهُ دَاءٌ
Dari Wa`il ibn Hujr al-Hadhrami, Thariq ibn Suwaid al-Ju‘fi bertanya kepada Nabi SAW tentang khamr. Rasulullah SAW melarang (untuk menggunakannya). Thariq berkata: ”Aku menggunakannya hanya sebagai obat.” Nabi SAW pun menjawab, ”Sesungguhnya khamr bukan obat, tetapi penyakit.”
- Hadis Nabi SAW riwayat Abu Dawud:
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ اللهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ، وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً، فَتَدَاوَوْا، وَلَا تَتَدَاوَوْا بِحَرَامٍ
Dari Abu al-Darda`, Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obatnya, dan Dia menjadikan setiap penyakit ada obatnya, maka berobatlah, dan janganlah kalian berobat dengan yang haram.”
- Hadis riwayat Imam al-Bukhari, al-Tirmidzi, Ahmad, al-Darimi, al-Baihaqi, Ibn Hibban, al-Humaidi, Abu Dawud al-Thayalisi, ‘Abd al-Razzaq, Ibn al-Jarud, Abu Ya‘la, al-Thahawi, al-Daruquthni, dan al-Baghawi:
ابْنُ مَسْعُودٍ فِي الْمُسْكِرِ إِنَّ اللهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَاءَكُمْ فِيمَا حُرِّ مَ عَلَيْكُمْ
Ibn Mas‘ud berkata tentang benda yang memabukkan, ”Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan penyakit kalian pada sesuatu yang diharamkan.”
- Hadis riwayat Muslim, Abu Dawud, al-Nasa`i, Ibn Majah, al-Tirmidzi, dan Imam Ahmad:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: نَهَى رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَنِ الدَّوَاءِ الْخَبِيث. يَعْنِي السُّمَ
Dari Abu Hurairah,”Rasulullah SAW melarang berobat dengan benda yang menjijikkan (al-khabits), yaitu yang dapat mematikan (al-summ).”
- Riwayat al-Bukhari:
قَالَ الزُّهْرِي فِي أَبْوَالِ الْإِبِلِ : قَدْ كَانَ الْمُسْلِمُونَ يَتَدَاوَوْنَ بِهَا فَلَا يَرَوْنَ بِهَا بَأْساً
Al-Zuhri berpendapat tentang air kencing unta, ”Kaum muslimin telah menggunakan air kencing unta sebagai obat, dan mereka pun memandangnya sebagai hal yang biasa.”
- Hadis riwayat Imam Ahmad, al-Nasa`i, dan al-Thabarani:
إِنَّ اللهَ لَيُؤجِرُ فِي كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى اللُّقْمَةِ يَرْفَعهَا الْعَبْدُ إِلِىَ فِيْهِ
“Sesungguhnya Allah memberikan pahala pada setiap perbuatan, bahkan hingga suapan seorang hamba ke dalam mulutnya.”
- Hadis riwayat al-Bukhari, Abu Dawud, al-Tirmidzi, al-Nasa`i, Malik, al-Daraquthni, al-Thabarani, dari Said ibn Zaid:
... لَيْسَ لِعِرْقٍ ظَالِمٍ حَقٌّ
"Pohon yang ditanam pada tanah orang lain tanpa izin tidak menghasilkan sesuatu hak apapun."
- Hadis riwayat Thabarani, Abu Ya‘la, al-Thabarani, al-Baihaqi, Ibn ‘Adi, dan Abu Nu‘aim:
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلاً أَنْ يُتْقِنَهُ
"Sesungguhnya Allah menyukai seseorang yang mengerjakan sesuatu dengan cermat.”
- Kaidah fikih:
أ. الأَصْلُ فِي الْمُعَامَلاَتِ اَلْإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى التَّحْرِيْمِ.
“Pada dasarnya, segala bentuk muamalat diperbolehkan kecuali ada dalil yang mengharamkannya atau meniadakan kebolehannya”.
ب. الضَّرَرُ يُزَالُ
“Kemudaratan harus dihilangkan.”
ت. الضَّرُورَاتُ تُبِيحُ الْمَحْظُورَات
“Keadaan darurat (menyebabkan) dibolehkannya (hal-hal) yang terlarang.”
ث. الْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ
“Keperluan (akan sesuatu) dapat menempati posisi (setara dengan) darurat.”
- Aqwal ulama:
وَالْإِيثَارُ عَلَى النَّفْسِ: وَهُوَ أَعْرَقُ فِي إِسْقَاطِ الْحُظُوظ. وذَلِكَ أَنْ يَتْرُكَ حَظَّهُ لِحَظِّ غَيْرِهِ اِعْتِمَاداً عَلَى صِحَّةِ الْيَقِيْنِ، وَإِصَابَةً لِعَيْنِ التَّوَكُّلِ، وَتَحَمُّلاً لِلْمَشَقَّةِ فِي عَوْنِ الْأَخِ فِي اللهِ عَلَى الْمَحَبَّةِ مِنْ أَجْلِهِ. وَهُوَ مِنْ مَحَامِدِ الْأَخْلَاقِ وَزَكِيَّاتِ الْأَعْمَالِ. وَهُوَ ثَاِبِتٌ مِنْ فِعْلِ رَسُولِ اللهِ وَعَمَلِهِ الْمَرْضِيِّ -- وَبَعْدَ أَنْ اسْتَشْهَدَ بِطَائِفِةٍ مِنَ الْأَحَادِيثِ الْوَارِدَةِ فِي الْإِيثَارِ وَالْمَبْيِّنِةِ لِحُدُودِهِ -- قَالَ : وَتَحَصَّلَ أَنَّ الْإِيْثَارَ هُنَا مَبْنِيٌّ عَلَى إِسْقَاطِ الْحَظُوظِ الْعَاجِلَةِ. فَتَحَمَّلَ الْمَضَرَّةَ اللَّاحِقَةَ بِسَبَبِ ذَلِكَ لَا عَتَبَ فِيهِ إِذَا لَمْ يُخِلَّ بِمَقْصَدٍ شَرْعِيٍّ. فَإِنْ أَخَلَّ بِمَقْصَدٍ شَرْعِيٍّ فَلَا يُعَدُّ ذَلِكَ إِسْقَاطاً لِلْحَظٍّ وَ لَا هُوَ مَحْمُودٌ شَرْعاً.
“Sedangkan perbuatan itsar (mendahulukan orang lain) atas diri sendiri ialah pengguguran hak (kepentingan) pribadi yang paling berat, yaitu meninggalkan kepentingan diri sendiri demi untuk kepentingan orang lain, yang didasarkan pada keyakinan yang benar dan senantiasa tulus dalam bertawakkal kepada Allah, dan menanggung kesulitan diri sendiri dalam rangka menolong saudaranya yang seiman atas dasar cinta karena Allah; dan hal itu merupakan manifestasi akhlak yang terpuji dan perbuatan yang mulai. Hal ini merupakan perbuatan dan akhlak Rasulullah SAW yang diridhai ...”
Setelah mendasarkan argumentasinya dengan sejumlah hadis, al-Syathibi menjelaskan:”Kesimpulannya bahwa perbuatan itsar didasarkan pada pengorbanan kepentingan pribadi seseorang yang bersifat pragmatis, sehingga ia bersedia menanggung kesulitan yang menimpa dirinya disebabkan ia mendahulukan kepentingan orang lain, tindakan ini tidak tercela selama tidak melanggar tujuan syariah (maqashid al-syariah). Namun demikian, Jika tindakan tersebut melanggar tujuan syariah maka tidak dipandang sebagai pengguguran hak atau kepentingan pribadi dan juga bukan perbuatan terpuji menurut syariah.
|