Fatwa DSN MUI

Penerapan Prinsip Syariahdalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitasdi Pasar Reguler Bursa Efek

FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor 80/DSN-MUI/III/2011
Tentang
Penerapan Prinsip Syariah
dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas
di Pasar Reguler Bursa Efek

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah

Menimbang :
  1. bahwa di kalangan masyarakat muncul pertanyaan mengenai kesesuaian syariah atas Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek di Pasar Modal;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dikemukakan dalam huruf a, DSN-MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek untuk dijadikan pedoman.
Mengingat :
  1. Firman Allah SWT, antara lain:
    1. QS. al-Ma'idah [5]: 1:

      يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ …

      "Hai orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu …"

    2. QS. al-Nisa' [4]: 58:

      إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا اْلأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ ...

      "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah dengan adil …"

    3. QS. al-Baqarah [2]: 275:

      ... وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ...

      "… Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ..."

    4. QS. al-Baqarah [2]: 278:

      يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ.

      "Hai orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang yang beriman."

    5. QS. al-Nisa' [4] : 29:

      يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ...

      "Hai orang yang beriman! Janganlah kalian memakan (mengambil) harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi atas sukarela di antara kalian ..."

    6. QS. al-Qashash [28]: 26:

      قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَآأَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ، إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ اْلأَمِيْنُ.

      "Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, "Hai ayahku! Ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.""

    7. QS. al-Ma'idah [5]: 2:

      ... وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوْا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

      "… Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya."

    8. QS. al-Baqarah [2]: 283:

      ... فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِى اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ، وَلْيَتَّقِ اللهَ رَبَّهُ ...

      "…Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya …"

  2. Hadis Nabi SAW:
    1. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari 'Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu 'Abbas, dan riwayat Imam Malik dari Yahya:

      أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى أَنْ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ (أخرجه ابن ماجه عن عبادة بن الصامت في سننه, الكتاب : الأحكام، الباب : من بنى في حقه مايضر بجاره، رقم الحديث : 2331، ورواه أحمد عن ابن عباس، ومالك عن يحي)

      "Rasulullah SAW menetapkan: Tidak boleh membahaya-kan/merugikan orang lain dan tidak boleh (pula) membalas bahaya (kerugian yang ditimbulkan oleh orang lain) dengan bahaya (perbuatan yang merugikannya)."

    2. Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Hurairah:

      عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ (أخرجه مسلم في صحيحه, الكتاب: البيوع، باب: بُطْلاَنِ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَالْبَيْعِ الَّذِى فِيهِ غَرَرٌ، رقم الحديث: 3783)

      "Diriwayatkan dari Abi Hurairah RA, ia berkata, "Rasulullah SAW melarang jual beli hashah dan jual beli yang mengandung gharar." (HR. Muslim).

    3. Hadis riwayat Tirmidzi dari Hakim bin Hizam:

      عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ قَالَ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقُلْتُ يَأْتِينِى الرَّجُلُ يَسْأَلُنِى مِنَ الْبَيْعِ مَا لَيْسَ عِنْدِى أَبْتَاعُ لَهُ مِنَ السُّوقِ ثُمَّ أَبِيعُهُ قَالَ : لاَ تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ (سنن الترمذي، 5/139)

      "Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam, ia berkata, "Saya menemui Rasulullah SAW, lalu berkata,"Seorang laki-laki datang kepadaku meminta agar saya menjual suatu barang yang tidak ada pada saya, saya akan membelikan untuknya di pasar kemudian saya menjualnya kepada orang tersebut." Rasulullah SAW menjawab, "Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu." (HR. Tirmidzi/V, 139)

    4. Hadis Nabi riwayat Imam al-Bukhari:

      عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ النَّجْشِ. (أخرجه البخاري في صحيحه, الكتاب : الخيل ، الباب : مايكره من التناجش، رقم الحديث : 6448)

      Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA bahwa Rasulullah SAW melarang (untuk) melakukan najsy (penawaran palsu)." (H.R Bukhari)

    5. Hadis Riwayat Bukhari:

      عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ تَلَقَّوْا الرُّكْبَانَ وَلَا يَبِعْ حَاضِرٌ لِبَادٍ قَالَ فَقُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ مَا قَوْلُهُ لاَ يَبِيعُ حَاضِرٌ لِبَادٍ قَالَ لَا يَكُونُ لَهُ سِمْسَارًا. (أخرجه البخاري في صحيحه، الكتاب: البيوع، الباب: هل يبيع حاضر لباد بغير أجر وهل يعينه، رقم الحديث : 2013)

      "Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Jangan kamu sekalian menemui para pengendara (pembawa barang dagangan, pen.) dan jangan melakukan bai' hadhir li-bad (orang kota menjual kepada orang desa)." Ia (periwayat) berkata: Aku bertanya kepada Ibnu Abbas: Apa arti: "Jangan melakukan bai' hadhir li-bad.?" Ia menjawab: Orang kota tidak boleh menjadi perantara (calo) bagi orang desa." (H.R Bukhari)

    6. 'Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Anas bin Malik: '

      عَن أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَاعَ حِلْسًا وَقَدَحًا وَقَالَ مَنْ يَشْتَرِي هَذَا الْحِلْسَ وَالْقَدَحَ فَقَالَ رَجُلٌ أَخَذْتُهُمَا بِدِرْهَمٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ يَزِيدُ عَلَى دِرْهَمٍ مَنْ يَزِيدُ عَلَى دِرْهَمٍ فَأَعْطَاهُ رَجُلٌ دِرْهَمَيْنِ فَبَاعَهُمَا مِنْهُ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ. (أخرجه الترمذي في سننه, الكتاب : البيوع، الباب : ما جاء في بيع من يزيد، رقم الحديث : 1139)

      "Diriwayatkan dari Anas bin Malik RA, bahwa Rasulullah SAW menjual sehelai hils (alas yang biasanya digelarkan di rumah) dan sebuah qadah (gelas). Beliau menawarkan: "Siapakah yang mau membeli 'hils' dan 'qadah' ini?" Seseorang berkata: "Saya siap membeli keduanya dengan harga 1 (satu) dirham." Nabi menawarkan lagi, hingga dua kali, "Man yazid 'ala dirhamin (siapakah yang mau menambahkan pada satu dirham)?" Lalu seseorang menyerahkan dua dirham kepada Rasulullah." Beliau pun menjual kedua benda itu kepadanya." (HR. Tirmidzi)

    7. Hadis riwayat Ibn Majah dari Ibnu Umar:

      عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أعْطُوا الأجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ. (أخرجه ابن ماجه في سننه, كتاب: الأحكام، الباب: أجر الأجراء، رقم الحديث : 2434)

      Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda : "Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering." (H.R Ibnu Majah)

    8. Hadis riwayat 'Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa'id al-Khudri, Nabi SAW bersabda:

      مَنِ اسْتَأْجَرَ أَجِيْرًا فَلْيُعْلِمْهُ أَجْرَهُ.

      "Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya."

    9. Hadis Nabi riwayat al-Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf:

      عن عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ الْمُزَنِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلالاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلالاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ. (أخرجه الترمذي في سننه, الكتاب : الأحكام، الباب : ماذكر عن رسول الله في الصلح، رقم الحديث : 1272)

      "Diriwayatkan dari 'Amr bin 'Auf al-Muzani, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah SAW bersabda, "Perdamaian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram." (H.R at Tirmidzi)

  3. Ijma. Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak ada seorang pun mengingkari mereka. Oleh karena itu, hal tersebut dipandang sebagai ijma’ (Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Dimasyq: Dar al-Fikr, 2004, cet. IV, edisi revisi, 5/3925).
  4. Qiyas. Transaksi mudharabah diqiyaskan kepada transaksi musaqah.
  5. Kaidah fikih:
    1. الأَصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا

      "Pada dasarnya, segala sesuatu dalam muamalah boleh dilakukan sampai ada dalil yang mengharamkannya."

    2. الضَّرَرُ يُدْفَعُ بِقَدْرِ اْلإِمْكَانِ (أحمد بن محمد الزرقا، شرح القواعد الفقهية، دمشق: دار القلم، 1989، ط 2، ص 207)

      "Segala madharat (bahaya, kerugian) harus dihindarkan sedapat mungkin." (Ahmad bin Muhammad al-Zarqa, Syarh al-Qawa'id al-Fiqhiyah, h. 62)

    3. الضَّرَرُ يُزَالُ (السيوطي، الأشباه والنظائر، القاهرة: دار السلام، 2004، ط 2، تحقيق وتعليق: محمد محمد تامر و حافظ عاشور حافظ، ج 1، ص 210)

      "Segala madharat (bahaya, kerugian) harus dihilangkan." (al-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nadza'ir, j. 1, 210)

    4. تَصَرُّفُ اْلإِمَامِ عَلىَ الرَّعِيَّةِ مَنُوْطٌ بِالْمَصْلَحَةِ (السيوطي، الأشباه والنظائر، القاهرة: دار السلام، 2004، ط 2، تحقيق وتعليق: محمد محمد تامر و حافظ عاشور حافظ، ج 1، ص 276)

      "Tindakan atau kebijakan Imam [pemegang otoritas] terhadap rakyat harus berorientasi pada mashlahat." (al-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nadza'ir, j. 1, h. 276)

    5. دَرْءُ الْمَفَاسِدِ أَوْلَى مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِحِ (السيوطي، الأشباه والنظائر، القاهرة: دار السلام، 2004، ط 2، تحقيق وتعليق: محمد محمد تامر و حافظ عاشور حافظ، ج 1، ص 217)

      "Mencegah mafsadah (kerusakan) harus didahulukan daripada mengambil kemaslahatan." (al-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nadza'ir, j. 1, h. 217)

    6. مَا أَدَّى إِلَى الْحَرَامِ فهُو حَرَامٌ

      "Apa saja yang menjadi perantara (media) terhadap perbuatan haram, haram pula hukumnya." (Yusuf Qardhawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam [Kairo: Maktabah Wahbah. 1993], h. 31)

Memperhatikan :
  1. Pendapat ulama mazhab Syafi'i tentang Ju'alah; antara lain al-Dimyathi al-Bakri dalam Hasyiyah I'anah al-Thalibin,juz III/256 (Tahqiq dan Takhrij hadits: ‘Abd al-Hakim Muhammad ‘Abd al-Hakim), Kairo: al-Maktabah al-Taufiqiyah, t.th.:

    وَيُسْتَأْنَسُ لِلْجُعَالَةِ بِقَوْلِهِ تَعَالَى { وَلِمَنْ جَاءَ بِهِ حِمْلُ بَعِيرٍ } وَكَانَ الْحِمْلَ مَعْلُومًا عِنْدَهُمْ، كَالْوَسْقِ ، وَإِنَّمَا كَانَ هَذَا اسْتِئْنَاسًا، لاَ دَلِيْلاً، لأَنَّهُ فِيْ شَرْعِ مَنْ قَبْلَنَا، وَهُوَ لَيْسَ شَرْعًا لَنَا، وَإِنْ وَرَدَ فِي شَرْعِنَا مَا يُقَرِّرُهُ عَلَى الرَّاجِحِ.

    Untuk akad ju'alah dapat dijadikan isti'nas firman Allah: "… dan siapa yang dapat mengembalikannya, akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta..." (QS. Yusuf [12]: 72). "Beban (himl) unta" adalah bentuk takaran yang dikenal di kalangan umat nabi Yusuf, seperti halnya wasaq. Firman Allah ini hanya dipandang sebagai isti'nas, bukan dalil, karena ia berkenaan dengan syari'ah umat sebelum kita; dan itu –menurut pendapat rajih (kuat)-- tidak menjadi syariah kita (umat Nabi Muhammad), walaupun dalam syariah kita terdapat dalil (hadis) yang menetapkannya (sebagai syariat kita).

  2. Pendapat Ibnu Qudamah dalam al-Mughni, juz V h. 56:

    وَإِنِ اشْتَرَى أَحَدُ الشَّرِيْكَيْنِ حِصَّةَ شَرِيْكِهِ جَائِزٌ لأَنَّهُ يَشْتَرِي مِلْكَ غَيْرِهِ

    "Jika salah satu pihak dari dua pihak yang bermitra yang bermitra membeli bagian mitranya dalam kemitraan tersebut, hukumnya boleh, karena ia membeli hak milik orang lain."

  3. Pendapat Ibnu Qudamah dalam al-Mughni, VIII, h. 323 :

    ... أَنَّ الْحَاجَةَ تَدْعُوْ إِلَى ذلِكَ (الجُعَالَةِ)، فَإِنَّ الْعَمَلَ قَدْ يَكُوْنُ مَجْهُوْلاً كَرَدِّ اْلآبِقِ وَالضَّالَّةِ وَغَيْرِ ذلِكَ، وَلاَ تَنْعَقِدُ اِلإِجَارَةُ فِيْهِ وَالْحَاجَةُ دَاعِيَةٌ إِلَى رَدِّهِمَا وَقَدْ لاَ يَجِدُ مَنْ يَتَبَرَّعُ بِهِ، فَدَعَتِ الْحَاجَةُ إِلَى إِبَاحَةِ الْجُعْلِ فِيْهِ مَعَ جَهَالَةِ الْعَمَلِ.

    "Kebutuhan masyarakat memerlukan adanya ju'alah; sebab pekerjaan (untuk mencapai suatu tujuan) terkadang tidak jelas (bentuk dan masa pelaksanaannya), seperti mengembalikan budak yang hilang, hewan hilang, dan sebagainya. Untuk pekerjaan seperti ini tidak sah dilakukan akad ijarah (sewa/pengupahan) padahal (orang/pemiliknya) perlu agar kedua barang yang hilang tersebut kembali, sementara itu, ia tidak menemukan orang yang mau membantu mengembalikannya secara suka rela (tanpa imbalan). Oleh karena itu, kebutuhan masyarakat mendorong agar akad ju'alah untuk keperluan seperti itu dibolehkan sekalipun (bentuk dan masa pelaksanaan) pekerjaan tersebut tidak jelas."

  4. Pendapat para ulama, antara lain:
    1. وَيَجُوْزُ التَّوْكِيْلُ بِجُعْلٍ وَغَيْرِ جُعْلٍ، فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَألِهِ وَسَلَّمَ وَكَّلَ أُنَيِسًا فِيْ إِقَامَةِ الْحَدِّ، وَعُرْوَةَ فِيْ شِرَاءِ شَاةٍ، وَأبَا رَافِعٍ فِيْ قَبُوْلِ النِّكَاحِ بِغَيْرِ جُعْلٍ؛ وَكَانَ يَبْعَثُ عُمَّالَهُ لِقَبْضِِ الصَّدَقَاتِ وَيَجْعَلُ لَهُمْ عُمولَةً (المغنى لإبن قدامة، [القاهرة: دار الحديث، 2004]، ج. 6، ص. 468)

      "Akad taukil (wakalah) boleh dilakukan, baik dengan imbalan maupun tanpa imbalan. Hal itu karena Nabi shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam pernah mewakilkan kepada Unais untuk melaksanakan hukuman, kepada Urwah untuk membeli kambing, dan kepada Abu Rafi' untuk melakukan qabul nikah, (semuanya) tanpa memberi-kan imbalan. Nabi pernah juga mengutus para pegawainya untuk memungut sedekah (zakat) dan beliau memberikan imbalan kepada mereka." (Ibn Qudamah, al-Mughni, [Kairo: Dar al-Hadis, 2004], juz 6, h. 468)

    2. Pendapat Imam Syaukani ketika menjelaskan hadis Busr bin Sa'id:

      وَفِيْهِ أَيْضًا دَلِيْلٌ عَلَى أَنَّ مَنْ نَوَى التَّبَرُّعَ يَجُوْزُ لَهُ أَخْذُ اْلأُجْرَةِ بَعْدَ ذَلِكَ (نيل الأوطار للشوكاني، [القاهرة: دار الحديث، 2000]، ج: 4؛ ص.: 527)

      "Hadis Busr bin Sa'id tersebut menunjukkan pula bahwa orang yang melakukan sesuatu dengan niat tabarru' boleh menerima imbalan." (Al-Syaukani, Nail al-Authar, [Kairo: Dar al-Hadits, 2000], j. 4, h. 527)

    3. وَأَجْمَعَتْ الْأُمَّةُ عَلَى جَوَازِ الْوَكَالَةِ فِي الْجُمْلَةِ، وَلِأَنَّ الْحَاجَةَ دَاعِيَةٌ إلَى ذَلِكَ، فَإِنَّهُ لَا يُمْكِنُ كُلَّ وَاحِدٍ فِعْلُ مَا يَحْتَاجُ إلَيْهِ، فَدَعَتْ الْحَاجَةُ إلَيْهَا، (المغني/5/51)

      "Umat (ulama) telah sepakat bahwa secara garis besar wakalah itu hukumnya boleh. Dan setiap orang tidak bisa memperoleh langsung apa yang dibutuhkan. Dengan demikian, ada kebutuhan terhadap wakalah tersebut."

    4. تَصِحُّ الْوَكَالَةُ بِأَجْرٍ وَبِغَيْرِ أَجْرٍ، لأنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَألِهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَبْعَثُ عُمَّالَهُ لِقَبْضِ الصَّدَقَاتِ وَيَجْعَلُ لَهُمْ عُمُوْلَةً ... وَإِذَا كَانَتِ الْوَكَالَةُ بِأَجْرٍ أَيْ (بِجُعْلٍ) فَحُكْمُهَا حُكْمُ اْلإِجَارَاتِ. (تكملة فتح القدير، ج. 6، ص. 2؛ الفقه الإسلامى وأدلته للدكتور وهبة الزحيلى ج.5 ص. 4058)

      "Wakalah sah dilakukan baik dengan imbalan maupun tanpa imbalan, hal itu karena Nabi shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam pernah mengutus para pegawainya untuk memungut sedekah (zakat) dan beliau memberikan imbalan kepada mereka … Apabila wakalah dilakukan dengan memberikan imbalan maka hukumnya sama dengan hukum ijarah." (Fath al-Qadir, juz 6, h. 2; Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh alIslami wa Adillatuh, [Dimasyq: Dar al-Fikr, 2002], juz 5, h. 4058)

    5. أَذِنَ (الْمُوَكِّلُ) لَهُ (الْوَكِيْلِ) فِي التَّوْكِيْلِ فَيَجُوْزُ لَهُ ذَلِكَ، لأَنَّهُ عَقْدٌ أَذِنَ لَهُ بِهِ، فَكَانَ لَهُ فِعْلُهُ. (المغنى لإبن قدامة، [القاهرة: دار الحديث، 2004]، ج. 6، ص. 470)

      "(Jika) muwakkil mengizinkan wakil untuk mewakilkan (kepada orang lain), maka hal itu boleh; karena hal tersebut merupakan akad yang telah diizinkan kepada wakil; oleh karena itu, ia boleh melakukannya (mewakilkan kepada orang lain)." (Ibn Qudamah, al-Mughni, [Kairo: Dar al-Hadis, 2004], juz 6, h. 470)

  5. Substansi fatwa DSN-MUI No. 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah, fatwa DSN-MUI No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Pasar Modal.
  6. Undang-undang Nomor 8  Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3608) dan Peraturan Pelaksanaannya.
  7. Surat dari Direksi PT Bursa Efek Indonesia No.S-00322/BEI.PGU/01-2011 tertanggal 17 Januari 2011.
  8. Hasil Workshop DSN-MUI dengan Bursa Efek Indonesia tanggal 02 dan 18 Februari 2011.
  9. Pendapat dan saran peserta Rapat Pleno DSN-MUI pada Selasa,    08 Maret 2011 M / 03 Rabi’ul Akhir 1432 H.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DALAM MEKANISME PERDAGANGAN EFEK BERSIFAT EKUITAS DI PASAR REGULER BURSA EFEK
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:
  1. Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas --selanjutnya disingkat Perdagangan Efek--  di Pasar Reguler Bursa Efek adalah kontrak jual beli efek yang dibuat oleh Anggota Bursa Efek sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh Bursa Efek. Perdagangan ini termasuk perdagangan online yang dilakukan dalam satu majelis dengan mekanisme dan peraturan yang menjamin terpenuhinya hak dan kewajiban para pihak;
  2. Efek BersifatEkuitas adalah saham atau efek yang dapat ditukar dengan saham atau efek yang mengandung hak untuk memperoleh saham sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.J.1 tentang Pokok-Pokok Anggaran Dasar Perseroan yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas dan Perusahaan Publik;
  3. Efek BersifatEkuitas Sesuai Prinsip Syariah adalah Efek BersifatEkuitas yang termasuk dalam Daftar Efek Syariah (DES) yang diterbitkan oleh Bapepam dan LK, yang  dalam penyusunannya melibatkan DSN-MUI;
  4. Pasar Reguler adalah pasar di mana Perdagangan Efek di Bursa Efek dilaksanakan berdasarkan proses tawar menawar yang berkesinambungan (bai’ al-Musawamah)   oleh Anggota Bursa Efek dan penyelesaian administrasinya dilakukan pada hari bursa ketiga setelah terjadinya Perdagangan Efek di Bursa Efek;
  5. Bursa Efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek di antara mereka.
  6. Anggota Bursa Efek adalah Perusahaan Efek yang telah memperoleh izin usaha dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam dan LK) sebagai Perantara Pedagang Efek sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Pasar Modal dan telah memperoleh persetujuan keanggotaan bursa untuk mempergunakan sistem dan atau sarana bursa dalam rangka melakukan kegiatan Perdagangan Efek di Bursa Efek sesuai dengan peraturan Bursa Efek;
  7. Harga Pasar Wajar adalah harga pasar dari Efek Bersifat Ekuitas Sesuai Prinsip Syariah yang sesuai dengan mekanisme pasar yang teratur, wajar dan efisien serta tidak direkayasa;
  8. Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP) adalah Pihak yang menyelenggarakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa;
  9. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP) adalah Pihak yang menyelenggarakan kegiatan Kustodian sentral bagi Bank Kustodian, Perusahaan Efek, dan Pihak lain;
  10. Anggota Kliring adalah Anggota Bursa Efek yang memenuhi ketentuan dan persyaratan LKP untuk mendapatkan layanan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa;
  11. Perusahaan Efek adalah Pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek, dan atau Manajer Investasi;
  12. Novasiadalah Pengalihan hak dan kewajiban antara Anggota Kliring jual dengan Anggota Kliring beli menjadi hak dan kewajiban antara Anggota Kliring jual/beli dengan LKP sebagai akibat penjaminan LKP atas Perdagangan Efek di Bursa Efek;
  13. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna/manfaat atas suatu barang atau pemberian jasa/pekerjaan dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa/ujrah;
  14. Hawalah bil Ujrah adalah akad pengalihan utang dari pihak yang berutang kepada pihak lain yang bersedia atau berkomitmen (iltizam) untuk menanggung (membayar)-nya, dengan ujrah;
  15. Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan (ju’l) tertentu atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan;
  16. Riba adalah  tambahan yang diberikan dalam pertukaran barang-barang ribawi (al-amwal al-ribawiyah) dan tambahan yang diberikan atas pokok utang dengan imbalan penangguhan pembayaran secara mutlak; 
  17. Bai’ adalahakad pertukaran harta yang bertujuan memindahkan kepemilikan harta tersebut;  
  18. Bai’ al-Musawamahadalah akad jual beli dengan kesepakatan harga pasar yang waja
  19. Gharar adalah ketidakpastian dalam suatu akad, baik mengenai kualitas atau kuantitas obyek akad maupun mengenai penyerahannya;
  20. Taghrir adalah upaya mempengaruhi orang lain, baik dengan ucapan maupun tindakan yang mengandung kebohongan, agar terdorong untuk melakukan transaksi;
  21. Bai’ al-Ma’dum adalah jual beli yang obyek  (mabi’)-nya tidak ada pada saat akad, atau jual beli atas barang (efek) padahal penjual tidak memiliki barang (efek) yang dijualnya;
  22. Bai’ al-Maksyuf adalah bentuk jual beli yang mengandung gharar; yaitu jual beli secara tunai atas barang (efek) yang bukan milik penjual dan penjual tidak diberi izin oleh pemilik untuk menjualkan, atau jual beli secara tunai atas barang (efek) padahal penjual tidak memiliki barang (efek) yang dijualnya;
  23. Jahalah adalah ketidakjelasan dalam suatu akad, baik mengenai obyek akad, kualitas atau kuantitas (shifat)-nya, harganya (tsaman), maupun mengenai waktu penyerahannya;  
  24. Ihtikar adalah membeli suatu barang yang sangat diperlukan masyarakat pada saat harga mahal dan menimbunnya dengan tujuan untuk menjualnya kembali pada saat harganya lebih mahal;
  25. Ghabn adalah ketidakseimbangan antara dua barang (obyek) yang dipertukarkan dalam suatu akad, baik segi kualitas maupun kuantitasnya;  
  26. Ghabn Fahisy adalah ghabn tingkat berat, seperti jual-beli atas barang dengan harga jauh di bawah harga pasar;
  27. Talaqqi al-rukban adalah bagian dari ghabn; yaitu jual-beli atas barang dengan harga jauh di bawah harga pasar karena pihak penjual tidak mengetahui harga tersebut.
  28. Tadlis adalah tindakan menyembunyikan kecacatan obyek akad yang dilakukan oleh penjual untuk mengelabui pembeli seolah-olah obyek akad tersebut tidak cacat;   
  29. Tanajusy/Najsy adalah tindakan menawar barang dengan harga lebih tinggi oleh pihak yang tidak bermaksud membelinya, untuk menimbulkan kesan banyak pihak yang berminat membelinya;
  30. Ghisysy adalah salah satu bentuk tadlis; yaitu penjual menjelaskan/memaparkan keunggulan/keistimewaan barang yang dijual serta menyembunyikan kecacatannya;
  31. Dharar adalah tindakan yang dapat menimbulkan bahaya atau kerugian pihak lain.
Kedua : Ketentuan Hukum
Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek boleh dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan khusus.
Ketiga : Ketentuan Khusus
  1. Perdagangan Efek
    1. Perdagangan Efek di Pasar Reguler Bursa Efek menggunakan akad jual beli (bai’);
    2. Akad jual beli dinilai sah ketika terjadi kesepakatan pada harga serta jenis dan volume tertentu antara permintaan beli dan penawaran jual;
    3. Pembeli boleh menjual efek  setelah akad jual beli dinilai sah sebagaimana dimaksud dalam huruf b, walaupun penyelesaian administrasi transaksi pembeliannya (settlement) dilaksanakan di kemudian hari,  berdasarkan prinsip qabdh hukmi;
    4. Efek yang dapat dijadikan obyek perdagangan hanya Efek Bersifat Ekuitas Sesuai Prinsip Syariah;
    5. Harga dalam jual beli tersebut dapat ditetapkan berdasarkan kesepakatan yang mengacu pada harga pasar wajar melalui mekanisme tawar menawar yang berkesinambungan (bai’ al-musawamah); 
    6. Dalam Perdagangan Efek tidak boleh melakukan kegiatan dan/atau tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam angka 3.
  2. Mekanisme Perdagangan Efek
    1. Bursa Efek boleh menetapkan aturan bahwa:
      1. Perdagangan Efek hanya boleh dilakukan oleh Anggota Bursa Efek;
      2. Penjual dan Pembeli Efek yang bukan Anggota Bursa Efek dalam melaksanakan Perdagangan Efek harus melalui Anggota Bursa Efek;
    2. Akad antara penjual atau pembeli efek yang bukan Anggota Bursa Efek dengan Anggota Bursa menggunakan akad ju’alah;
    3. Bursa Efek wajib membuat aturan yang melarang terjadinya dharar dan tindakan yang diindikasikan tidak sesuai dengan prinsip syariah dalam Perdagangan Efek yang berdasarkan prinsip syariah di Bursa Efek;
    4. Bursa Efek menyediakan sistem dan/atau sarana perdagangan Efek, termasuk namun tidak terbatas pada peraturan bursa dan sistem dalam rangka melakukan pengawasan perdagangan efek, antara lain untuk mendeteksi dan mencegah kegiatan atau tindakan yang diindikasikan tidak sesuai dengan prinsip syariah; 
    5. Bursa Efek dapat mengenakan biaya (ujrah/rusum) PerdaganganEfek berdasarkan prinsip ijarah atas penyediaan sistem dan/atau sarana perdagangan kepada Anggota Bursa Efek;
    6. LKP dapat melakukan novasi atas Perdagangan Efek yang dilakukan Anggota Bursa, berdasarkan prinsip hawalah bil ujrah;
    7. LKP dapat mengenakan biaya (ujrah/rusum) kliring dan penjaminandari Anggota Bursa/Kliring atas jasa yang dilakukan;
    8. Penyimpanan dan penyelesaian atas Perdagangan Efek dilakukan melalui LPP;
    9. LPP dapat mengenakan biaya (ujrah/rusum) penyimpanan dan penyelesaian dari Anggota Bursa Efek selaku Perusahaan Efek.
  3. Tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah
    Pelaksanaan Perdagangan Efek harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi,  manipulasi, dan tindakan lain yang di dalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezhaliman, taghrir, ghisysy, tanajusy/najsy, ihtikar, bai’ al-ma’dum, talaqqi al-rukban, ghabn, riba dan tadlis.Tindakan-tindakan tersebut antara lain meliputi:
    1. Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori Tadlisantara lain:
      1. Front Running yaitu tindakan Anggota Bursa Efek yang melakukan transaksi lebih dahulu atas suatu Efek tertentu, atas dasar adanya informasi bahwa nasabahnya akan melakukan transaksi dalam volume besar atas Efek tersebut yang diperkirakan mempengaruhi harga pasar, tujuannya untuk meraih keuntungan atau mengurangi kerugian.
      2. Misleading information (Informasi Menyesatkan), yaitu membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek.
    2. Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori Taghrirantara lain:
      1. Wash sale  (Perdagangan semu yang tidak mengubah kepemilikan) yaitu transaksi yang terjadi antara pihak pembeli dan penjual yang tidak menimbulkan perubahan kepemilikan dan/atau manfaatnya (beneficiary of ownership) atas transaksi saham tersebut. Tujuannya untuk membentuk harga naik, turun atau tetap dengan memberi kesan seolah-olah harga terbentuk melalui transaksi yang berkesan wajar. Selain itu juga untuk memberi kesan bahwa Efek tersebut aktif diperdagangkan.
      2. Pre-arrange trade yaitu transaksi yang terjadi melalui pemasangan order beli dan jual pada rentang waktu yang hampir bersamaan yang terjadi karena adanya perjanjian pembeli dan penjual sebelumnya. Tujuannya untuk membentuk harga (naik, turun atau tetap) atau kepentingan lainnya baik di dalam maupun di luar bursa.
    3. Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori Najsy  antara lain:
      1. Pump and Dump, yaitu aktivitas transaksi suatu Efek diawali oleh pergerakan harga uptrend, yang disebabkan oleh serangkaian transaksi inisiator beli yang membentuk harga naik hingga mencapai level harga tertinggi. Setelah harga mencapai level tertinggi, pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kenaikan harga yang telah terjadi, melakukan serangkaian transaksi inisiator jual dengan volume yang signifikan dan dapat mendorong penurunan harga. Tujuannya adalah menciptakan kesempatan untuk menjual dengan harga tinggi agar memperoleh keuntungan.
      2. Hype and Dump, yaitu aktivitas transaksi suatu Efek yang diawali oleh pergerakan harga uptrend yang disertai dengan adanya informasi positif yang tidak benar, dilebih-lebihkan, misleading dan juga disebabkan oleh serangkaian transaksi inisiator beli yang membentuk harga naik hingga mencapai level harga tertinggi. Setelah harga mencapai level tertinggi, pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kenaikan harga yang telah terjadi, melakukan serangkaian transaksi inisiator jual dengan volume yang signifikan dan dapat mendorong penurunan harga. Pola transaksi tersebut mirip dengan pola transaksi pump and dump, yang tujuannya menciptakan kesempatan untuk menjual dengan harga tinggi agar memperoleh keuntungan.
      3. Creating fake demand/supply (Permintaan/Penawaran Palsu), yaitu adanya 1 (satu) atau lebih pihak tertentu melakukan pemasangan order beli/jual pada level harga terbaik, tetapi jika order beli/jual yang dipasang sudah mencapai best price maka order tersebut di-delete atau di-amend (baik dalam jumlahnya dan/atau diturunkan level harganya) secara berulang kali. Tujuannya untuk memberi kesan kepada pasar seolah-olah terdapat demand/suplpy yang tinggi sehingga pasar terpengaruh untuk membeli/menjual.
    4. Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori Ikhtikar  antara lain:
      1. Pooling interest, yaitu aktivitas transaksi atas suatu Efek yang terkesan liquid, baik disertai dengan pergerakan harga maupun tidak, pada suatu periode tertentu dan hanya diramaikan sekelompok Anggota Bursa Efek tertentu (dalam pembelian maupun penjualan). Selain itu volume transaksi setiap harinya dalam periode tersebut selalu dalam jumlah yang hampir sama dan/atau dalam kurun periode tertentu aktivitas transaksinya tiba-tiba melonjak secara drastis. Tujuannya menciptakan kesempatan untuk dapat menjual atau mengumpulkan saham atau menjadikan aktivitas saham tertentu dapat dijadikan benchmark.
      2. Cornering, yaitu pola transaksi ini terjadi pada saham dengan kepemilikan publik yang sangat terbatas. Terdapat upaya dari pemegang saham mayoritas untuk menciptakan supply semu yang menyebabkan harga menurun pada pagi hari dan menyebabkan investor publik melakukan short selling. Kemudian ada upaya pembelian yang dilakukan pemegang saham mayoritas hingga menyebabkan harga meningkat pada sesi sore hari yang menyebabkan pelaku short sell mengalami gagal serah atau mengalami kerugian karena harus melakukan pembelian di harga yang lebih mahal.
    5. Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori Ghisysy  antara lain:
      1. Marking at the close (pembentukan harga penutupan), yaitu penempatan order jual atau beli yang dilakukan di akhir hari perdagangan yang bertujuan menciptakan harga penutupan sesuai dengan yang diinginkan, baik menyebabkan harga ditutup meningkat, menurun ataupun tetap dibandingkan harga penutupan sebelumnya.
      2. Alternate trade, yaitu transaksi dari sekelompok Anggota Bursa tertentu dengan peran sebagai pembeli dan penjual secara bergantian serta dilakukan dengan volume yang berkesan wajar. Adapun harga yang diakibatkannya dapat tetap, naik atau turun. Tujuannya untuk memberi kesan bahwa suatu efek aktif diperdagangkan.
    6. Tindakan  yang termasuk dalam kategori Ghabn Fahisy, antara lain: Insider Trading (Perdagangan Orang Dalam), yaitukegiatan ilegal di lingkungan pasar finansial untuk mencari keuntungan yang biasanya dilakukan dengan cara memanfanfaatkan informasi internal, misalnya rencana-rencana atau keputusan-keputusan perusahaan yang belum dipublikasikan.  
    7. Tindakan yang termasuk dalam kategori Bai’ al-ma’dum, antara lain: Short Selling (bai’ al-maksyuf/jual kosong), yaitu suatu cara yang digunakan dalam penjualan saham yang belum dimiliki dengan harga tinggi dengan harapan akan membeli kembali pada saat harga turun.  
    8. Tindakan yang termasuk dalam kategori riba, antara lain: Margin Trading (Transaksi dengan Pembiayaan), yaitu melakukan transaksi atas Efek dengan fasilitas pinjaman berbasis bunga (riba) atas kewajiban penyelesaian pembelian Efek;
Keempat : Penyelesaian Perselisihan
Jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya akan dilakukan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal tidak tercapai kemufakatan, maka penyelesaian perselisihan dapat dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah atau berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai prinsip-prinsip syariah.
Kelima : Penutup
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 03 Rabi’ul Akhir1432 H

08 Maret 2011 M

DEWAN SYARI'AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua
K.H. MA Sahal Mahfudh
Sekretaris
Drs. H. M Ichwan Sam
Konten diambil dari situs http://www.dsnmui.or.id/