Mengingat |
: |
- Firman Allah SWT, antara lain:
- QS. Al-Maidah [5]: 90:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.
"Hai orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan."
- QS. al-Baqarah [2]: 278:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ.
"Hai orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang yang beriman."
- QS. al-Nisa' [4]: 29:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ...
"Hai orang yang beriman!Janganlah kalian memakan (mengambil) harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi atas sukarela di antara kalian ..."
- QS. al-Ma'idah [5]: 1:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ …
"Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu …"
- QS. al-Qashash [28]: 26:
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَآأَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ، إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ اْلأَمِيْنُ.
"Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, "Hai ayahku! Ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.'"
- QS. Yusuf [12]: 72:
قَالُوْا نَفْقِدُ صُوَاعَ الْمَلِكِ وَلِمَنْ جَاءَ بِهِ حِمْلُ بَعِيْرٍ وَأَنَا بِهِ زَعِيْمٌ.
"Penyeru-penyeru itu berseru: 'Kami kehilangan piala Raja; dan barang siapa yang dapat mengembalikannya, akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya."
- Hadis-hadis Nabi SAW, antara lain:
- Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari Ibnu 'Umar:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أعْطُوا اْلأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ. (أخرجه ابن ماجه في سننه ، الكتاب: الأحكام، الباب: أجر الأجراء، رقم الحديث : 2434)
"Diriwayatkan dari Ibnu 'Umar RA, ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, "Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering."" (HR. Ibnu Majah)
- Hadis Nabi riwayat 'Abd al-Razzaq dari Sa'id:
وَعَنْ سَعِيْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنِ اسْتَأْجَرَ أَجِيْرًا فَلْيُسَمِّ أُجْرَتَهُ؛ (رواه عبد الرزاق، سبل السلام، لمحمد بن اسماعيل الكحلاني، باب المساقاة والاجارة؛ 3/82، رقم الحديث : 9)
"Dari Abi Sa'id RA, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya."" (HR. 'Abd al-Razzaq)
- Hadis Nabi riwayat dari 'Amr bin 'Auf al-Muzani:
عن عَمْرٍو بْنِ عَوْفٍ الْمُزَنِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِ لاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا، وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا. قَالَ أَبُو عِيسَى: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ. (أخرجه الترمذي في سننه ، الكتاب: الأحكام، الباب: ماذكر عن رسول الله في الصلح، رقم الحديث : 1272)
"Diriwayatkan dari 'Amr bin 'Auf al-Muzani, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah SAW bersabda, "Perdamaian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."" (H.R al-Tirmidzi)
- Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari 'Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu 'Abbas, dan riwayat Malik dari Yahya:
أَنَّ رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى أَنْ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ (أخرجه ابن ماجه عن عبادة بن الصامت في سننه ، الكتاب: الأحكام، الباب : من بنى في حقه مايضر بجاره، رقم الحديث : 2331، ورواه أحمد عن ابن عباس، ومالك عن يحي)
"Rasulullah SAW menetapkan tidak boleh membahayakan/merugikan orang lain dan tidak boleh (pula) membalas bahaya (kerugian yang ditimbulkan oleh orang lain) dengan bahaya (perbuatan yang merugikannya)." (HR. Ibnu Majah)
- Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Hurairah:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَال: نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ (أخرجه مسلم في صحيحه ، الكتاب: البيوع، باب: بُطْلاَنِ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَالْبَيْعِ الَّذِى فِيهِ غَرَرٌ، رقم الحديث: 3783)
"Diriwayatkan dari Abi Hurairah RA, ia berkata, "Rasulullah SAW melarang jual beli hashah dan jual beli yang mengandung gharar."" (HR. Muslim)
- Hadis Nabi riwayat al-Bukhari:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ النَّجْشِ. (أخرجه البخاري في صحيحه ، الكتاب : الخيل، الباب : مايكره من التناجش، رقم الحديث : 6448)
"Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA bahwa Rasulullah SAW melarang (untuk) melakukan najsy (penawaran palsu)." (HR. al-Bukhari)
- Hadis Nabi riwayat al-Tirmidzi dari Hakim bin Hizam:
عَنِ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ قَالَ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقُلْتُ يَأْتِينِى الرَّجُلُ يَسْأَلُنِى مِنَ الْبَيْعِ مَا لَيْسَ عِنْدِى أَبْتَاعُ لَهُ مِنَ السُّوقِ ثُمَّ أَبِيعُهُ، قَالَ : لاَ تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ . (أخرجه الترمذي في سننه، الكتاب : البيوع، الباب : ماجاء في كراهية بيع ماليس عندك، رقم الحديث: 1153)
"Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam, ia berkata: Saya menemui Rasulullah SAW, lalu berkata, "Seorang laki-laki datang kepadaku meminta agar saya menjual suatu barang yang tidak ada pada saya, saya akan membelikan untuknya di pasar, kemudian saya menjualnya kepada orang tersebut." Rasulullah SAW menjawab, "Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu."" (HR. al-Tirmidzi)
- Hadis Nabi riwayat dari Hakim bin Hizam:
رُوِيَ أَنَّ حَكِيمَ بْنَ حِزَامٍ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَشْتَرِى بُيُوعًا فَمَا يَحِلُّ لِي مِنْهَا وَمَا يُحَرَّمُ عَلَيَّ؟ قَالَ: فَإِذَا اشْتَرَيْتَ بَيْعًا فَلاَ تَبِعْهُ حَتَّى تَقْبِضَهُ. (أخرجه أحمد في مسنده، الكتاب : مسند المكيين، الباب : مسند حكيم ابن حزام عن النبي صلى الله عليه وسلم، رقم الحديث : 14777.)
"Diriwayatkan bahwa hakim bin Hizam berkata: Aku berkata, "Wahai Rasulullah. Aku membeli beberapa barang; apa yang halal dan yang haram saya lakukan?" Rasulullah SAW bersabda, "Jika engkau membeli sesuatu, jangan engkau menjualnya kecuali setelah engkau terima/kuasai (qabdh)."" (HR. Ahmad)
- Hadis riwayat Imam al-Bukhari dari Abu Sa'id al-Khudri:
عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَوْا عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ فَلَمْ يَقْرُوهُمْ فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ إِذْ لُدِغَ سَيِّدُ أُولَئِكَ فَقَالُوا هَلْ مَعَكُمْ مِنْ دَوَاءٍ أَوْ رَاقٍ فَقَالُوْا إِنَّكُمْ لَمْ تَقْرُونَا وَلاَ نَفْعَلُ حَتَّى تَجْعَلُوْا لَنَا جُعْلاً فَجَعَلُوا لَهُمْ قَطِيْعًا مِنْ الشَّاءِ فَجَعَلَ يَقْرَأُ بِأُمِّ الْقُرْآنِ وَيَجْمَعُ بُزَاقَهُ وَيَتْفِلُ فَبَرَأَ فَأَتَوْا بِالشَّاءِ فَقَالُوْا لاَ نَأْخُذُهُ حَتَّى نَسْأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلُوْهُ فَضَحِكَ وَقَالَ وَمَا أَدْرَاكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ خُذُوْهَا وَاضْرِبُوْا لِيْ بِسَهْمٍ (رواه البخاري)
"Sekelompok sahabat Nabi SAW melintasi salah satu kampung orang Arab. Penduduk kampung tersebut tidak menghidangkan makanan kepada mereka. Ketika itu, kepala kampung disengat kalajengking. Mereka lalu bertanya kepada para sahabat, "Apakah kalian mempunyai obat, atau adakah yang dapat me-ruqyah (menjampi)?" Para sahabat menjawab, "Kalian tidak menjamu kami. Kami tidak mau mengobati kecuali kalian memberi imbalan kepada kami." Kemudian para penduduk berjanji akan memberikan sejumlah ekor kambing. Seorang sahabat membacakan surat al-Fatihah dan mengumpulkan ludah, lalu ludah itu ia semprotkan ke kepala kampung tersebut. Ia pun sembuh. Mereka kemudian menyerahkan kambing. Para sahabat berkata, "Kita tidak boleh mengambil kambing ini sampai kita bertanya kepada Nabi SAW." Beliau tertawa dan bersabda, "Bagaimana kalian tahu bahwa surat al-Fatihah adalah ruqyah? Ambillah kambing tersebut dan berilah saya bagian." (HR. Bukhari)
- Kaidah fikih, antara lain:
-
الأَصْلُ فِى الأشْيَاءِ اْلإِبَاحَةُ حتىَ ْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى التَحْرِيْمِ. (الأشباه والنظائر للسيوطي : 60)
"Pada dasarnya, segala sesuatu dalam muamalah boleh dilakukan sampai ada dalil yang mengharamkannya."
-
الأَصْلُ فِى الأشْيَاءِ اْلإِبَاحَةُ حتىَ ْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى التَحْرِيْمِ. (الأشباه والنظائر للسيوطي : 60)
"Pada dasarnya, segala sesuatu dalam muamalah boleh dilakukan sampai ada dalil yang mengharamkannya."
-
الضَّرَرُ يُدْفَعُ بِقَدْرِ اْلإِمْكَانِ. (درر الحكام شرح مجلة الأحكام، لمنلاخسرو، بيروت: دار إحياء الكتب العربية، المادة 31 1/ 42)
"Segala madharat (bahaya, kerugian) harus dihindarkan sedapat mungkin."
-
الضَّرَرُ يُزَالُ (الأشباه والنظائر للسيوطي، القاهرة: دار السلام، 2004، ط 2، تحقيق وتعليق: محمد محمد تامر وحافظ عاشور حافظ، ج 1، ص 210)
"Segala madharat (bahaya, kerugian) harus dihilangkan."
-
دَرْءُ الْمَفَاسِدِ أَوْلَى مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِحِ (السيوطي، الأشباه والنظائر، القاهرة: دار السلام، 2004، ط 2، تحقيق وتعليق: محمد محمد تامر وحافظ عاشور حافظ، ج 1، ص 217)
"Mencegah mafsadah (kerusakan) lebih diutamakan daripada mengambil kemaslahatan."
-
مَا أَدَّى إِلَى الْحَرَامِ فهُوحَرَامٌ (قواعد الأحكام في مصالح الأنام لعز الدين بن عبد السلام، بيروت : دار الكتب العلمية، 2/219)
"Apa saja yang menjadi perantara (media) terhadap perbuatan haram, maka haram pula hukumnya."
-
االثَّابِتُ بِالْعُرْفِ كَالثَّابِتِ بِالشَّرْعِ.
"Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara' (selama tidak bertentangan dengan syari'at)."
-
العِبْرَةُ فِي الْعُقُوْدِ لِلْمَقَاصِدِ وَالْمَعَانِي لاَ لِلأَلْفَاظِ وَالْمَبَانِي (درر الحكام شرح مجلة الأحكام المادة 649)
"Kaidah yang berlaku dalam akad adalah merujuk pada substansinya bukan pada lafazhnya."
- Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor: 73/MPP/Kep/3/2000 tanggal 20 Maret 2000 tentang Ketentuan Kegiatan Usaha Penjualan Berjenjang.
- Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor: 289/MPP/Kep/10/2001 BAB VIII Pasal 22 mengenai Ijin Usaha Penjualan Berjenjang.
- Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 32/M-DAG/PER/8/2008 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan dengan Sistem Penjualan Langsung.
|
Memperhatikan |
: |
- Pendapat para ulama, antara lain:
-
وَيُسْتَأْنَسُ لِلْجُعَالَةِ بِقَوْلِهِ تَعَالَى { وَلِمَنْ جَاءَ بِهِ حِمْلُ بَعِيرٍ } وَكَانَ الْحِمْلَ مَعْلُومًا عِنْدَهُمْ، كَالْوَسْقِ ، وَإِنَّمَا كَانَ هَذَا اسْتِئْنَاسًا، لاَ دَلِيْلاً، لأَنَّهُ فِيْ شَرْعِ مَنْ قَبْلَنَا، وَهُوَ لَيْسَ شَرْعًا لَنَا، وَإِنْ وَرَدَ فِي شَرْعِنَا مَا يُقَرِّرُهُ عَلَى الرَّاجِحِ.
Untuk akad ju'alah dapat dijadikan isti'nas firman Allah: "… dan siapa yang dapat mengembalikannya, akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta..." (QS. Yusuf [12]: 72). "Beban (himl) unta" adalah bentuk takaran yang dikenal di kalangan umat nabi Yusuf, seperti halnya wasaq. Firman Allah ini hanya dipandang sebagai isti'nas, bukan dalil, karena ia berkenaan dengan syari'ah umat sebelum kita; dan itu –menurut pendapat rajih (kuat)-- tidak menjadi syariah kita (umat Nabi Muhammad), walaupun dalam syariah kita terdapat dalil (hadis) yang menetapkannya (sebagai syariat kita).
- Kitab al-Muhadzdzab, juz I Kitab al-Ijarah hal. 394:
يَجُوْزُ عَقْدُ اْلإِجَارَةِ عَلَى الْمَنَافِعِ الْمُبَاحَةِ ... وَلأنَّ الْحَاجَةَ إِلَى الْمَنَافِعِ كَالْحَاجَةِ إِلَى اْلأعْيَانِ، فَلَمَّا جَازَ عَقْدُ الْبَيْعِ عَلَى اْلأعْيَانِ وَجَبَ أَنْ يَجُوْزَ عَقْدُ اْلإِجَارَةِ عَلَى الْمَنَافِعِ.
"Boleh melakukan akad ijarah (sewa menyewa) atas manfaat yang dibolehkan … karena keperluan terhadap manfaat sama dengan keperluan terhadap benda. Oleh karena akad jual beli atas benda dibolehkan, maka sudah seharusnya boleh pula akad ijarah atas manfaat."
- Pendapat Ibnu Qudamah dalam al-Mughni, VIII/323:
... أَنَّ الْحَاجَةَ تَدْعُوْ إِلَى ذلِكَ (الجُعَالَةِ)، فَإِنَّ الْعَمَلَ قَدْ يَكُوْنُ مَجْهُوْلاً كَرَدِّ اْلآبِقِ وَالضَّالَّةِ وَغَيْرِ ذلِكَ، وَلاَ تَنْعَقِدُ اِلإِجَارَةُ فِيْهِ وَالْحَاجَةُ دَاعِيَةٌ إِلَى رَدِّهِمَا وَقَدْ لاَ يَجِدُ مَنْ يَتَبَرَّعُ بِهِ، فَدَعَتِ الْحَاجَةُ إِلَى إِبَاحَةِ الْجُعْلِ فِيْهِ مَعَ جَهَالَةِ الْعَمَلِ.
"Masyarakat memerlukan adanya ju'alah; sebab pekerjaan (untuk mencapai suatu tujuan) terkadang tidak jelas (bentuk dan masa pelaksanaannya), seperti mengembalikan budak yang hilang, hewan yang hilang, dan sebagainya. Untuk pekerjaan seperti ini tidak sah dilakukan dengan akad ijarah (sewa/pengupahan) padahal (orang/pemiliknya) perlu agar kedua barang yang hilang tersebut kembali. Sementara itu, ia tidak menemukan orang yang mau membantu mengembalikannya secara suka rela (tanpa imbalan). Oleh karena itu, kondisi kebutuhan masyarakat tersebut mendorong dibolehkannya akad ju'alah meskipun (bentuk dan masa pelaksanaan) pekerjaan tersebut tidak jelas."
- Pendapat Imam al-Nawawi dalam al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab, XV/449:
يَجُوْزُ عَقْدُ الْجُعَالَةِ، وَهُوَ ... اِلْتِزَامُ عِوَضٍ مَعْلُوْمٍ عَلَى عَمَلٍ مُعَيَّنٍ أَوْ مَجْهُوْلٍ عَسُرَ عِلْمُهُ.
"Akad ju'alah dibolehkan ..., yaitu komitmen (seseorang) untuk memberikan imbalan tertentu atas pekerjaan tertentu atau tidak tertentu yang sulit diketahui."
- Pendapat para ulama dalam kitab Hasyiyah al-Bajuri II/24:
وَالْجُعَالَةُ جَائِزَةٌ مِنَ الطَّرَفَيْنِ: طَرَفُ الْجَاعِلِ وَطَرَفُ الْمَجْعُوْلِ لَهُ... وَهِيَ اِلْتِزَامُ مُطْلَقِ التَّصَرُّفِ عِوَضًا مَعْلُوْمًا عَلَى عَمَلٍ مُعَيَّنٍ أَوْ مَجْهُوْلٍ لِمُعَيَّنٍ أَوْ غَيْرِهِ.
"Ju'alah boleh dilakukan oleh dua pihak, pihak ja'il (pihak pertama yang menyatakan kesediaan memberikan imbalan atas suatu pekerjaan) dan pihak maj'ul lah (pihak kedua yang bersedia melakukan pekerjaan yang diperlukan pihak pertama)…, (ju'alah) adalah komitmen orang yang cakap hukum untuk memberikan imbalan tertentu atas pekerjaan tertentu atau tidak tertentu kepada orang tertentu atau tidak tertentu."
- Kitab Al-Ma'ayir al-Syar'iyyah :
يَجُوْزُ لِلْمُؤَسَسَةِ أَنْ تَطْلُبَ مِنَ الْوَاعِدِ بِالْإسْتِئْجَارِ أَنْ يَدْفَعَ مَبْلَغًا مُحَدَّدًا إِلَى الْمُؤَسسَةِ تَحْجِزُهُ لَدَيْهِ لِضَمَانِ جِدِّيَّةِ العَمِيْلِ فِيْ تَنْفِيْذِ وَعْدِهِ بِالْإِسْتِئْجَارِ وَمَا يَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ مِنِ الْتِزَامَاتٍ بِشَرْطِ أَلاَّ يُسْتَقْطَعُ مِنْهُ إِلاَّ مِقْدَارُ الضَرَرِ الْفِعْلِي بِحَيْثُ يَتِمُّ – عِنْدَ نُكُوْلِ الْعَمِيْلِ – تَحْمِيْلُ الْوَاعِدِ الْفَرْقَ بَيْنَ تَكْلِفَةِ الْعَيْنِ الْمُرَادِ تَأْجِيْرُهَا وَمَجْمُوْعِ الْأُجْرَةِ الفِعْلِيَّةِ الَتِيْ يَتِمُّ تَأْجِيْرُ الْعَيْنِ عَلَى أَسَاسِهَا لِلْغَيْرِ أَوْ تَحْمِيْلُهُ فِيْ حَالَةِ بَيْعِ الْعَيْنِ الْفَرْقَ بَيْنَ تَكْلِفَتِهَا وَثَمَنِ بَيْعِهَا. وَهَذَا الْمَبْلَغُ الْمُقَدَّمُ لِضَمَانِ الْجِدِّيَّةِ إِمَّا أَنْ يَكُوْنَ أَمَاَنةً لِلْحِفْظِ لَدَى الْمُؤَسَّسَةِ، فَلَا يَجُوْزُ لَهَا التَصَرُّفُ فِيْهِ أَوْ أَنْ يَكُوْنَ أَمَانَةً لِلْإسْتِثْمَارِ بِأَنْ يَأْذَنَ الْعَمِيْلُ لِلْمُؤَسَّسَةِ بِاسْتِثْمَارِهِ عَلَى أَسَاسِ الْمُضَارَبَةِ الشَّرْعِيَّةِ بَيْنَ الْعَمِيْلِ وَالْمُؤَسَّسَةِ وَيَجُوْزُ اْلإِتِّفَاقُ مَعَ الْعَمِيْلِ عِنْدَ إِبْرَامِ عَقْدِ الإِجَارَةِ عَلَى اعْتِبَارِ هَذَا الْمَبْلَغِ مِنْ أَقْسَاطِ اْلإِجَارَةِ. (المعيار الشرعي رقم (3/2) في الإجارة والإجارة المنتهية بالتمليك الصادر عن هيئة المحاسبة والمراجعة للمؤسسات المالية الإسلامية).
"Lembaga Keuangan Syariah (LKS) boleh meminta pihak yang berjanji untuk menyewa (nasabah) agar membayar uang muka kepada LKS sebagai jaminan keseriusan dalam menunaikan janji dan memenuhi kewajibannya, dengan syarat dana tersebut hanya boleh dipotong (diambil) oleh LKS --ketika ingkar janji-- sebesar pengganti kerugian riil. Status dana tersebut boleh hanya merupakan titipan murni pada LKS yang harus dijaga sehingga tidak boleh di- gunakan, dan boleh juga dijadikan sebagai modal investasi dengan syarat nasabah memberikan izin kepada LKS untuk menginvestasikannya dengan akad mudharabah. Ketika akad sewa menyewa (ijarah) dilaksanakan, LKS dan Nasabah boleh menyepakati bahwa dana tersebut menjadi cicilan ujrah."*/
- Kitab Al-Ma'ayir al-Syar'iyya:
يَجُوْزُ أَنْ تَقَعَ الإِجَارَةُ عَلَى مَنْفَعَةٍ (خِدْمَةٍ) مَوْصُوْفَةٍ فِيْ الذِمَّةِ وَصْفًا مُنْضَبِطًا تُدْرَأُ بِهِ الْجَهَالَةُ الْمُؤَدِّيَةُ إِلَى النِّزَاعِ، وَحِيْنَئذٍ لَا يُشْتَرَطُ أَنْ تَكُوْنَ مَمْلُوْكَةً لِلْأَجِيْرِ حَيْثُ يَتِمُّ الإِتِّفَاقُ عَلَى أَدَاءِ الْخِدْمَةِ الْمَوْصُوْفَةِ فِيْ الْمَوْعِدِ الْمُحَدَّدِ لِذَلِكَ وَيُراعَى فِيْ ذَلِكَ إِمْكَانُ تَمَلُّكِ اْلأَجِيْرِ لَهَا وَقُدْرَتُهِ عَلَى أَدَائِهَا لِلْمُسْتَأْجِرِ فِيْ الزَّمَنِ الْمُحَدَّدِ لِلتَّسْلِيْمِ بِنَفْسِهِ أَوْ بِغَيْرِهِ، وَلَا يُشْتَرَطُ فِيْهَا تَعْجِيْلُ الأُجْرَةِ مَالَمْ تَكُنْ بِلَفْظِ السلَمِ أَوْ السَلَفِ، وَإِذَا سَلَّمَ الْأَجِيْرُ غَيْرَ مَا تَمَّ وَصْفُهُ فَلِلْمُسْتَأْجِرِ رَفْضُهُ وَطَلَبُ مَا تَتَحَقَّقُ فِيْ الْمُوَاصَفَاتِ الْمُتَّفَقِّ عَلَيْهَا. (المعيار الشرعي رقم (6/1/5) إجارة الأشخاص الصادر عن هيئة المحاسبة والمراجعة للمؤسسات المالية الإسلامية)
"Manfaat (layanan) boleh dijadikan obyek ijarah maushufah fi al-dzimmah dengan syarat manfaat tersebut dapat dijelaskan spesifikasinya secara terukur (tidak jahalah) agar terhindar dari sengketa. Manfaat dimaksud tidak mesti telah menjadi milik pihak yang menyewakan pada saat akad; kedua belah pihak hanya bersepakat untuk menyerahkan manfaat/layanan pada waktu yang telah disepakati. Manfaat yang dijadikan obyek ijarah maushufah fi al-dzimmah tersebut harus sudah dimiliki oleh pemberi sewa (jasa/layanan); dan ia mampu untuk memenuhi atau menyerahkannya kepada penyewa pada waktu yang telah disepakati. Ujrah tidak mesti dibayar di awal apabila lafadz akad ijarah tersebut tidak menggunakan lafadz salam atau salaf. Jika pemberi sewa (jasa/layanan) menyerahkan obyek ijarahnya tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati, maka musta'jir berhak untuk menolaknya, dan musta'jir berhak pula meminta pemberi sewa untuk menyerahkan obyek ijarah yang sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati."
- Kitab Al-Ma'ayir al-Syar'iyyah :
تَجِبُ اْلأُجْرَةُ بِالْعَقْدِ وَتُسْتَحَّقُ بِاسْتِيْفَاءِ الْمَنْفَعَةِ أَوْ بِالتَّمْكِيْنِ مِنْ إِسْتِيْفَائِهَا لاَ بِمُجَرَّدِ تَوْقِيْعِ الْعَقْدِ. وَيَجُوْزُ أَنْ تُدْفَعَ الأُجْرَةُ بَعْدَ إِبْرَامِ الْعَقْدِ دَفْعَةً وَاحِدَةً أَوْ عَلَى دَفَعَاتٍ خِلَالَ مُدَّةٍ تُسَاوِيْ أَوْ تَزِيْدُ أَوْ تَقِلُّ عَنْ مُدَّةِ الْإِجَارَةِ. (المعيار الشرعي رقم 2/2/5 أحكام الأجرة في الإجارة والإجارة المنتهية بالتمليك الصادر عن هيئة المحاسبة والمراجعة للمؤسسات المالية الإسلامية)
Dengan (disepakati) akad ijarah, maka upah (ujrah/sewa) wajib dibayarkan. Akan tetapi, ujrah tersebut hanya berhak dimiliki oleh pemberi sewa setelah penyewa menggunakan atau dapat menggunakan manfaat (layanan/jasa) dimaksud, tidak berhak hanya dengan disepakatinya akad. Upah ijarah boleh dibayar sekaligus setelah akad, atau dibayar bertahap selama masa ijarah, baik dilakukan selama masa sewa, lebih lambat atau lebih cepat.
- Kitab Al-Ma'ayir al-Syar'iyyah :
إِذَا فَاتَتْ الْمَنْفَعَةُ الْمُقَدَّمَةُ فِيْ الإِجَارَةِ الْمَوْصُوْفَةِ فِيْ الذِّمَّةِ فَلَا يَنْفَسِخُ الْعَقْدُ بِفَوَاتِ الْمَنْفَعَةِ وَعَلَى الأَجِيْرِ أَنْ يَأْتِيَ بِمِثْلِهَا. (المعيار الشرعي رقم (1/2/8) إجارة الأشخاص الصادر عن هيئة المحاسبة والمراجعة للمؤسسات المالية الإسلامية)
"Jika jasa yang dijadikan obyek akad ijarah maushufah fi al-dzimmah rusak, maka akadnya tidak gugur (infisakh) dengan sendirinya, tetapi penyedia jasa ('ajir) wajib menggantinya dengan jasa yang sejenis."
- Pendapat para ulama, antara lain:
-
وَيَجُوْزُ التَّوْكِيْلُ بِجُعْلٍ وَغَيْرِ جُعْلٍ، فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَألِهِ وَسَلَّمَ وَكَّلَ أُنَيِسًا فِيْ إِقَامَةِ الْحَدِّ، وَعُرْوَةَ فِيْ شِرَاءِ شَاةٍ، وَأبَا رَافِعٍ فِيْ قَبُوْلِ النِّكَاحِ بِغَيْرِ جُعْلٍ؛ وَكَانَ يَبْعَثُ عُمَّالَهُ لِقَبْضِِ الصَّدَقَاتِ وَيَجْعَلُ لَهُمْ عُمولَةً (المغنى لإبن قدامة، [القاهرة: دار الحديث، 2004]، ج. 6، ص. 468)
"Akad taukil (wakalah) boleh dilakukan, baik dengan imbalan maupun tanpa imbalan. Hal itu karena Nabi shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam pernah mewakilkan kepada Unais untuk melaksanakan hukuman, kepada Urwah untuk membeli kambing, dan kepada Abu Rafi' untuk melakukan qabul nikah, (semuanya) tanpa memberi-kan imbalan. Nabi pernah juga mengutus para pegawainya untuk memungut sedekah (zakat) dan beliau memberikan imbalan kepada mereka." (Ibn Qudamah, al-Mughni, [Kairo: Dar al-Hadis, 2004], juz 6, h. 468)
- Pendapat Imam Syaukani ketika menjelaskan hadis Busr bin Sa'id:
وَفِيْهِ أَيْضًا دَلِيْلٌ عَلَى أَنَّ مَنْ نَوَى التَّبَرُّعَ يَجُوْزُ لَهُ أَخْذُ اْلأُجْرَةِ بَعْدَ ذَلِكَ (نيل الأوطار للشوكاني، [القاهرة: دار الحديث، 2000]، ج: 4؛ ص.: 527)
"Hadis Busr bin Sa'id tersebut menunjukkan pula bahwa orang yang melakukan sesuatu dengan niat tabarru' boleh menerima imbalan." (Al-Syaukani, Nail al-Authar, [Kairo: Dar al-Hadits, 2000], j. 4, h. 527)
-
وَأَجْمَعَتْ الْأُمَّةُ عَلَى جَوَازِ الْوَكَالَةِ فِي الْجُمْلَةِ، وَلِأَنَّ الْحَاجَةَ دَاعِيَةٌ إلَى ذَلِكَ، فَإِنَّهُ لَا يُمْكِنُ كُلَّ وَاحِدٍ فِعْلُ مَا يَحْتَاجُ إلَيْهِ، فَدَعَتْ الْحَاجَةُ إلَيْهَا، (المغني/5/51)
"Umat (ulama) telah sepakat bahwa secara garis besar wakalah itu hukumnya boleh. Dan setiap orang tidak bisa memperoleh langsung apa yang dibutuhkan. Dengan demikian, ada kebutuhan terhadap wakalah tersebut."
-
تَصِحُّ الْوَكَالَةُ بِأَجْرٍ وَبِغَيْرِ أَجْرٍ، لأنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَألِهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَبْعَثُ عُمَّالَهُ لِقَبْضِ الصَّدَقَاتِ وَيَجْعَلُ لَهُمْ عُمُوْلَةً ... وَإِذَا كَانَتِ الْوَكَالَةُ بِأَجْرٍ أَيْ (بِجُعْلٍ) فَحُكْمُهَا حُكْمُ اْلإِجَارَاتِ. (تكملة فتح القدير، ج. 6، ص. 2؛ الفقه الإسلامى وأدلته للدكتور وهبة الزحيلى ج.5 ص. 4058)
"Wakalah sah dilakukan baik dengan imbalan maupun tanpa imbalan, hal itu karena Nabi shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam pernah mengutus para pegawainya untuk memungut sedekah (zakat) dan beliau memberikan imbalan kepada mereka … Apabila wakalah dilakukan dengan memberikan imbalan maka hukumnya sama dengan hukum ijarah." (Fath al-Qadir, juz 6, h. 2; Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh alIslami wa Adillatuh, [Dimasyq: Dar al-Fikr, 2002], juz 5, h. 4058)
-
أَذِنَ (الْمُوَكِّلُ) لَهُ (الْوَكِيْلِ) فِي التَّوْكِيْلِ فَيَجُوْزُ لَهُ ذَلِكَ، لأَنَّهُ عَقْدٌ أَذِنَ لَهُ بِهِ، فَكَانَ لَهُ فِعْلُهُ. (المغنى لإبن قدامة، [القاهرة: دار الحديث، 2004]، ج. 6، ص. 470)
"(Jika) muwakkil mengizinkan wakil untuk mewakilkan (kepada orang lain), maka hal itu boleh; karena hal tersebut merupakan akad yang telah diizinkan kepada wakil; oleh karena itu, ia boleh melakukannya (mewakilkan kepada orang lain)." (Ibn Qudamah, al-Mughni, [Kairo: Dar al-Hadis, 2004], juz 6, h. 470)
- Fatwa DSN-MUI Nomor: 09/DSN-MUI/2000 tentang Pembiayaan Ijarah;
- Fatwa DSN-MUI Nomor: 62/DSN-MUI/2007 tentang Akad Ju‘alah; dan
- Fatwa DSN-MUI Nomor: 75/DSN-MUI/2009 tentang Pedoman Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS);
|