Fatwa DSN MUI

Rahn Tasjily

FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor 68/DSN-MUI/III/2008
Tentang
Rahn Tasjily

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah

Menimbang :
  1. bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah pinjaman atau transaksi lain yang menimbulkan utang piutang dengan memberikan jaminan barang dengan ketentuan barang tersebut masih dikuasai dan digunakan oleh pihak berutang;
  2. bahwa pihak berpiutang berhak dengan mudah untuk melakukan eksekusi atas barang agunan yang masih dikuasai oleh peminjam jika terjadi wanprestasi;
  3. bahwa agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, DSN-MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang Rahn Tasjily untuk dijadikan pedoman.
Mengingat :
  1. Firman Allah SWT:

    وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوْا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوْضَةٌ … (البقرة: 283)

    "Dan apabila kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak memperoleh seorang juru tulis maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang ..." (QS. al-Baqarah [2]: 283)

  2. Hadis Nabi SAW, antara lain::
    1. Dari 'Aisyah RA, ia berkata:

      أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُوْدِيٍّ إِلَى أَجَلٍ وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيْدٍ.

      "Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah membeli makanan dengan berhutang dari seorang Yahudi, dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya." (HR al-Bukhari dan Muslim)

    2. Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda:

      لاَ يَغْلَقُ الرَّهْنُ مِنْ صَاحِبِهِ الَّذِيْ رَهَنَهُ، لَهُ غُنْمُهُ وَعَلَيْهِ غُرْمُهُ

      "Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung resikonya." (HR. Nabi riwayat al-Syafi'i, al-Daraquthni dan Ibnu Majah)

    3. Dari Abu Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda:

      الظَهْرُ يُرْكَبُ بِنَفَقَتِهِ إِذَا كَانَ مَرْهُوْنًا، وَلَبَنُ الدَّرِّ يُشْرَبُ بِنَفَقَتِهِ إِذَا كَانَ مَرْهُوْنًا، وَعَلَى الَّذِيْ يَرْكَبُ وَيَشْرَبُ النَّفَقَةُ.

      "Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Orang yang menggunakan kendaraan dan memerah susu tersebut wajib menanggung biaya perawatan dan pemeliharaan." (HR Jama'ah, kecuali Muslim dan al-Nasa'i)

  3. Ijma':
    Para ulama sepakat membolehkan akad Rahn (al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 1985, V: 181).
  4. Kaidah Fikih:
    1. الأَصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ الدَلِيْلُ عَلَى تَحْرِيْمِهَا

      "Pada dasarnya, segala sesuatu dalam muamalah boleh dilakukan sampai ada dalil yang mengharamkannya."

    2. الحَاجَةُ قَدْ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ

      "Keperluan dapat menduduki posisi darurat."

    3. الثَّابِتُ بِالْعُرْفِ كَالثَّابِتِ بِالشَّرْعِ

      "Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara' (selama tidak bertentangan dengan syariat)."

Memperhatikan :
  1. Surat dari Perum Pegadaian No. 186/US.1.00/2007.
  2. Pendapat peserta Rapat Pleno DSN-MUI pada hari Kamis, 28 Shafar 1429 H./06 Maret 2008.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG RAHN TASJILY
Pertama : Ketentuan Umum
Rahn Tasjily –disebut juga dengan Rahn Ta’mini, Rahn Rasmi, atau Rahn Hukmi-- adalah jaminan dalam bentuk barang atas utang, dengan kesepakatan bahwa yang diserahkan kepada penerima jaminan (murtahin) hanya bukti sah kepemilikannya, sedangkan fisik barang jaminan tersebut (marhun) tetap berada dalam penguasaan dan pemanfaatan pemberi jaminan (rahin).
Kedua : Ketentuan Khusus
Rahn Tasjily boleh dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
  1. Rahin menyerahkan bukti sah kepemilikan atau sertifikat barang yang dijadikan jaminan (marhun) kepada murtahin;
  2. Penyerahan barang jaminan dalam bentuk bukti sah kepemilikan atau sertifikat tersebut tidak memindahkan  kepemilikan barang ke Murtahin.
  3. Rahin memberikan wewenang (kuasa) kepada murtahin untuk melakukan penjualan marhun, baik melalui lelang atau dijual ke pihak lain sesuai prinsip syariah, apabila terjadi wanprestasi atau tidak dapat melunasi utangnya;
  4. Pemanfaatan barang marhun oleh rahin  harus dalam batas kewajaran sesuai kesepakatan;
  5. Murtahin dapat mengenakan biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang marhun (berupa bukti sah kepemilikan atau sertifikat) yang ditanggung oleh rahin, berdasarkan akad Ijarah;
  6. Besaran biaya sebagaimana dimaksud huruf e tersebut tidak boleh dikaitkan dengan jumlah utang rahin kepada murtahin;
  7. Selain biaya pemeliharaan, murtahin dapat pula mengenakan biaya lain yang diperlukan pada pengeluaran yang riil.
  8. Biaya asuransi Rahn Tasjily ditanggung oleh Rahin.
Ketiga : Ketentuan umum fatwa No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn yang terkait dengan pelaksanaan akad Rahn Tasjily berlaku pula pada fatwa ini.
Keempat : Ketentuan Penutup
  1. Jika terjadi perselisihan (persengketaan) di antara para pihak, dan tidak tercapai kesepakatan di antara mereka maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional atau melalui Pengadilan Agama.
  2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 28 Shafar 1428 H

06 Maret 2008 M

DEWAN SYARI'AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua
K.H. MA Sahal Mahfudh
Sekretaris
Drs. H. M Ichwan Sam
Konten diambil dari situs http://www.dsnmui.or.id/