Pendapat Ibnu Taimiyyah:
والخَطَرُ خَطَرَانِ : خَطَرُ التِجَارَةِ وَهُوَ أَنْ يَشْتَرىَ الْسِلْعَةَ يَقْصِدُ اَن يَبِيْعَهَا بِرِبْحٍ وَيَتَوَكَّلُ عَلَى الله فِي ذَلِكَ، فَهَذَا لاَ بُدَّ مِنْهُ لِلتُجَّارِ وَالتاجِرُ يتوَكَّلُ عَلى اللهِ يَطْلُبُ مِنْهُ أَنْ يَأْتِيَ مَنْ يَشْتَرِي السِّلعةَ وَأَنْ يَبِيْعَهَا برِبْحٍ وَإِنْ كَانَ قد يَخسِرُ أحْيَانًا فالتِّجَارةُ لا تًكونُ إلاَّ كَذَلِكَ.
وَالْخَطَرُ الثَّانِي : الْمَيْسِرُ الَّذِي يَتَضَمَّنُ أَكْلَ أَمْوَالِ النَاسِ بِاْلبَاطِلِ فَهَذَا الَّذِي حَرَّمَهُ اللهُ وَرَسُولُهُ .
(ابن تيمية، تفسير آيات أشكلت عَلى كثير من العلماء ، مكتبة الرشد، الرياض، الطبعة: الأولى، 1417هـ / 1996م, ج 2, ص 700)
"Risiko terbagi menjadi dua. Pertama, risiko bisnis, yaitu seseorang membeli barang dengan tujuan menjualnya kembali dengan tujuan untuk mendapat keuntungan, dan selanjutnya dia bertawakkal kepada Allah atas hal tersebut. Risiko ini tidak bisa dihindari oleh para pebisnis. Pebisnis bertawakkal kepada Allah, meminta dari-Nya agar seseorang datang membeli barang dan dia dapat menjualnya dengan mengambil keuntungan. Meskipun kadang-kadang dia rugi. Bisnis (perniagaan) memang demikian.
Kedua risiko untung-untungan (maisir), yaitu risiko yang mengandung unsur memakan harta orang lain secara bathil. Risiko ini yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya."
(Tafsir Ayat Usykilat 'ala Katsir min al-'Ulama`, Ibn Taymiyyah, Jil. 2, hlm. 700)
Fatwa-fatwa DSN-MUI:
أولاً: الأَصْلُ فِيْ الْمُوَاعَدَةِ مِنَ الطَّرْفَيْنِ أَنَّهَا مُلْزِمَةٌ دِيَانَةً، وَلَيْسَـــــتْ مُلْزِمَةً قَضَاءً.
"Pertama, pada dasarnya muwa'adah yang dilakukan oleh dua belah pihak bersifat mengikat secara agama dan tidak mengikat secara hukum."
ثانياً: الْمُوَاعَدَةُ مِنَ الطَّرْفَيْنِ عَلَى عَقْدٍ تَحَايُلاً عَلَى الرِّبَا، مِثْلُ الْمُوَاطَأَةِ عَلَى الْعِيْنَةِ أَوْ الْمُوَاعَدَةِ عَلَى بَيْعٍ وَسَلَفٍ مَمْنُوْعَةٌ شَرْعاً.
"Kedua, muwa'adah yang dilakukan oleh kedua belah pihak untuk melakukan suatu akad sebagai hilah ribawi, antara lain transaksi jual-beli 'inah, dan transaksi bai' wa salaf, adalah dilarang dalam syariat Islam."
ثالثاً: فِي الْحَالاَتِ الَّتِي لاَ يُمْكِنُ فِيْهَا إِنْجَازُ عَقْدِ الْبَيْعِ لِعَدَمِ وُجُوْدِ الْمَبِيْعِ فِي مِلْكِ الْبَائِعِ مَعَ وُجُوْدِ حَاجَةٍ عَامَّةٍ لإِلْزَامِ كُلٍّ مِنَ الطَّرْفَيْنِ بِإِنْجَازِ عَقْدٍ فِي الْمُسْتَقْبَلِ بِحُكْمِ الْقَانُوْنِ أَوْ غَيْرِهِ، أَوْ بِحُكْمِ الأَعْرَافِ التِّجَارِيّةِ الدَّوْلِيّةِ، كَمَا فِي فَتْحِ الإِعْتِمَادِ الْمُسْتَنَدِيّ لاسْتِيْرَادِ الْبِضَاعَاتِ، فَإِنَّهُ يَجُوْزُ أَنْ تُجْعَلَ الْمُوَاعَدَةُ مُلْزِمَةً لِلطَّرْفَيْنِ إِمَّا بِتَقْنِيْنٍ مِنَ الْحُكُوْمة، وَإِمَّا بِاتِّفَاقِ الطَّرْفَيْنِ عَلَى نَصٍّ فِي الإِتِّفَاقِيّةِ يَجْعَلُ الْمُوَاعَدَةَ مُلْزِمَةً لِلطَّرْفَيْنِ.
"Ketiga, dalam kondisi akad jual-beli tidak mungkin dilaksanakan karena obyeknya belum dimiliki oleh penjual; sementara ada hajat yang masif untuk mengikat setiap pihak yang berakad untuk melakukan akad di masa yang akan datang, baik berdasarkan peraturan perundang-undangan, ketentuan lainnya, atau berdasarkan tradisi perdagangan internasional seperti pembukaan L/C (Letter of Credit) untuk impor barang, maka dalam kondisi tersebut boleh diberlakukan muwa'adah dapat bersifat mengikat bagi kedua belah pihak, baik dengan cara membuat undang-undang atau dengan kesepakatan kedua belah pihak yang tertuang dalam sebuah kesepakatan yang mengakibatkan muwa'adah bersifat mengikat bagi keduanya."
رابعاً: إِنَّ الْمُوَاعَدَةَ الْمُلْزِمَةَ فِي الْحَالَةِ الْمَذْكُوْرَةِ فِي الْبُنْدِ ثَالِثاً لاَ تَأْخُذُ حُكْمَ الْبَيْعِ الْمُضَافِ إِلَى الْمُسْتَقْبَلِ، فَلاَ يَنْتَقِلُ بِهَا مِلْكُ الْمَبِيْعِ إِلَى الْمُشْتَرِي، وَلاَ يَصِيْرُ الثَّمَنُ دَيْناً عَلَيْهِ، وَلاَ يَنْعَقِدُ الْبَيْعُ إلاَّ فِي الْمَوْعِدِ الْمُتَّفَقِ عَلَيْهِ بِإِيْجَابٍ وقَبُولٍ.
"Keempat, muwa'adah yang bersifat mengikat dalam kondisi sebagaimana yang disebut dalam poin ketiga, tidak berstatus sama dengan hukum jual-beli yang efektif di masa yang akan datang. Dengan demikian, kepemilikan barang tidak berpindah kepada (calon) pembeli dan harganya tidak menjadi utang (beban) pembeli, dan transaksi jual-beli ini tidak berlaku (sah) kecuali dengan ijab dan qabul pada waktu yang disepakati."
خامساً: إِذَا تَخَلَّفَ أَحَدُ طَرَفَي الْمُوَاعَدَةِ، فِي الْحَالاَتِ الْمَذْكُوْرَةِ فِي الْبُنْدِ ثَالِثــاً، عَمَّا وَعَدَ بِهِ، فَإِنَّهُ يُجْبَرُ قَضَاءً عَلَى إِنْجَـــــازِ الْعَقْدِ، أَوْ تَحَمُّلِ الضَّرَرِ الْفِعْلِيّ الْحَقِيْقِيّ الَّذِي لَحِقَ الطَّرْفَ الآخَرَ بِسَبَبِ تَخَلُّفِهِ عَنْ وَعْدِهِ (دُوْنَ الْفُرْصَةِ الضَّائِعَةِ).
"Kelima, jika salah satu pihak melanggar janji pada kondisi-kondisi yang disebutkan pada poin ketiga, maka pengadilan (atas permintaan pihak yang dirugikan) dapat menetapkan agar pihak yang menyalahi janji menunaikan janjinya atau menanggung kerugian nyata yang menimpa pihak lainnya akibat janji tersebut termasuk mengajukan ganti rugi (nyata) karena ingkar janji tersebut (dengan cara mengganti kerugian nyata, bukan kerugian potensial/opportunity lost)."
(Keputusan Lembaga Fikih Internasional OKI No. 157 tentang al-Muwa'adah wa al-Muwatha'ah fi al-'Uqud dalam sidang ke-17, 24-28 Juni 2006 di Amman)
Pendapat Syeikh Yusuf al-Syubaili:
فَإِذَا احْتَاجَتْ مُؤَسَّسَةٌ مَاِليَةٌ لِلسُّيُوْلَةِ فَإِنَّهَا تَبِيْعُ أَوْرَاقًا كَصُكُوْكٍ إِسْلاَمِيَّةٍ أَوْ أَسْهُمٍ بِثَمَنٍ نَقْدِيٍّ، وَتَنْقُلُ مِلْكِيَّتُهَا لِلْمُشْتَرِى مِلْكِيَّةً تَامَّةً، بِمَا لَهَا وَمَا عَلَيْهَا مِنْ حُقُوْقٍ، بِمَا فِيْ ذَلِكَ قَبْضُ اْلأَرْبَاحِ وَحُضُوْرُ الْجَمْعِيَّاتِ الْعُمُوْمِيَّةِ فِيْ الأَسْهُمِ وَالتَّصْوِيْتُ وَالْمُشَارَكَةُ فِي زِيَادَةِ رَأْسِ الْمَالِ، وَتَعْدِيْلُ عَقْدِ التَّأسِيْسِ وَالنِّظَامِ الأَسَاسِيّ لِلشَّرِكَةِ مُصْدِرَةِ الأَسْهُمِ، وَكَافَّةُ التَّصَرُّفَاتِ القَانُوْنِيَّةِ النَّاشِئَةِ عَنْ مِلْكِيَّةِ هَذِهِ الأَوْرَاقِ. وَيَقْتَرِنُ عَقْدُ الْبَيْعِ بِوَعْدٍ مِنْ قِبَلِ الْمُشْتَرِي بِبَيْعِ هَذِهِ الأَوْرَاقِ لِلْمَالِكِ اْلأَوَّلِ الْبَائِعِ خِلاَلَ فَتْرَةٍ مُحَدَّدَةٍ
"Jika lembaga keuangan perlu likuiditas, maka lembaga tersebut dapat menjual surat berharga seperti sukuk atau saham secara tunai. Dengan jual beli ini, maka kepemilikan surat berharga tersebut berpindah ke tangan pembeli secara penuh dengan berbagai akibat hukumnya, seperti mendapatkan keuntungan, menanggung risiko kerugian, hak menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham, hak suara, hak dalam penambahan modal, pengubahan akta perusahaan, pengubahan anggaran dasar/anggaran rumah tangga perusahaan penerbit saham, serta seluruh hak dan perbuatan hukum lain yang melekat pada surat berharga tersebut sesuai peraturan perundang-undangan. Transaksi jual ini disertai dengan janji dari pembeli untuk menjual kembali surat berharga tersebut kepada penjual pertama selama periode tertentu."
(Dr. Yusuf bin Abdullah asy-Syubaili, Adawat Idarah Makhathir al-Suyulah wa Bada`il Ittifaqiyah I'adah al-Syira` fi al-Mu`assasat al-Maliyyah al-Islamiyyah, hlm. 15)