Fatwa DSN MUI

Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Wakalah

FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor 95/DSN-MUI/VII/2014
Tentang
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Wakalah

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah

Menimbang :
  1. bahwa dalam rangka merespon secara sungguh-sungguh mengenai pengembangan dan fleksibilitas penerbitan dan pengelolaan SBSN oleh Pemerintah, diperlukan instrumen SBSN yang menggunakan struktur akad Wakalah;
  2. bahwa Pemerintah meminta penjelasan kepada DSN-MUI mengenai  SBSN Wakalah untuk pengembangan dan fleksibilitas penerbitan dan pengelolaan SBSN;
  3. bahwa fatwa DSN-MUI terkait SBSN dan Wakalah belum menjelaskan SBSN Wakalah;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, b, dan c tersebut, DSN-MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang SBSN Wakalah untuk dijadikan pedoman.
Mengingat :
  1. Firman Allah SWT:
    1. QS. al-Kahfi [18]: 19:

      ٰٓوَكَذَٰلِكَ بَعَثْنَٰهُمْ لِيَتَسَآءَلُوا۟ بَيْنَهُمْ ۚ قَالَ قَآئِلٌۭ مِّنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ ۖ قَالُوا۟ لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍۢ ۚ قَالُوا۟ رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَٱبْعَثُوٓا۟ أَحَدَكُم بِوَرِقِكُمْ هَٰذِهِۦٓ إِلَى ٱلْمَدِينَةِ فَلْيَنظُرْ أَيُّهَآ أَزْكَىٰ طَعَامًۭا فَلْيَأْتِكُم بِرِزْقٍۢ مِّنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا

      "Dan demikianlah Kami bangkitkan mereka agar saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkata salah seorang di antara mereka: 'Sudah berapa lamakah kalian berada (di sini)?' Mereka menjawab: 'Kita sudah berada (di sini) satu atau setengah hari.' Berkata (yang lain lagi): 'Tuhan kalian lebih mengetahui berapa lama kalian berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang dari kalian pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untuk kalian, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang pun.'"

    2. QS. Yusuf [12]: 55 tentang ucapan Nabi Yusuf a.s. kepada Raja:

      وَقَالَ ٱلْمَلِكُ ٱئْتُونِى بِهِۦٓ أَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِى ۖ فَلَمَّا كَلَّمَهُۥ قَالَ إِنَّكَ ٱلْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌۭ

      "Jadikanlah aku bendaharawan Negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman."

    3. QS. al-Baqarah [2]: 283:

      ... فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُم بَعْضًۭا فَلْيُؤَدِّ ٱلَّذِى ٱؤْتُمِنَ أَمَٰنَتَهُۥ وَلْيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥ ۗ ...

      "… Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya …"

    4. QS. al-Ma`idah [5]: 2:

      ... وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ ...

      "... Dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam (mengerjakan) dosa dan pelanggaran ..."

    5. QS. al-Ma`idah [5]: 1:

      يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَوْفُوا۟ بِٱلْعُقُودِ ۚ ...

      "Hai orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu ..."

    6. QS. al-Nisa` [4]: 29:

      يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍۢ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًۭا

      "Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perniagaan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kalian. Dan janganlah kalian membunuh diri kalian. Sungguh Allah Maha Penyayang kepada kalian."

  2. Hadis Nabi SAW:
    1. Hadis Nabi Riwayat al-Khamsah illa al-Nasa`i (Imam Hadis yang lima selain Nasa`i, yaitu al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan al-Tirmidzi) dari 'Urwah al-Bariqi:

      أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطَاهُ دِيْنَارًا لِيَشْتَرِيَ بِه أُضْحِيَّةً أَوْ شَاةً فَاشْتَرَى بِه شَاتَيْنِ، فَبَاعَ إِحْدَاهُمَا بِدِيْنَارٍ، فَأَتَاهُ بِشَاةٍ وَدِيْنَارٍ فَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ فِيْ بَيْعِهِ، فَكَانَ لَوِ اشْتَرَى تُرَابًا لَرَبِحَ فِيْهِ (رواه الخمسة إلاَ النسائيَّ).

      "Nabi s.a.w. memberikan satu dinar kepadanya ('Urwah) untuk dibelikan seekor hewan kurban atau seekor kambing; dengan satu dinar itu ia membeli dua ekor kambing, lalu ia jual salah satu dari dua ekor kambing tersebut; selanjutnya ia datang kepada Nabi, menyerahkan satu ekor kambing dan satu dinar. Nabi mendoakan agar 'Urwah memperoleh barakah dalam jual belinya. Oleh karena itu, seandainya 'Urwah membeli debu pun, tentu ia memperoleh keuntungan."

    2. Hadis riwayat Imam al-Bukhari dari Abu Hurairah:

      أَنَّ رَجُلاً أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَقَاضَاهُ فَأَغْلَظَ فَهَمَّ بِهِ أَصْحَابُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: دَعُوْهُ، فَإِنَّ لِصَاحِبِ الْحَقِّ مَقَالاً، ثُمَّ قَالَ: أَعْطُوْهُ سِنًّا مِثْلَ سِنِّهِ. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ لاَنَجِدُ إِلاَّ أَمْثَلَ مِنْ سِنِّهِ. فَقَالَ أَعْطُوْهُ، فَإِنَّ مِنْ خَيْرِكُمْ أَحْسَنَكُمْ قَضَاءً (رواه البخاري)

      "Seorang laki-laki datang kepada Nabi s.a.w. untuk menagih hutang kepada beliau dengan cara kasar, sehingga para sahabat berniat untuk "menanganinya". Beliau bersabda, 'Biarkan ia, sebab pemilik hak berhak untuk berbicara; Lalu Nabi bersabda, 'Berikanlah (bayarkanlah) kepada orang ini unta umur setahun seperti untanya (yang dihutang itu)'. Mereka menjawab, 'Kami tidak mendapatkannya kecuali yang lebih tua.' Rasulullah kemudian bersabda: 'Berikanlah kepadanya. Sesungguhnya orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang paling baik di dalam membayar."

    3. Hadis Nabi riwayat al-Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf:

      الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.

      "Shulh (penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat) dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali shulh yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."

    4. Hadis Nabi riwayat al-Bukhari dari Abi Humaid:

      عَنْ أَبِيْ حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: اِسْتَعْمَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلاً مِنَ اْلأَسْدِ عَلَى صَدَقَاتِ بَنِيْ سُلَيْمٍ يُدْعَى ابْنَ اللُّتْبِيَّةِ، فَلَمَّا جَاءَ حَاسَبَهُ (رواه البخاري(

      "Diriwayatkan dari Abu Humaid al-Sa'idi r.a., ia berkata: Rasulullah s.a.w. mengangkat seorang laki-laki dari suku Asd bernama Ibn Lutbiyah sebagai amil (petugas) untuk menghimpun zakat dari Bani Sulaim; ketika pulang (dari tugas tersebut), Rasulullah memeriksanya."

    5. Hadis Nabi riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Busr bin Sa'id:

      عَنْ بُسْرِ بْنِ سَعِيْدٍ أَنَّ ابْنَ السَّعْدِيِّ الْمَالِكِيِّ قَالَ : اسْتَعْمَلَنِيْ عُمَرُ عَلَى الصَّدَقَةِ، فَلَمَّا فَرَغْتُ مِنْهَا وَأَدَّيْتُ إِلَيْهِ أَمَرَ لِيْ بِعُمَالَةٍ، فَقُلْتُ: إِنَّمَا عَمِلْتُ للهِ، فَقَالَ: خُذْ مَا أُعْطِيْتَ، فَإِنِّيْ عَمِلْتُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَمَّلَنِيْ، فَقُلْتُ مِثْلَ قَوْلِكَ، فَقَالَ لِيْ رَسوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا أُعْطِيْتَ شَيْئًا مِنْ غَيْرِ أَنْتَسْألَ فَكُلْ وَتَصَدَّقْ (متفق عليه).

      "Diriwayatkan dari Busr bin Sa'id bahwa Ibn Sa'diy al-Maliki berkata: Umar mempekerjakan saya untuk menghimpun sedekah (zakat). Setelah selesai dan sesudah saya menyerahkan zakat kepadanya, Umar memerintahkan agar saya diberi imbalan (fee). Saya berkata: saya bekerja hanya karena Allah. Umar menjawab: Ambillah apa yang kamu beri; saya pernah bekerja (seperti kamu) pada masa Rasul, lalu beliau memberiku imbalan; saya pun berkata seperti apa yang kamu katakan. Kemudian Rasul bersabda kepada saya: Apabila kamu diberi sesuatu tanpa kamu minta, makanlah (terimalah) dan bersedekahlah."

  3. Ijma' ulama tentang dibolehkannya wakalah.
  4. Kaidah fikih:
    1. Kaidah fikih:

      الأصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا

      "Pada prinsipnya dalam setiap muamalah adalah diperbolehkan kecuali dalil menunjukkan pelarangannya."

    2. Kaidah fikih:

      دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ

      "Menghindarkan mafsadah (kerusakan/bahaya) harus didahulukan atas mendatangkan kemaslahatan."

Memperhatikan :
  1. Fatwa DSN No: 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah;
  2. Fatwa DSN No: 52/DSN-MUI/III/2016 tentang Akad Wakalah bil Ujrah pada Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah;
  3. Fatwa DSN No: 69/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara;
  4. Surat dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan RI No. S-771/PU/2013 tertanggal 07 November 2013;
  5. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional pada hari Selasa, tanggal 17 Ramadhan 1435 H/15 Juli 2014.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA (SBSN) WAKALAH
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:
  1. Surat Berharga Syariah Negara Wakalah (SBSN Wakalah) adalah SBSN wakalah bil istitsmar; yaitu SBSN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti kepemilikan atas bagian (حصة dari aset dalam kegiatan investasi yang dikelola oleh Perusahaan Penerbit SBSN selaku Wakil dari pemegang SBSN;
  2. Aset SBSN Wakalah adalah aset yang berupa barang, jasa, proyek, atau asset lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah sebagai dasar (underlying) penerbitan SBSN Wakalah.
Kedua : Ketentuan Hukum

Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Wakalah boleh dilakukan dengan mengikuti ketentuan yang terdapat dalam fatwa ini.

Ketiga : Ketentuan Khusus
    1. Penerbitan SBSN dapat dilakukan secara langsung oleh Pemerintah atau melalui Perusahaan Penerbit SBSN;
    2. Penerbit SBSN wajib menyatakan bahwa dirinya bertindak sebagai Wali Amanat/Wakil dari pemegang SBSN, untuk mengelola dana hasil penerbitan SBSN dalam berbagai kegiatan yang menghasilkan keuntungan;
    3. Penerbit SBSN wajib menerbitkan SBSN Wakalah;
    4. Penerbit SBSN sebagai Wakil dapat menjamin dana investor;
    5. Penerbit SBSN sebagai Wakil dalam pengelolaan dana hasil penerbitan SBSN wajib:
      1. menyampaikan kepada calon investor tentang rencana penggunaan dana dalam berbagai kegiatan yang akan dilakukannya, antara lain rencana jenis kegiatan, dan perkiraan keuntungan masing-masing kegiatan;
      2. menyampaikan jenis akad wakalah yang digunakan, yaitu wakalah tanpa ujrah (wakalah bi dunil ujrah) atau wakalah dengan ujrah (wakalah bil ujrah). Dalam hal wakalah bil ujrah, Penerbit SBSN wajib menyampaikan jumlah ujrah dan waktu pengenaannya;
      3. menggunakan dana tersebut dalam berbagai kegiatan yang menguntungkan, baik berupa kegiatan ijarah (sewa menyewa), tijarah (seperti pengadaan barang dan jasa) dan kegiatan lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah;
      4. menjaga komposisi kegiatan penggunaan sebagian besar dana atau sekurang-kurangnya 51% dalam bentuk aset berwujud dalam hal SBSN Wakalah diterbitkan untuk dapat diperdagangkan (tradeable) di pasar sekunder;
      5. menginformasikan penggunaan dana dalam kegiatan yang dilakukannya antara lain jenis kegiatan, perhitungan keuntungan masing-masing kegiatan, dan perhitungan keuntungan kegiatan;
      6. menginformasikan kepada investor apabila terdapat perbedaan antara pelaporan penggunaan dana dengan rencana yang telah disampaikan;
      7. menyerahkan sepenuhnya keuntungan yang diperoleh kepada pemegang SBSN dalam bentuk Imbalan SBSN secara periodik dan/atau pada saat jatuh tempo sesuai kesepakatan;
      8. menjelaskan dan mendapat opini syariah apabila terjadi penggunaan dana yang diragukan kepatuhan syariahnya.
    6. Dalam melakukan kegiatannya Penerbit SBSN:
      1. dapat melakukan transaksi dengan Pemerintah dan/atau pihak lain;
      2. dapat memberikan kuasa (wakalah) kepada Pemerintah atau pihak lain yang ditunjuk dalam rangka melakukan pengadaan dan/atau pengelolaan Aset SBSN;
      3. wajib memperhatikan substansi fatwa DSN-MUI terkait akad-akad yang digunakan dalam melakukan kegiatan investasi; dan/atau
      4. dapat menerima ujrah, dalam hal wakalah dilakukan dengan akad wakalah bil ujrah.
    7. Dalam melakukan kegiatannya Penerbit SBSN:
      1. melakukan kegiatan di luar wewenang yang diberikan dalam akad wakalah;
      2. mengambil atau menerima keuntungan dari hasil kegiatan investasi; dan/atau
      3. mengambil ujrah selain yang telah disepakati dalam akad wakalah bil ujrah.
    8. Pemerintah dapat membeli sebagian atau seluruh Aset SBSN Wakalah sebelum jatuh tempo, dengan membayar harga sesuai dengan kesepakatan.
    9. Untuk pembelian Aset SBSN Wakalah sebelum jatuh tempo, para pihak melakukan perubahan atau pengakhiran akad SBSN Wakalah.
Keempat :
  1. Jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang sesuai prinsip syariah.
  2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 17 Ramadhan 1435 H

15 Juli 2014 M

DEWAN SYARI'AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua
Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin, MA.
Sekretaris
Drs. H. M Ichwan Sam
Konten diambil dari situs http://www.dsnmui.or.id/