Mengingat |
: |
- Firman Allah SWT:
- QS. al-Ma`idah [5]: 1:
يٰأَيُّهَا الَّذينَ ءامَنوا أَوفوا بِالعُقودِ ...
"Hai orang-orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu …"
- QS al-Isra` [17]: 34:
... وَأَوفوا بِالعَهدِ إِنَّ العَهدَ كانَ مَسـٔولًا
"… Dan tunaikanlah janji-janji itu, sesungguhnya janji itu akan dimintai pertanggungjawaban."
- QS. al-Nisa’ [4] : 29:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ …
"Hai orang yang beriman! Janganlah kalian memakan (mengambil) harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi atas sukarela di antara kalian. ..."
- QS. al-Hasyr [59]: 18:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ...
"Wahai orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan) ..."
- Hadis Nabi SAW:
- Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas, dan riwayat Imam Malik dari Yahya:
”
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى أَنْ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ.
"Rasulullah SAW menetapkan: “Tidak boleh membahayakan / merugikan orang lain dan tidak boleh (pula) membalas bahaya (kerugian yang ditimbulkan oleh orang lain) dengan bahaya (perbuatan yang merugikannya)."
- Hadis Riwayat al-Hakim:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ لِرَجُلٍ وَهُوَ يَعِظُهُ: اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ )هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ وَلَمْ يُخْرِجَاهُ (.
"Rasulullah SAW bersabda kepada seseorang dalam rangka menasihati; "Ambillah kesempatan dalam lima kondisi sebelum datang kondisi lainnya: mudamu sebelum tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum sibukmu, dan hidupmu sebelum matimu." (HR. al-Hakim. Dia berkata, "Hadis ini adalah hadis shahih berdasarkan syarat-syarat Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, namun keduanya tidak meriwayatkannya.")
- Hadis riwayat Ibn Hibban RA:
قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرْسِلُ نَاقَتِي وَأَتَوَكَّلُ قَالَ اِعْقِلْهَا وَتَوَكَّلْ.
"Seseorang bertanya kepada Rasulullah terkait untanya, apakah saya (boleh) membiarkan (tidak mengikat) unta saya kemudian bertawakkal (kepada Allah), Rasulullah SAW bersabda: "Ikatlah untanya dan bertawakallah (kepada Allah)."
- Hadis Nabi riwayat Muslim, Abu Daud, al-Tirmidzi, Nasa'i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit, Nabi SAW bersabda:
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ، سَوَاءً بِسَوَاءٍ، يَدًا بِيَدٍ، فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ اْلأَصْنَافُ فَبِيْعُوْا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ.
"(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai."
- Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, Nabi SAW bersabda:
لاَ تَبِيْعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ وَلاَ تُشِفُّوْا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلاَ تَبِيْعُوا الْوَرِقَ بِالْوَرِقِ إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ وَلاَ تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلاَ تَبِيْعُوا مِنْهَا غَائِبًا بِنَاجِزٍ.
"Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai." (HR. Muslim)
- Hadis Riwayat Imam al-Bukhari:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ.
"Dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Ciri-ciri munafik ada tiga: 1. jika berbicara, ia bohong; 2. jika dipercaya, ia khianat, dan 3. Jika berjanji, ia ingkar."
- Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani, Nabi SAW bersabda:
الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.
"Shulh (penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat) dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali shulh yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."
- Kaidah fikih:
- Kaidah fikih:
الأَصْلُ فِي اْلأشْيَاءِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى التَّحْرِيْمِ.
"Pada dasarnya, segala sesuatu (bentuk muamalat) boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya."
- Kaidah fikih:
الضَّرَرُ يُزَالُ.
"Segala mudharat (bahaya) harus dihilangkan."
- Kaidah fikih:
الضَّرَرُ يُدْفَعُ بِقَدْرِ اْلإِمْكَانِ.
"Bahaya (dharar) dicegah sebisa mungkin."
- Kaidah fikih:
المَوَاعِيْدُ بِصُوَرِ التَّعَالِيْقِ تَكُوْنُ لاَزِمَةً.
"Janji dengan bentuk bersyarat adalah mengikat."
- Kaidah fikih:
الـمُعَلَّقُ بِالشَّرْطِ يَجِبُ ثُبُوْتُهُ عِنْدَ ثُبُوْتِ الشَّرْطِ.
"(Janji) yang dikaitkan dengan syarat, wajib dipenuhi apabila syaratnya telah terpenuhi."
- Kaidah fikih:
تَصَرُّفُ اْلإِمَامِ عَلَى الرَعِيَّةِ مَنُوْطٌ بِالْمَصْلَحَةِ.
Tindakan Imam (pemegang otoritas) terhadap rakyat harus mengikuti mashlahat." (As-Suyuthi, Al-Asybah wa al-Nazha`ir, 121)
- Kaidah fikih:
أَيْنَمَا وُجِدَتِ الْمَصْلَحَةُ فَثَمَّ حُكْمُ اللهِ.
"Di mana terdapat kemaslahatan, di sana terdapat hukum Allah."
- Pendapat Ulama:
-
َقَالَ الْإِمَامُ الشَّافِعِيُّ : وَإِذَا تَوَاعَدَ الرَّجُلاَنِ الصَّرْفَ فَلاَ بَأْسَ أَنْ يَشْتَرِيَ )الرَّجُلاَنِ( الْفِضَّةَ ثُمَّ يُقِرَّانِهَا عِنْدَ أَحَدِهِمَا حَتَّى يَتَبَايَعَاهَا وَيَصْنَعَا بِهَا مَا شَاءَا. (الأم، المنصورة : دار الوفاء، الطبعة الثالثة، 1426 هـ ، تحقيق وتخريج الدكتور رفعت فوزي عبد المطلب [4/58] )
"Imam Syafi’i berkata, "Jika dua pihak saling berjanji (muwa’adah) untuk melakukan transaksi sharf, maka mereka boleh membeli perak, kemudian menitipkannya pada salah satu pihak hingga mereka melakukan jual beli atas perak tersebut (sharf) dan mempergunakannya sesuai kehendak mereka."
-
وَقَالَ ابْنُ حَزْمٍ : وَالتَّوَاعُدُ فِي بَيْعِ الذَّهَبِ بِالذَّهَبِ أَوْ بِالْفِضَّةِ وَفِي بَيْعِ الْفِضَّةِ بِالْفِضَّةِ وَفِي سَائِرِ الْأَصْنَافِ الْأَرْبَعَةِ بَعْضِهَا بِبَعْضٍ جَائِزٌ تَبَايَعَا بَعْدَ ذَلِكَ أَوْ لَمْ يَتَبَايَعَا لِأَنَ التَّوَاعُدَ لَيْسَ بَيْعاً. (المحلى بالأثار، 76/465-466)
"Imam Ibnu Hazm berkata : “Muwa’adah untuk bertransaksi jual beli emas dengan emas, jual beli emas dengan perak, jual beli perak dengan perak, dan jual beli antara keempat barang-barang ribawi lainnya hukumnya boleh, baik setelah itu mereka melakukan transaksi jual beli atau tidak, karena muwa’adah bukan jual beli."
-
(وَفَسَدَ عَقْدُ الصَّرْفِ النَّاشِئُ عَنْ مُوَاعَدَةٍ مِنْ غَيْرِ إِنْشَاءِ عَقْدٍ...) أَيْ بَعْدَ ذَلِكَ أَيْ بَلْ جَعَلَاهَا نَفْسَ الْعَقْدِ. وَأَمَا لَوْ أَرَادَا أَنْ يَعْقِدَا بَعْدَ ذَلِكَ فَلَا ضَرَرَ، كَأَنْ يَّقُوْلَ لَهُ سِرْ بِنَا إِلَى السُّوْقِ بِدَرَاهِمِكَ فَإِنْ كَانَتْ جِيَاداً تَصَارَفْنَا أَيْ أَوْقَعْنَا عَقْدَ الصَّرْفِ بَعْدَ ذَلِكَ وَيُوَافِقُهُ الْآَخَرُ فَلَا ضَرَرَ فِيْهِ (حاشية العدوي على شرح الخرشي على مختصر خليل، مصر : مطبعة كبرى الأميرية، 1317 هـ، [5/38])
"(Akad sharf [pertukaran mata uang] yang timbul dari muwa’adah tanpa dilakukan akad adalah fasad. …), maksudnya, tanpa dilakukan akad sharf lagi setelah muwa’adah; dalam arti, para pihak menjadikan muwa’adah sebagai akad. … Jika kedua belah pihak berkehendak untuk melakukan akad sharf setelah itu (muwa’adah), maka hal itu tidak mengandung bahaya (tidak haram, boleh). Misalnya, seseorang berkata kepada orang lain: ‘Mari kita pergi ke pasar dengan membawa dirhammu. Jika ternyata dirham milikmu itu bagus, maka kita melakukan sharf, yakni kita melakukan akad sharf.’ Pihak kedua (pihak yang diajak bicara) pun menyetujuinya, maka hal itu tidak mengandung bahaya (tidak haram, boleh)."
|