Fatwa DSN MUI

Pembiayaan Ulang (Refinancing) Syariah

FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor 89/DSN-MUI/XII/2013
Tentang
Pembiayaan Ulang (Refinancing) Syariah

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah

Menimbang :
  1. bahwa di kalangan masyarakat muncul pertanyaan mengenai transaksi pembiayaan ulang (refinancing) yang sesuai dengan prinsip syariah;
  2. bahwa ketentuan tentang transaksi pembiayaan ulang (refinancing) yang berdasarkan prinsip syariah belum diatur dalam fatwa DSN-MUI;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dikemukakan dalam huruf a dan b, DSN-MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang pembiayaan ulang (refinancing) Syariah untuk dijadikan pedoman bagi Lembaga Keuangan Syariah (LKS).
Mengingat :
  1. Firman Allah SWT:
    1. QS. al-Ma'idah [5]: 1:

      يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَوْفُوا۟ بِٱلْعُقُودِ ۚ …

      "Hai orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu ..."

    2. QS. al-Nisa' [4]: 58:

      إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا۟ ٱلْأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُوا۟ بِٱلْعَدْلِ ...

      "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah dengan adil ..."

    3. QS. al-Isra' [17]: 34:

      … وَأَوْفُوْا بِالْعَهْدِ، إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُوْلاً .

      "... Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggunganjawabannya."

    4. QS. al-Baqarah [2]: 275:

      ... وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟ ۚ ...

      "... Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ..."

    5. QS. al-Baqarah [2]: 278:

      يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَذَرُوا۟ مَا بَقِىَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓا۟ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

      "Hai orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang yang beriman."

    6. QS. an-Nisa' [4]: 29:

      يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍۢ مِّنكُمْ ۚ ...

      "Hai orang yang beriman! Janganlah kalian memakan (mengambil) harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi atas sukarela di antara kalian ..."

    7. QS. al-Baqarah [2]: 283:

      ... فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُم بَعْضًۭا فَلْيُؤَدِّ ٱلَّذِى ٱؤْتُمِنَ أَمَٰنَتَهُۥ وَلْيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥ ۗ ...

      "… Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya …"

  2. Hadis Nabi SAW:
    1. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari 'Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu 'Abbas, dan riwayat Imam Malik dari Yahya:

      أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى أَنْ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
      (أخرجه ابن ماجه عن عبادة بن الصامت في سننه /الكتاب : الأحكام، الباب : من بنى في حقه مايضر بجاره، رقم الحديث : 2331، ورواه أحمد عن ابن عباس، ومالك عن يحي)

      "Rasulullah SAW menetapkan, tidak boleh membahayakan/merugikan orang lain dan tidak boleh (pula) membalas bahaya (kerugian yang ditimbulkan oleh orang lain) dengan bahaya (perbuatan yang merugikannya)."

    2. Hadis riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata:

      إِنَّ اللهَ تَعَالَى يَقُوْلُ: أَنَا ثَالِثُ الشَّرِيْكَيْنِ مَا لَمْ يَخُنْ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ، فَإِذَا خَانَ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا

      "Allah s.w.t. berfirman: 'Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak berkhianat, Aku keluar dari mereka."
      (HR. Abu Daud)

  3. Pendapat Ulama:
    1. وَإِنْ اشْتَرَى أَحَدُ الشَّرِيكَيْنِ حِصَّةَ شَرِيكِهِ مِنْهُ , جَازَ ; لِأَنَّهُ يَشْتَرِي مِلْكَ غَيْرِهِ (المغنى لابن قدامة 5/35)

      "Apabila salah satu dari dua yang bermitra (syarik) membeliporsi (bagian, hishshah) dari syarik lainnya, maka hukumnyaboleh, karena (sebenarnya) ia membeli milik pihak lain."
      (Ibn Qudamah dalam al-Mughni)

    2. لَوْ بَاعَ أَحَدُ الشَّرِيكَيْنِ فِي الْبِنَاءِ حِصَّتَهُ لِأَجْنَبِيٍّ لَا يَجُوزُ وَلِشَرِيكِهِ جَازَ. (رد المحتار على الدر المختار لابن عابدين 4/301)

      "Apabila salah satu dari dua orang yang bermitra (syarik) dalam (kepemilikan) suatu bangunan menjual porsi (hishshah)-nya kepada pihak lain, maka hukumnya tidak boleh; sedangkan jika menjual porsinya tersebut kepada syarik-nya, maka hukumnya boleh."
      (Ibn 'Abidin dalam Radd al-Muhtar 'ala al-Durr al-Mukhtar)

    3. هذِهِ الْمُشَارَكَةُ مَشْرُوَعَةٌ فِي الشَّرِيْعَةِ لاِعْتِمَادِهَا -كَاْلإِجَارَةِ الْمُنْتَهِيَةِ بِالتَّمْلِيْكِ_ عَلَى وَعْدٍ مِنَ الْبَنْكِ لِشَرِيْكِهِ بِأَنْ يَبِيْعَ لَهُ حِصَّتَهُ فِي الشِّرْكَةِ إِذَا سَدَّدَ لَهُ قِيْمَتَهَا. وَهِيَ فِيْ أَثْنَاءِ وُجُوْدِهَا تُعَدُّ شِرْكَةَ عِنَانٍ، حَيْثُ يُسَاهِمُ الطَّرَفَانِ بِرَأْسِ الْمَالِ، وَيًفَوِّضُ الْبَنْكُ عَمِيْلَهُ الشَّرِيْكَ بِإِدَارَةِ الْمَشْرُوْعِ. وَبَعْدَ انْتِهَاءِ الشِرْكَةِ يَبِيْعُ الْمَصْرَفُ حِصَّتَهُ للشَّرِيْكِ كُلِّيًّا أَوْ جُزْئِيًّا، بِاعْتِبَارِ هَذَا الْعَقْدِ عَقْدًا مُسْتَقِلاًّ، لاَ صِلَةَ لَهُ بِعَقْدِ الشِّرْكَةِ. (المعاملة المالية المعاصرة لوهبة الزحيلي 436-437)ِ

      "Musyarakah mutanaqishah ini dibenarkan dalam syariah, karena – sebagaimana Ijarah Muntahiyah bi-al-Tamlik—bersandar pada janji dari Bank kepada mitra (nasabah)-nya bahwa Bank akan menjual kepada mitra porsi kepemilikannya dalam Syirkah apabila mitra telah membayar kepada Bank harga porsi Bank tersebut. Di saat berlangsung, Musyarakah mutanaqishah tersebut dipandang sebagai Syirkah 'Inan, karena kedua belah pihak menyerahkan kontribusi ra'sul mal, dan Bank mendelegasikan kepada nasabah-mitranya untuk mengelola kegiatan usaha. Setelah selesai Syirkah Bank menjual seluruh atau sebagian porsinya kepada mitra, dengan ketentuan akad penjualan ini dilakukan secara terpisah yang tidak terkait dengan akad Syirkah."

    4. وَأَنَّ الْحَاجَةَ إِلَيْهَا [الإجارة] دَاعِيَةٌ؛ فَلَيْسَ لِكُلِّ وَاحِدٍ مَرْكُوْبٌ وَمَسْكَنٌ وَخَادِمٌ فَجُوِّزَتْ لِذلِكَ كَمَا جُوِّزَتْ بَيْعُ اْلأَعْيَانِ

      "… Kebutuhan orang mendorong adanya akad ijarah (sewa menyewa), sebab tidak setiap orang memiliki kendaraan, tempat tinggal dan pelayan (pekerja). Oleh karena itu, ijarah dibolehkan sebagaimana dibolehkan juga menjual benda."
      (Khathib al-Syarbini dalam Mughni al-Muhtaj)

    5. وَالْعَيْنُ الْمُسْتَأْجَرَةُ أَمَانَةٌ فِي يَدِ الْمُسْتَأْجِرِ , إنْ تَلِفَتْ بِغَيْرِ تَفْرِيطٍ , لَمْ يَضْمَنْهَا . (المغنى لابن قدامة 5/267)

      "Benda yang disewa adalah amanah di tangan penyewa; jika rusak bukan disebabkan kelalaian, penyewa tidak diminta harus bertanggung jawab (mengganti)."
      (Ibn Qudamah dalam al-Mughni)

  4. Dalil Mi'yar Syar'i No. 13 (7-1/7):

    اَلْأَصْلُ فِى رَأْسِ مَالِ الْمُضَارَبَةِ أَنْ يَكُوْنَ نَقْدًا. وَيَجُوْزُ أَنْ تَكُوْنَ الْعُرُوْضُ رَأْسَ مَالِ اْلمضَارَبَةِ. وَتُعْتَمَدُ فِى هَذِهِ الْحَالَةِ قِيْمَةُ الْعُرُوْضِ عِنْدَ التَّعَاقُدِ بِإِعْتِبَارِهَا رَأْسَ مَالِ اْلمضَارَبَةِ وَيَتِمُّ تَقْوِيْمُ الْعُرُوْضِ حَسَبَ رَأْيِ ذَوِي الْخِبْرَةِ بِاتِّفَاقِ الطَّرْفَيْنِ.

    "Pada prinsipnya modal usaha mudharabah harus berupa uang. Akan tetapi boleh pula shaibul mal menyerahkan modal usaha kepada mudharib berupa barang. Dalam hal modal usaha mudharabah berupa barang, harus dilakukan penksiran harga barang oleh pihak ahli yang disepakati para pihak pada saat akad dilakukan (untuk menentukan jumlah modal dalam mata uang yang digunakan)."

Memperhatikan :
  1. Hasil Pembahasan Working Group Perbankan Syariah (WGPS) tentang Pengalihan Piutang Pembiayaan Antar Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Bandung tanggal 7-9 Februari 2013, di Bandung tanggal 27-29 September 2013;
  2. Hasil Pembahasan Working Group Perbankan Syariah (WGPS) bersama Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) tentang Pengalihan Piutang Pembiayaan Antar Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Anyer Banten tanggal 20-22 Juni 2013;
  3. Pendapat peserta Rapat Pleno DSN-MUI pada hari Rabu, tanggal 04 Desember 2013.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG PEMBIAYAAN ULANG (REFINANCING) SYARIAH
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:
  1. Pembiayaan ulang (refinancing) adalah pemberian fasilitas pembiayaan baru bagi nasabah baru atau nasabah yang belum melunasi pembiayaan sebelumnya;
  2. Pembiayaan ulang syariah (sharia refinancing) adalah pembiayaan ulang berdasarkan prinsip syariah; 
  3. Pembiayaan ulang syariah (sharia refinancing) mencakup dua keadaan: 1) pembiayaan yang diberikan kepada calon nasabah yang telah memiliki aset sepenuhnya; dan 2) pembiayaan yang diberikan kepada calon nasabah yang telah menerima pembiayaan yang belum dilunasinya;
  4. Taqwim al-'urudh adalah penaksiran harga barang/penaksiran aset dengan mata uang tertentu yang disepakati pihak-pihak;
Kedua : Ketentuan Hukum

Pembiayaan ulang (refinancing) boleh dilakukan Lembaga Keuangan Syariah dengan mengikuti ketentuan-ketentuan dalam fatwa ini.

Ketiga : Ketentuan Akad terkait Pembiayaan Ulang (Refinancing)

Skema 1 : Akad musyarakah mutanaqishah dengan ketentuan sebagai berikut :

  1. Semua rukun, syarat dan ketentuan serta pedoman yang terdapat dalam akad musyarakah mutanaqishah (fatwa DSN-MUI Nomor: 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah), berlaku dalam akad pembiayaan ulang;
  2. Modal syirkah dalam  musyarakah mutanaqishah, boleh berupa uang sesuai kesepakatan dan boleh juga berupa barang ('urudh); dan
  3. Dalam hal modal syirkah berbentuk barang ('urudh), maka harus dilakukan taqwim al-'urudh.

Skema 2 : Akad al-bai’ wa al-isti’jar dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Semua rukun, syarat dan ketentuan yang terdapat dalam Akad al-Bai` ma'a al-isti`jar (Fatwa Nomor: 71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and Lease Back) berlaku dalam pembiayaan ulang;
  2. Semua rukun, syarat dan ketentuan yang terdapat dalam akad ijarah muntahiyyah bit tamlik (fatwa DSN-MUI Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang al-Ijarah al-Muntahiyyah bi al-Tamlik), berlaku dalam hal al-isti`jar yang digunakan adalah akad ijarah muntahiyah bi al-tamlik; dan
  3. Pengalihan kepemilikan obyek sewa (intiqal milkiyyah al-ma`jur) setelah akad ijarah selesai, harus menggunakan akad hibah dan tidak boleh menggunakan akad al-bai'.

Skema 3 : Akad al-bai' dalam rangka musyarakah mutanaqishah:

  1. Semua rukun, syarat dan ketentuan yang terdapat dalam Akad al-bai’ (antara lain Fatwa Nomor: 71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and Lease Back) berlaku dalam pembiayaan ulang;
  2. Semua rukun, syarat dan ketentuan serta pedoman yang terdapat dalam akad musyarakah mutanaqishah (fatwa DSN-MUI Nomor: 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah), berlaku dalam akad pembiayaan ulang.
Keempat : Mekanisme Musyarakah Mutanaqishah
  1. Calon Nasabah mengajukan pembiayaan kepada Lembaga Keuangan Syariah dalam rangka pembiayaan ulang (refinancing);
  2. Lembaga Keuangan Syariah melakukan penaksiran (taqwim al-'urudh) terhadap barang atau aset calon nasabah untuk ditentukan harga yang wajar, dalam rangka penentuan modal usaha (ra`sul mal) yang disertakan nasabah dalam bersyirkah dengan Lembaga Keuangan Syariah;
  3. Lembaga Keuangan Syariah menyertakan dana dalam jumlah tertentu yang akan dijadikan modal usaha syirkah dengan nasabah; yang disertai syarat agar Nasabah menyelesaikan kewajiban dan/atau utang atas pembiayaan sebelumnya jika ada;
  4. Lembaga Keuangan Syariah memberikan kuasa (akad wakalah) kepada nasabah untuk melakukan usaha yang halal dan baik antara lain dengan akad ijarah;
  5. Nasabah dan Lembaga Keuangan Syariah membagi keuntungan usaha sesuai nisbah yang disepakati atau porsi modal yang disertakan (proporsional), dan kerugian dibagi sesuai dengan porsi modal; dan
  6. Nasabah melakukan pengalihan komersil atas hishah milik Lembaga Keuangan Syariah secara berangsur sesuai perjanjian.
Kelima : Mekanisme al-Bai' wa al-Isti'jar
  1. Calon Nasabah yang memiliki barang ('urudh) mengajukan pembiayaan kepada Lembaga Keuangan Syariah dalam rangka pembiayaan ulang (refinancing);
  2. Lembaga Keuangan Syariah membeli barang ('urudh) milik nasabah dengan akad bai';
  3. Nasabah menyelesaikan kewajiban dan/atau utang atas pembiayaan sebelumnya jika ada;
  4. Lembaga Keuangan Syariah dan Nasabah melakukan akad Ijarah Muntahiyah bi at Tamlik; dan
  5. Pengalihan kepemilikan obyek sewa (ma`jur) kepada nasabah hanya boleh dilakukan dengan akad hibah, pada waktu akad ijarah berakhir.
Keenam : Mekanisme al-Bai' dalam Rangka Musyarakah Mutanaqishah
  1. Calon Nasabah yang memiliki barang ('urudh) mengajukan pembiayaan kepada Lembaga Keuangan Syariah dalam rangka pembiayaan ulang (refinancing);
  2. Lembaga Keuangan Syariah melakukan penaksiran (taqwim al-'urudh) terhadap barang atau aset calon nasabah untuk ditentukan harga yang wajar, dalam rangka pembelian sebagiannya oleh Lembaga Keuangan syariah;
  3. Lembaga Keuangan Syariah membeli (dengan akad al-bai') atas sebagian  barang dari Nasabah, sehingga terjadi syirkah atas barang dalam rangka pembentukan modal usaha syirkah;
  4. Nasabah menyelesaikan kewajiban dan/atau utang atas pembiayaan sebelumnya jika ada;
  5. Lembaga Keuangan Syariah dan Nasabah melakukan akad musyarakah mutanaqishah dengan modal berupa barang yang dinyatakan dalam hishah/unit hishah.
Ketujuh : Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Kedelapan : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 01 Shafar 1435 H

04 Desember 2013 M

DEWAN SYARI'AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua
K.H. MA Sahal Mahfudh
Sekretaris
Drs. H. M Ichwan Sam
Konten diambil dari situs http://www.dsnmui.or.id/