Fatwa DSN MUI

Penyelesaian Piutang dalam Ekspor

FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor 60/DSN-MUI/I/2007
Tentang
Penyelesaian Piutang dalam Ekspor

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah

Menimbang :
  1. bahwa fatwa DSN No. 35/DSN-MUI/IX/2002 tentang L/C Ekspor belum meliputi ketentuan tentang penyelesaian piutang yang timbul dari transaksi ekspor;
  2. bahwa ketentuan tentang penyelesaian piutang dalam transaksi ekspor diperlukan oleh LKS guna memenuhi kebutuhan objektif dalam rangka memberikan pelayanan terhadap nasabah;
  3. bahwa agar penyelesaian piutang dalam transaksi ekspor dilakukan sesuai dengan prinsip prinsip syariah, DSN-MUI memandang menetapkan fatwa tentang hal tersebut untuk dijadikan pedoman.
Mengingat :
  1. Firman Allah SWT, antara lain:
    1. QS. al-Nisa' [4] : 29 :

      يَا أَيُّهَا الَّذَيْنِ آمَنُوْا لاَ تَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ...

      "Hai orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta saudaramu dengan cara yang bathil, kecuali dengan cara perniagaan yang saling rela di antara kalian …"

    2. QS. al-Ma'idah [5]: 1:

      يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ …

      "Hai orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu …"

    3. QS al-Kahfi [18]: 19:

      فَابْعَثُوْا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هذِهِ إِلَى الْمَدِيْنَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلاَ يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا.

      "Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini. Dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan yang lebih baik bagimu, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorangpun."

    4. QS. Yusuf [12]: 55:

      قَالَ اجْعَلْنِيْ عَلَى خَزَائِنِ اْلأَرْضِ إِنِّى حَفِيْظٌ عَلِيْمٌ.

      "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman."

    5. QS. al-Baqarah [2]: 283:

      فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذَيْ اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللهَ رَبَّهُ ...

      " … Maka jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya …"

    6. QS. al-Qashash [28]: 26:

      قاَلَتْ اِحْدَاهُمَا يَآ أَبَتِ اسْتَئْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ اْلأَمِيْنُ.

      "Salah seorang dari kedua wanita itu berkata : Hai ayahku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dipercaya."

    7. QS. al-Nisa' [4]: 58:

      إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ، إِنَّ اللهَ كَانَ سَمِيْعًا بَصِيْرًا

      "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat."

  2. Hadis Nabi SAW, antara lain:
    1. Hadis Nabi riwayat Imam Muslim, Abu Dawud, dan Nasa'i dari Busr bin Sa'id, ia berkata:

      أَنَّ ابْنَ السَّاعِدِيِّ الْمَالِكِيِّ قَالَ: اسْتَعْمَلَنِيْ عُمَرُ عَلَى الصَّدَقَةِ، فَلَمَّا فَرَغْتُ مِنْهَا وَأَدَّيْتُ إِلَيْهِ أَمَرَ لِيْ بِعُمَالَةٍ، فَقُلْتُ: إِنَّمَا عَمِلْتُ لله وَأَجْرِيْ عَلَى اللهِِ، فَقَالَ: خُذْ مَا أُعْطِيْتَ، فَإِنِّيْ عَمِلْتُ عَلَى عَهْدِ رَسًوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَألِهِ وَسَلَّمَ فَعَمَّلَنِيْ، فَقُلْتُ مِثْلَ قَوْلِكَ، فَقَالَ لِيْ رَسًوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَألِهِ وَسَلَّمَ: إِذَا أُعْطِيْتَ شَيْئًا مِنْ غَيْرِ أَنْ تَسْألَ فَكُلْ وَتَصَدَّقْ.

      "Ibn Sa'idiy al-Maliki berkata: Umar mempekerjakan saya untuk mengambil sedekah (zakat). Setelah selesai dan sesudah saya menyerahkan zakat kepadanya, Umar memerintahkan agar saya diberi imbalan (fee). Saya berkata: saya bekerja hanya karena Allah dan imbalan untuk saya pun ditanggung oleh Allah. Umar menjawab: Ambillah apa yang kamu beri; saya pernah bekerja (seperti kamu) pada masa Rasul, lalu beliau memberiku imbalan; saya pun berkata seperti apa yang kamu katakan. Kemudian Rasul bersabda kepada saya: Apabila kamu diberi sesuatu tanpa kamu minta, makanlah (terimalah) dan bersedekahlah."

    2. Hadis Nabi riwayat Imam Muslim, Abu Dawud, al-Tirmidzi, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda:

      مَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَاللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَادَامَ الْعَبْدُ فِيْ عَوْنِ أَخِيْهِ.

      "Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan dunia, Allah akan melepaskan dari orang tersebut suatu kesulitan pada hari kiamat; Allah senantiasa menolong hamba selama hamba itu menolong saudaranya."

    3. Hadis Nabi riwayat Imam Baihaqi dari Abu Hurairah serta 'Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa'id al-Khudri, Nabi SAW bersabda:

      مَنِ اسْتَأْجَرَ أَجِيْرًا فَلْيُعْلِمْهُ أَجْرَهُ.

      "Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya."

    4. Hadis Nabi riwayat Imam Abu Dawud dan Al-Tirmidzi dari Hakim bin Hizam:

      أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ حَكِيمَ بْنَ حِزَامٍ يَشْتَرِي لَهُ أُضْحِيَّةً بِدِينَارٍ فَاشْتَرَى أُضْحِيَّةً ...

      "Rasulullahi SAW memerintahkan Hakim bin Hizam untuk membeli hewan qurban dengan harga satu dinar. Hakim pun membelinya …"

    5. Hadis Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari 'Amr bin 'Auf al-Muzani, Nabi SAW bersabda:

      الصُلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.

      "Shulh (penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat) boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali shulh yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."

  3. Kaidah Fikih:
    1. الأَصْلُ فِي الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.

      "Pada dasarnya, segala bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya."

    2. أَيْنَمَا وُجِدَتِ الْمَصْلَحَةُ فَثَمَّ حُكْمُ اللهِ.

      "Di mana terdapat kemaslahatan, di sana terdapat hukum Allah."

    3. الْمَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرَ

      "Kesulitan dapat menarik kemudahan."

    4. الحَاجَةُ قَدْ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ

      "Keperluan dapat menduduki posisi darurat."

    5. الثَّابِتُ بِالْعُرْفِ كَالثَّابِتِ بِالشَّرْعِ

      "Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara' (selama tidak bertentangan dengan syari'at)."

Memperhatikan :
  1. Pendapat ulama tentang Wakalah bil-Ujrah, antara lain:
    1. Ibnu Qudamah dalam al-Mughni:

      وَيَجُوْزُ التَّوْكِيْلُ بِجُعْلٍ وَغَيْرِ جُعْلٍ، فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَألِهِ وَسَلَّمَ وَكَّلَ أُنَيِسًا فِيْ إِقَامَةِ الْحَدِّ، وَعُرْوَةَ فِيْ شِرَاءِ شَاةٍ، وَأبَا رَافِعٍ فِيْ قَبُوْلِ النِّكَاحِ بِغَيْرِ جُعْلٍ؛ وَكَانَ يَبْعَثُ عُمَّالَهُ لِقَبْضِِ الصَّدَقَاتِ وَيَجْعَلُ لَهُمْ عُمَالَةً (المغنى لإبن قدامة، [القاهرة: دار الحديث، 2004]، ج. 6، ص. 468)

      "Akad taukil (wakalah) boleh dilakukan, baik dengan imbalan maupun tanpa imbalan. Hal itu karena Nabi shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam pernah mewakilkan kepada Unais untuk melaksanakan hukuman, kepada Urwah untuk membeli kambing, dan kepada Abu Rafi' untuk melakukan qabul nikah, (semuanya) tanpa memberikan imbalan. Nabi pernah juga mengutus para pegawainya untuk memungut sedekah (zakat) dan beliau memberikan imbalan kepada mereka."
      (Ibn Qudamah, al-Mughni, [Kairo: Dar al-Hadis, 2004], juz 6, h. 468).

    2. Imam Syaukani ketika menjelaskan hadis Busr bin Sa'id:

      وَفِيْهِ أَيْضًا دَلِيْلٌ عَلَى أَنَّ مَنْ نَوَى التَّبَرُّعَ يَجُوْزُ لَهُ أَخْذُ اْلأُجْرَةِ بَعْدَ ذَلِكَ (نيل الأوطار للشوكاني، [القاهرة: دار الحديث، 2000] ، ج.: 4؛ ص.: 527)

      "Hadis Busr bin Sa'id tersebut menunjukkan pula bahwa orang yang melakukan sesuatu dengan niat tabarru' (semata-mata mencari pahala, dalam hal ini menjadi wakil) boleh menerima imbalan."
      (Al-Syaukani, Nail al-Authar, [Kairo: Dar al-Hadits, 2000], j. 4, h. 527).

    3. Penulis Takmilah Fath al-Qadirdan Wahbah Zuhaili:

      تَصِحُّ الْوَكَالَةُ بِأَجْرٍ وَبِغَيْرِ أَجْرٍ، لأنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَألِهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَبْعَثُ عُمَّالَهُ لِقَبْضِِ الصَّدَقَاتِ وَيَجْعَلُ لَهُمْ عُمُوْلَةً... وَإِذَا كَانَتِ الْوَكَالَةُ بِأَجْرٍ أَيْ (بِجُعْلٍ) فَحُكْمُهَا حُكْمُ اْلإِجَارَاتِ. (تكملة فتح القدير، ج. 6، ص. 2؛ الفقه الإسلامى وأدلته للدكتور وهبة الزحيلى ج.5 ص. 4058)

      "Wakalah sah dilakukan baik dengan imbalan maupun tanpa imbalan, hal itu karena Nabi shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam pernah mengutus para pegawainya untuk memungut sedekah (zakat) dan beliau memberikan imbalan kepada mereka… Apabila wakalah dilakukan dengan memberikan imbalan maka hukumnya sama dengan hukum ijarah."
      (Fath al-Qadir, juz 6, h. 2; Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh alIslami wa Adillatuh, [Dimasyq: Dar al-Fikr, 2002], juz 5, h. 4058).

  2. Pendapat peserta Rapat Pleno DSN-MUI pada hari Rabu, 13 Jumadil Awal 1428 H / 30 Mei  2007.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG PENYELESAIAN PIUTANG DALAM EKSPOR
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan Penyelesaian Piutang dalam Ekspor adalah pengalihan penyelesaian piutang dari pihak yang berpiutang kepada LKS, kemudian LKS menagih piutang tersebut kepada pihak yang berutang atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berutang.
Kedua : Ketentuan Akad
  1. Akad yang dapat digunakan dalam Anjak Piutang Ekspor adalah Wakalah bil Ujrah yang dapat disertai dengan Qardh.
  2. Pihak yang berpiutang mewakilkan kepada pihak LKS untuk melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor dan menagih piutang kepada pihak yang berutang atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berutang.
  3. LKS melakukan penagihan (collection) kepada pihak yang berutang atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berutang.
  4. LKS dapat memberikan dana talangan (Qardh) kepada pihak yang berpiutang sebesar nilai piutang; dan qardh ini terbayar dengan hasil penagihan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 di atas.
  5. Atas jasanya untuk melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor dan menagih piutang tersebut, LKS dapat memperoleh ujrah/fee.
  6. Besar ujrah harus disepakati pada saat akad dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase yang dihitung dari pokok piutang.
  7. Pembayaran ujrah dapat diambil dari dana talangan  sesuai kesepakatan dalam akad.
  8. Antara akad Wakalah bil Ujrah dan akad Qardh, tidak dibolehkan adanya keterkaitan (ta’alluq).
Ketiga : Ketentuan Penutup
  1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah atau Pengadilan Agama setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
  2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagai-mana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 13 Jumadil Awal 1428 H

30 Mei 2007 M

DEWAN SYARI'AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua
K.H. MA Sahal Mahfudh
Sekretaris
Drs. H. M Ichwan Sam
Konten diambil dari situs http://www.dsnmui.or.id/