Fatwa DSN MUI

Wakaf Manfaat Asuransi dan Manfaat Investasi pada Asuransi Jiwa Syariah

FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor 106/DSN-MUI/X/2016
Tentang
Wakaf Manfaat Asuransi dan Manfaat Investasi pada Asuransi Jiwa Syariah

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah

Menimbang :
  1. bahwa masyarakat, lembaga wakaf, dan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) memerlukan penjelasan dari segi syariah tentang hukum mewakafkan manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah;
  2. bahwa ketentuan hukum mengenai mewakafkan manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah belum diatur dalam fatwa DSN-MUI;
  3. bahwa atas dasar pertimbangan huruf a dan b, DSN-MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah untuk dijadikan pedoman;
Mengingat :
  1. Firman Allah SWT:
    1. QS. al-Ma`idah (5): 1:

      يٰأَيُّهَا الَّذينَ ءامَنوا أَوفوا بِالعُقودِ ...

      “Hai orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu ...”

    2. QS. al-Isra` (17): 34

      ... وَأَوفوا بِالعَهدِ إِنَّ العَهدَ كانَ مَسـٔولًا

      “… Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.”

    3. QS. Ali 'Imran (3): 92

      لَن تَنالُوا البِرَّ حَتّىٰ تُنفِقوا مِمّا تُحِبّونَ وَما تُنفِقوا مِن شَيءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَليمٌ

      “Kalian sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kkalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai. Dan apa saja yang kalian nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”

    4. QS. Al-Baqarah (2): 267

      يٰأَيُّهَا الَّذينَ ءامَنوا أَنفِقوا مِن طَيِّبٰتِ ما كَسَبتُم وَمِمّا أَخرَجنا لَكُم مِنَ الأَرضِ ...

      “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kalian yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kalian ...”

    5. QS. Al-Ma`idah (5): 2

      ... وَتَعاوَنوا عَلَى البِرِّ وَالتَّقوىٰ وَلا تَعاوَنوا عَلَى الإِثمِ وَالعُدوٰنِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَديدُ العِقابِ

      “... Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.

  2. Hadis Nabi SAW:
    1. Hadis Nabi riwayat al-Nasa`i:

      عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : قَالَ عُمَرُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إنَّ الْمِائَةَ سَهْمٍ لِيْ بِخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالًا قَطُّ أَعْجَبَ إِلَيَّ مِنْهَا، قَدْ أَرَدْتُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهَا؛ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِحْبِسْ أَصْلَهَا وَسَبِّلْ ثَمَرَتَهَا .

      “Diriwayatkan dari Ibn Umar RA, ia berkata, "Umar RA berkata kepada Nabi SAW, "Saya mempunyai seratus bagian (tanah/kebun) di Khaibar, belum pernah saya mendapatkan harta yang paling saya kagumi melebihi tanah itu. Saya bermaksud menyedekahkannya." Nabi SAW berkata, "Tahanlah pokoknya dan sedekahkan hasilnya pada sabilillah.”

    2. Hadis Nabi Riwayat Imam al-Bukhari:

      عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ أَصَابَ أَرْضًا بِخَيْبَرَ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَأْمِرُهُ فِيهَا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَصَبْتُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالًا قَطُّ أَنْفَسَ عِنْدِي مِنْهُ فَمَا تَأْمُرُ بِهِ قَالَ إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا قَالَ فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ أَنَّهُ لَا يُبَاعُ وَلَا يُوهَبُ وَلَا يُورَثُ وَتَصَدَّقَ بِهَا فِي الْفُقَرَاءِ وَفِي الْقُرْبَى وَفِي الرِّقَابِ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَالضَّيْفِ لَا جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ وَيُطْعِمَ غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ قَالَ فَحَدَّثْتُ بِهِ ابْنَ سِيرِينَ فَقَالَ غَيْرَ مُتَأَثِّلٍ مَالًا

      Dari Ibnu Umar RA, bahwa Umar RA memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk mohon petunjuk. Umar berkata, "Wahai Rasulullah! Saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku?" Rasulullah bersabda, "Bila kau suka, kau tahan tanah itu dan engkau sedekahkan." Ibnu Umar berkata, "Kemudian Umar menyedekahkan tanah tersebut, (disertai persyaratan) tidak dijual, tidak diwariskan dan tidak juga dihibahkan. selanjutnya Umar menyedekahkannya kepada orang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Dan tidak dilarang bagi yang mengelola tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara yang baik dengan tidak bermaksud menumpuk harta."

    3. Hadis Nabi Riwayat Muslim:

      عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ .

      “Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, "Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputus darinya amalnya kecuali dari tiga hal (yaitu): dari sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.”

    4. Hadis Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi:

      عَنْ عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ الْمُزَنِيِّ رضي الله تعالى عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إلَّا صُلْحًا حَرَّمَ حَلَالًا أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا. وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ، إلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا، أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.

      “Dari ‘Amr bin ‘Auf al-Muzanni, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sulh (penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat) boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali sulh yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”

  3. Kaidah fikih:

    الأَصْلُ فِي الْمُعَامَلَاتِ الإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَّدُلَّ دَلِيلٌ عَلَى تَحْرِيمِهَا .

    “Pada dasarnya, segala bentuk muamalat itu boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

Memperhatikan :
  1. Penjelasan para fuqaha mengenai Mauquf bih.
    1. Wakaf adalah menahan harta yang dapat dimanfaatkan dan/atau di-istitsmar-kan tanpa lenyap bendanya, dengan tidak menjual, menghibahkan, dan/atau mewariskannya, dan hasilnya disalurkan pada sesuatu yang mubah kepada penerima manfaat wakaf yang ada.
    2. Syarat-syarat obyek wakaf menurut pendapat ulama, antara lain adalah:
      1. harta yang diwakafkan harus harta yang berharga/bernilai secara syariah (mal mutaqawwam);
      2. harta yang diwakafkan harus harta yang sudah jelas dan terukur (ma'lum); dan
      3. harta yang diwakafkan harus harta yang sudah menjadi milik penuh (milk tam) bagi wakif pada saat akad wakaf dilakukan.
  2. Surat-surat terkait, yaitu :
    1. Surat dari Sun Life Financial Syariah No. 01/E/SHD/ 11/2015 tanggal 27 Februari 2015 perihal Surat Konfirmasi Program Manfaat Investasi Asuransi Jiwa Syariah untuk Wakaf.
    2. Surat dari Lembaga Wakaf Al-Azhar No.019/Dir-Wakaf/III/2014 tanggal 26 Maret 2014 perihal Permohonan Ketetapan Aspek Syariah atas Produk Wakaf Wasiat Polis Asuransi.
    3. Keputusan Rapat Kerja DSN-MUI tanggal 11-13 Februari 2016 yang dilaksanakan di Bogor.
  3. Fatwa DSN-MUI:
    1. Fatwa DSN-MUI Nomor: 21 /DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah;
    2. Fatwa DSN-MUI Nomor: 51 /DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah (Ketentuan Kedua, Ketentuan Hukum, angka 2); dan
    3. Fatwa DSN-MUI NO: 85/DSN-MUI/XII/2012 Tentang Janji (Wa'd) Dalam Transaksi Keuangan Dan Bisnis Syariah
  4. Fatwa MUI tentang Wakaf Uang tanggal 11 Mei 2002
  5. Pendapat peserta Rapat Pleno DSN-MUI tanggal 01 Oktober 2016

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG WAKAF MANFAAT ASURANSI DAN MANFAAT INVESTASI PADA ASURANSI JIWA SYARIAH.
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:
  1. Wakaf adalah menahan harta yang dapat dimanfaatkan dan/atau di-istitsmar-kan tanpa lenyap bendanya, dengan tidak menjual, menghibahkan, dan/atau mewariskannya, dan hasilnya disalurkan pada sesuatu yang mubah kepada penerima manfaat wakaf yang ada.
  2. Manfaat Asuransi adalah sejumlah dana yang bersumber dari Dana Tabarru’ yang diserahkan kepada pihak yang mengalami musibah atau pihak yang ditunjuk untuk menerimanya.
  3. Manfaat Investasi adalah sejumlah dana yang diserahkan kepada peserta program asuransi yang berasal dari kontribusi investasi peserta dan hasil investasinya.
Kedua : Ketentuan Hukum
  1. Pada prinsipnya Manfaat Asuransi dimaksudkan untuk melakukan mitigasi risiko peserta atau pihak yang ditunjuk.
  2. Mewakafkan Manfaat Asuransi dan Manfaat Investasi pada asuransi jiwa syariah hukumnya boleh dengan mengikuti ketentuan yang terdapat dalam Fatwa ini.
    Ketiga : Ketentuan Khusus
    1. Ketentuan Wakaf Manfaat Asuransi
      1. Pihak yang ditunjuk untuk menerima manfaat asuransi menyatakan janji yang mengikat (wa’d mulzim) untuk mewakafkan manfaat asuransi;
      2. Manfaat asuransi yang boleh diwakafkan paling banyak 45% dari total manfaat asuransi;
      3. Semua calon penerima manfaat asuransi yang ditunjuk atau penggantinya menyatakan persetujuan dan kesepakatannya; dan
      4. Ikrar wakaf dilaksanakan setelah manfaat asuransi secara prinsip sudah menjadi hak pihak yang ditunjuk atau penggantinya.
    2. Ketentuan Wakaf Manfaat Investasi
      1. Manfaat investasi boleh diwakafkan oleh peserta asuransi;
      2. Kadar jumlah manfaat investasi yang boleh diwakafkan paling banyak sepertiga (1/3) dari total kekayaan dan/atau tirkah, kecuali disepakati lain oleh semua ahli waris.
    3. Ketentuan Ujrah terkait dengan produk wakaf
      1. Ujrah tahun pertama paling banyak 45% dari kontribusi reguler;
      2. Akumulasi ujrah tahun berikutnya paling banyak 50% dari kontribusi reguler.
    Keempat : Ketentuan Penutup
    1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
    2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

    Ditetapkan di : Jakarta
    Tanggal : 29 Dzulhijjah 1437 H

    01 Oktober 2016 M

    DEWAN SYARI'AH NASIONAL
    MAJELIS ULAMA INDONESIA

    Ketua
    DR. KH. Ma'ruf Amin
    Sekretaris
    Dr. H. Anwar Abbas, M.M., M.Ag.
    Konten diambil dari situs http://www.dsnmui.or.id/