Fatwa DSN MUI

Anjak Piutang Syariah

FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor 67/DSN-MUI/III/2008
Tentang
Anjak Piutang Syariah

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah

Menimbang :
  1. bahwa salah satu kegiatan usaha yang diperlukan masyarakat adalah kegiatan pembelian piutang dagang jangka pendek, atau yang biasa disebut anjak piutang;
  2. bahwa kegiatan anjak piutang yang ada saat ini tidak sesuai dengan syariah karena kegiatan tersebut mengandung riba, gharar dan termasuk jual beli barang yang pada saat itu tidak dapat diserahterimakan (ghair maqdur al-taslim);
  3. bahwa agar transaksi anjak piutang dapat dilakukan sesuai dengan prinsip syariah, DSN-MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang Anjak Piutang Syariah untuk dijadikan pedoman.
Mengingat :
  1. Firman Allah SWT, antara lain:
    1. يَا أَيُّهَا الَّذَيْنِ آمَنُوْا لاَ تَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ... (النساء: 29)

      "Hai orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta saudaramu dengan cara yang bathil, kecuali dengan cara perniagaan yang saling rela di antara kalian …" (QS. al-Nisa' [4] : 29)

    2. يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ … (المائدة: 1)

      "Hai orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu …" (QS. al-Ma'idah [5]: 1)

    3. فَابْعَثُوْا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هذِهِ إِلَى الْمَدِيْنَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلاَ يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا (الكهف: 19)

      "Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini. Dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan yang lebih baik bagimu, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorangpun." (QS. al-Kahfi [18]: 19)

    4. قَالَ اجْعَلْنِيْ عَلَى خَزَائِنِ اْلأَرْضِ إِنِّى حَفِيْظٌ عَلِيْمٌ (يوسف: 55)

      "Yusuf berkata: Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman." (QS . Yusuf [12]: 55)

    5. فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذَيْ اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللهَ رَبَّهُ ... (البقرة: 238)

      " … Maka jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya …" (QS . al-Baqarah [2]: 283)

    6. قاَلَتْ اِحْدَاهُمَا يَآ أَبَتِ اسْتَئْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ اْلأَمِيْنُ (القصص: 26)

      "Salah seorang dari kedua wanita itu berkata : Hai ayahku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dipercaya." (QS. al-Qashash [28]: 26)

    7. إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ، إِنَّ اللهَ كَانَ سَمِيْعًا بَصِيْرًا (النساء: 58)

      "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. al-Nisa' [4]: 58)

  2. Hadis Nabi SAW, antara lain::
    1. Hadis Nabi riwayat Imam Muslim, Abu Dawud, dan Nasa'i dari Busr bin Sa'id, ia berkata:

      أَنَّ ابْنَ السَّاعِدِيِّ الْمَالِكِيِّ قَالَ: اسْتَعْمَلَنِيْ عُمَرُ عَلَى الصَّدَقَةِ، فَلَمَّا فَرَغْتُ مِنْهَا وَأَدَّيْتُ إِلَيْهِ أَمَرَ لِيْ بِعُمَالَةٍ، فَقُلْتُ: إِنَّمَا عَمِلْتُ لله وَأِحْرِيْ عَلَى اللهِِ، فَقَالَ: خُذْ مَا أُعْطِيْتَ، فَإِنِّيْ عَمِلْتُ عَلَى عَهْدِ رَسًوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَألِهِ وَسَلَّمَ فَعَمَّلَنِيْ، فَقُلْتُ مِثْلَ قَوْلِكَ، فَقَالَ لِيْ رَسًوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَألِهِ وَسَلَّمَ: إِذَا أُعْطِيْتَ شَيْئًا مِنْ غَيْرِ أَنْ تَسْألَ فَكُلْ وَتَصَدَّقْ.

      "Ibn Sa'idiy al-Maliki berkata: Umar mengangkat saya sebagai 'amil zakat. Setelah selesai dan sesudah saya menyerahkan zakat kepadanya, Umar memerintahkan agar saya diberi imbalan (fee). Saya berkata: saya bekerja hanya karena Allah dan imbalan untuk saya pun ditanggung oleh Allah. Umar menjawab: Ambillah apa yang kamu beri; saya pernah bekerja (seperti kamu) pada masa Rasul, lalu beliau memberiku imbalan; saya pun berkata seperti apa yang kamu katakan. Kemudian Rasul bersabda kepada saya: Apabila kamu diberi sesuatu tanpa kamu minta, makanlah (terimalah) dan bersedekahlah."

    2. Hadis Nabi riwayat Imam Muslim, Abu Dawud, al-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda:

      مَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَاللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَادَامَ الْعَبْدُ فِيْ عَوْنِ أَخِيْهِ

      "Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan dunia, Allah akan melepaskan dari orang tersebut suatu kesulitan pada hari kiamat; Allah senantiasa menolong hamba selama hamba itu menolong saudaranya."

    3. Hadis Nabi riwayat Imam Baihaqi dari Abu Hurairah serta 'Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa'id al-Khudri, Nabi SAW bersabda:

      مَنِ اسْتَأْجَرَ أَجِيْرًا فَلْيُعْلِمْهُ أَجْرَهُ.

      "Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya."

    4. Hadis Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi dari Hakim bin Hizam:

      أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ حَكِيمَ بْنَ حِزَامٍ يَشْتَرِي لَهُ أُضْحِيَّةً بِدِينَارٍ فَاشْتَرَى أُضْحِيَّةً ...

      "Rasulullah SAW memerintahkan Hakim bin Hizam untuk membeli hewan qurban dengan harga satu dinar. Hakim pun membelinya …"

    5. Hadis Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi dan Ibn Majah dari 'Amr bin 'Auf al-Muzani, Nabi SAW bersabda:

      الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.

      "Shulh (penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat) dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali shulh yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."

  3. Kaidah Fikih:
    1. الأَصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ الدَلِيْلُ عَلَى تَحْرِيْمِهَا

      "Pada dasarnya, segala sesuatu dalam muamalah boleh dilakukan sampai ada dalil yang mengharamkannya."

    2. أَيْنَمَا وُجِدَتِ الْمَصْلَحَةُ فَثَمَّ حُكْمُ اللهِ.

      "Di mana terdapat kemaslahatan, di sana terdapat hukum Allah."

    3. المَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرَ

      "Kesulitan dapat menarik kemudahan."

    4. الحَاجَةُ قَدْ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ

      "Keperluan dapat menduduki posisi darurat."

    5. الثَّابِتُ بِالْعُرْفِ كَالثَّابِتِ بِالشَّرْعِ

      "Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara' (selama tidak bertentangan dengan syariat)."

Memperhatikan :
  1. Pendapat ulama tentang Wakalah bil-Ujrah;antara lain:
    1. Ibnu Qudamah dalamal-Mughni:

      وَيَجُوْزُ التَّوْكِيْلُ بِجُعْلٍ وَغَيْرِ جُعْلٍ، فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَألِهِ وَسَلَّمَ وَكَّلَ أُنَيْسًا فِيْ إِقَامَةِ الْحَدِّ، وَعُرْوَةَ فِيْ شِرَاءِ شَاةٍ، وَأبَا رَافِعٍ فِيْ قَبُوْلِ النِّكَاحِ بِغَيْرِ جُعْلٍ؛ وَكَانَ يَبْعَثُ عُمَّالَهُ لِقَبْضِِ الصَّدَقَاتِ وَيَجْعَلُ لَهُمْ عُمَالَةً (المغنى لإبن قدامة، [القاهرة: دار الحديث، 2004]، ج. 6، ص. 468)

      “Akad taukil (wakalah) boleh dilakukan, baik dengan imbalan maupun tanpa imbalan. Hal itu karena Nabi shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam pernah mewakilkan kepada Unais untuk melaksanakan hukuman had, kepada Urwah untuk membeli kambing, dan kepada Abu Rafi’ untuk melakukan qabul nikah, (semuanya) tanpa memberikan imbalan. Nabi pernah juga mengutus para pegawainya untuk memungut sedekah (zakat) dan beliau memberikan imbalan kepada mereka.”
      (Ibn Qudamah, al-Mughni, [Kairo: Dar al-Hadis, 2004], juz 6, h. 468).

    2. Imam Syaukani ketika menjelaskan hadis Busr bin Sa’id::

      وَفِيْهِ أَيْضًا دَلِيْلٌ عَلَى أَنَّ مَنْ نَوَى التَّبَرُّعَ يَجُوْزُ لَهُ أَخْذُ اْلأُجْرَةِ بَعْدَ ذَلِكَ (نيل الأوطار للشوكاني، [القاهرة: دار الحديث، 2000] ، ج.: 4؛ ص.: 527)

      “Hadis Busr bin Sa’id tersebut menunjukkan pula bahwa orang yang melakukan sesuatu dengan niat tabarru’ (semata-mata mencari pahala, dalam hal ini menjadi wakil) boleh menerima imbalan.”
      (Al-Syaukani, Nail al-Authar, [Kairo: Dar al-Hadits, 2000], j. 4, h. 527).

    3. Penulis Takmilah Fath al-Qadir:

      تَصِحُّ الْوَكَالَةُ بِأَجْرٍ وَبِغَيْرِ أَجْرٍ، لأنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَألِهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَبْعَثُ عُمَّالَهُ لِقَبْضِِ الصَّدَقَاتِ وَيَجْعَلُ لَهُمْ عُمُوْلَةً ...
      وَإِذَا كَانَتِ الْوَكَالَةُ بِأَجْرٍ أَيْ (بِجُعْلٍ) فَحُكْمُهَا حُكْمُ اْلإِجَارَاتِ. (تكملة فتح القدير، ج. 6، ص. 2)

      "Wakalah sah dilakukan baik dengan imbalan maupun tanpa imbalan, hal itu karena Nabi shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam pernah mengutus para pegawainya untuk memungut sedekah (zakat) dan beliau memberikan imbalan kepada mereka …
      Apabila wakalah dilakukan dengan memberikan imbalan maka hukumnya sama dengan hukum ijarah."
      (Fath al-Qadir, juz 6, h. 2; Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh alIslami wa Adillatuh, [Dimasyq: Dar al-Fikr, 2002], juz 5, h. 4058).

  2. Pendapat peserta Rapat Pleno DSN-MUI pada hari Kamis, 28 Shafar 1429 H/06 Maret 2008.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG ANJAK PIUTANG SECARA SYARIAH
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan Anjak Piutang Secara Syariah adalah pengalihan penyelesaian piutang atau tagihan jangka pendek dari pihak yang berpiutang kepada pihak lain yang kemudian menagih piutang tersebut kepada pihak yang berutang atau pihak yang ditunjuk oleh pihak yang berutang sesuai prinsip syariah.
Kedua : Ketentuan Akad
  1. Akad yang dapat digunakan dalam Anjak Piutang Secara Syariah adalah Wakalah bil Ujrah.
  2. Pihak yang berpiutang mewakilkan kepada pihak lain untuk melakukan pengurusan dokumen penjualan kemudian menagih piutang kepada pihak yang berutang atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berutang;
  3. Pihak yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam angka 2 tersebut menjadi wakil dari pihak yang berpiutang untuk melakukan penagihan (collection) kepada pihak yang berutang atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berutang untuk membayar;
  4. Pihak yang ditunjuk menjadi wakil dapat memberikan dana talangan (Qardh) kepada pihak yang berpiutang sebesar nilai piutang, dan qardh ini dapat dibayar dengan hasil penagihan sebagaimana dimaksud dalam angka 3;
  5. Atas jasanya untuk melakukan penagihan piutang tersebut, pihak yang ditunjuk menjadi wakil dapat memperoleh ujrah/fee;
  6. Besar ujrah harus disepakati pada saat akad dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase yang dihitung dari pokok piutang;
  7. Pembayaran ujrah dapat diambil dari dana talangan atau sesuai kesepakatan dalam akad;
  8. Antara akad Wakalah bil Ujrah dan akad Qardh, tidak dibolehkan adanya keterkaitan (ta’alluq).
Ketiga : Ketentuan Penutup
  1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah atau Pengadilan Agama setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
  2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagai-mana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 28 Shafar 1428 H

06 Maret 2008 M

DEWAN SYARI'AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua
K.H. MA Sahal Mahfudh
Sekretaris
Drs. H. M Ichwan Sam
Konten diambil dari situs http://www.dsnmui.or.id/