Fatwa DSN MUI

Jual Beli Istishna' Paralel

FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor 22/DSN-MUI/III/2002
Tentang
Jual Beli Istishna' Paralel

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Dewan Syari’ah Nasional setelah

Menimbang :
  1. bahwa akad jual beli Istishna’ yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) pada umumnya secara paralel (الاستصناع الموازي ), yaitu sebuah bentuk akad Istishna’ antara nasabah dengan LKS, kemudian untuk memenuhi kewajibannya kepada nasabah, LKS memerlukan pihak lain sebagai Shani’;
  2. bahwa agar praktek tersebut sesuai dengan syari’ah Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang istishna’ paralel untuk menjadi pedoman.
Mengingat :
  1. Hadist Nabi riwayat Tirmizi dari 'Amr bin 'Auf:

    الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.

    "Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."

  2. Hadist Nabi:

    لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ (رواه ابن ماجه والدارقطني وغيرهما عن أبي سعيد الخدري)

    "Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri maupun orang lain" (HR, Ibnu Majah, Al-Daraquthni, dan yang lain dari Abu Sa'id al-Khudri).

  3. Kaidah fiqh:

    الأَصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا

    "Pada dasarnya, semua bentuk mu'amalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya."

  4. Kaidah fiqh:

    المشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرَ

    "Kesulitan itu dapat menarik kemudahan."

  5. Kaidah fiqh:

    الحَاجَةُ قَدْ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ

    "Keperluan itu dapat menduduki posisi darurat."

  6. Kaidah fiqh:

    الثَّابِتُ بِالْعُرْفِ كَالثَّابِتِ بِالشَّرْعِ

    "Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara' (selama tidak bertentangan dengan syariat)."

Memperhatikan :
  1. Surat dari Dewan Standar Akuntansi Keuangan No. 2293/DSAK/IAI/I/2002 tertanggal 17 Januari 2002 perihal Permohonan Fatwa Istishna’ Paralel.
  2. Pendapat dan saran peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional pada hari Kamis, tanggal 14 Muharram 1423 H./ 28 Maret 2002.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG JUAL BELI ISTISHNA' PARALEL
  : Ketentuan Umum
  1. Jika LKS melakukan transaksi Istishna’, untuk memenuhi kewajibannya kepada nasabah ia dapat melakukan istishna’ lagi dengan pihak lain pada obyek yang sama, dengan syarat istishna’ pertama tidak bergantung (mu’allaq) pada istishna’ kedua.
  2. LKS selaku mustashni’ tidak diperkenankan untuk memungut MDC (margin during construction) dari nasabah (shani’) karena hal ini tidak sesuai dengan prinsip syariah.
  3. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Istishna’ (Fatwa DSN nomor 06/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam Istishna’ Paralel.
Kedua : Ketentuan Lain
  1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
  2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 14 Muharram 1423 H

28 Maret 2002 M

DEWAN SYARI'AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua
K.H. MA Sahal Mahfudh
Sekretaris
Prof. Dr. H. M Din Syamsuddin
Konten diambil dari situs http://www.dsnmui.or.id/