Fatwa DSN MUI

Penjualan Langsung Berjenjang Syariah Jasa Perjalanan Umrah

FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor 83/DSN-MUI/VI/2012
Tentang
Penjualan Langsung Berjenjang Syariah Jasa Perjalanan Umrah

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah

Menimbang :
  1. bahwa masyarakat memerlukan penjelasan lebih rinci tentang Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS) Jasa Perjalanan Umrah;
  2. bahwa lembaga bisnis syariah memerlukan pedoman yang jelas dalam melaksanakan operasional PLBS Jasa Perjalanan Umrah;
  3. bahwa agar mendapatkan pedoman syariah yang jelas mengenai praktek PLBS Jasa Perjalanan Umrah, maka DSN-MUI memandang perlu untuk menetapkan Fatwa tentang PLBS Jasa Perjalanan Umrah.
Mengingat :
  1. Firman Allah SWT, antara lain:
    1. QS. Al-Maidah [5]: 90:

      يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.

      "Hai orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan."

    2. QS. al-Baqarah [2]: 278:

      يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ.

      "Hai orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang yang beriman."

    3. QS. al-Nisa' [4]: 29:

      يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ...

      "Hai orang yang beriman!Janganlah kalian memakan (mengambil) harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi atas sukarela di antara kalian ..."

    4. QS. al-Ma'idah [5]: 1:

      يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ …

      "Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu …"

    5. QS. al-Qashash [28]: 26:

      قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَآأَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ، إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ اْلأَمِيْنُ.

      "Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, "Hai ayahku! Ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.'"

    6. QS. Yusuf [12]: 72:

      قَالُوْا نَفْقِدُ صُوَاعَ الْمَلِكِ وَلِمَنْ جَاءَ بِهِ حِمْلُ بَعِيْرٍ وَأَنَا بِهِ زَعِيْمٌ.

      "Penyeru-penyeru itu berseru: 'Kami kehilangan piala Raja; dan barang siapa yang dapat mengembalikannya, akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya."

  2. Hadis-hadis Nabi SAW, antara lain:
    1. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari Ibnu 'Umar:

      عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أعْطُوا اْلأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ. (أخرجه ابن ماجه في سننه ، الكتاب: الأحكام، الباب: أجر الأجراء، رقم الحديث : 2434)

      "Diriwayatkan dari Ibnu 'Umar RA, ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, "Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering."" (HR. Ibnu Majah)

    2. Hadis Nabi riwayat 'Abd al-Razzaq dari Sa'id:

      وَعَنْ سَعِيْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنِ اسْتَأْجَرَ أَجِيْرًا فَلْيُسَمِّ أُجْرَتَهُ؛ (رواه عبد الرزاق، سبل السلام، لمحمد بن اسماعيل الكحلاني، باب المساقاة والاجارة؛ 3/82، رقم الحديث : 9)

      "Dari Abi Sa'id RA, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya."" (HR. 'Abd al-Razzaq)

    3. Hadis Nabi riwayat dari 'Amr bin 'Auf al-Muzani:

      عن عَمْرٍو بْنِ عَوْفٍ الْمُزَنِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِ لاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا، وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا. قَالَ أَبُو عِيسَى: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ. (أخرجه الترمذي في سننه ، الكتاب: الأحكام، الباب: ماذكر عن رسول الله في الصلح، رقم الحديث : 1272)

      "Diriwayatkan dari 'Amr bin 'Auf al-Muzani, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah SAW bersabda, "Perdamaian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."" (H.R al-Tirmidzi)

    4. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari 'Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu 'Abbas, dan riwayat Malik dari Yahya:

      أَنَّ رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى أَنْ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ (أخرجه ابن ماجه عن عبادة بن الصامت في سننه ، الكتاب: الأحكام، الباب : من بنى في حقه مايضر بجاره، رقم الحديث : 2331، ورواه أحمد عن ابن عباس، ومالك عن يحي)

      "Rasulullah SAW menetapkan tidak boleh membahayakan/merugikan orang lain dan tidak boleh (pula) membalas bahaya (kerugian yang ditimbulkan oleh orang lain) dengan bahaya (perbuatan yang merugikannya)." (HR. Ibnu Majah)

    5. Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Hurairah:

      عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَال: نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ (أخرجه مسلم في صحيحه ، الكتاب: البيوع، باب: بُطْلاَنِ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَالْبَيْعِ الَّذِى فِيهِ غَرَرٌ، رقم الحديث: 3783)

      "Diriwayatkan dari Abi Hurairah RA, ia berkata, "Rasulullah SAW melarang jual beli hashah dan jual beli yang mengandung gharar."" (HR. Muslim)

    6. Hadis Nabi riwayat al-Bukhari:

      عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ النَّجْشِ. (أخرجه البخاري في صحيحه ، الكتاب : الخيل، الباب : مايكره من التناجش، رقم الحديث : 6448)

      "Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA bahwa Rasulullah SAW melarang (untuk) melakukan najsy (penawaran palsu)." (HR. al-Bukhari)

    7. Hadis Nabi riwayat al-Tirmidzi dari Hakim bin Hizam:

      عَنِ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ قَالَ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقُلْتُ يَأْتِينِى الرَّجُلُ يَسْأَلُنِى مِنَ الْبَيْعِ مَا لَيْسَ عِنْدِى أَبْتَاعُ لَهُ مِنَ السُّوقِ ثُمَّ أَبِيعُهُ، قَالَ : لاَ تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ . (أخرجه الترمذي في سننه، الكتاب : البيوع، الباب : ماجاء في كراهية بيع ماليس عندك، رقم الحديث: 1153)

      "Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam, ia berkata: Saya menemui Rasulullah SAW, lalu berkata, "Seorang laki-laki datang kepadaku meminta agar saya menjual suatu barang yang tidak ada pada saya, saya akan membelikan untuknya di pasar, kemudian saya menjualnya kepada orang tersebut." Rasulullah SAW menjawab, "Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu."" (HR. al-Tirmidzi)

    8. Hadis Nabi riwayat dari Hakim bin Hizam:

      رُوِيَ أَنَّ حَكِيمَ بْنَ حِزَامٍ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَشْتَرِى بُيُوعًا فَمَا يَحِلُّ لِي مِنْهَا وَمَا يُحَرَّمُ عَلَيَّ؟ قَالَ: فَإِذَا اشْتَرَيْتَ بَيْعًا فَلاَ تَبِعْهُ حَتَّى تَقْبِضَهُ. (أخرجه أحمد في مسنده، الكتاب : مسند المكيين، الباب : مسند حكيم ابن حزام عن النبي صلى الله عليه وسلم، رقم الحديث : 14777.)

      "Diriwayatkan bahwa hakim bin Hizam berkata: Aku berkata, "Wahai Rasulullah. Aku membeli beberapa barang; apa yang halal dan yang haram saya lakukan?" Rasulullah SAW bersabda, "Jika engkau membeli sesuatu, jangan engkau menjualnya kecuali setelah engkau terima/kuasai (qabdh)."" (HR. Ahmad)

    9. Hadis riwayat Imam al-Bukhari dari Abu Sa'id al-Khudri:

      عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَوْا عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ فَلَمْ يَقْرُوهُمْ فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ إِذْ لُدِغَ سَيِّدُ أُولَئِكَ فَقَالُوا هَلْ مَعَكُمْ مِنْ دَوَاءٍ أَوْ رَاقٍ فَقَالُوْا إِنَّكُمْ لَمْ تَقْرُونَا وَلاَ نَفْعَلُ حَتَّى تَجْعَلُوْا لَنَا جُعْلاً فَجَعَلُوا لَهُمْ قَطِيْعًا مِنْ الشَّاءِ فَجَعَلَ يَقْرَأُ بِأُمِّ الْقُرْآنِ وَيَجْمَعُ بُزَاقَهُ وَيَتْفِلُ فَبَرَأَ فَأَتَوْا بِالشَّاءِ فَقَالُوْا لاَ نَأْخُذُهُ حَتَّى نَسْأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلُوْهُ فَضَحِكَ وَقَالَ وَمَا أَدْرَاكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ خُذُوْهَا وَاضْرِبُوْا لِيْ بِسَهْمٍ (رواه البخاري)

      "Sekelompok sahabat Nabi SAW melintasi salah satu kampung orang Arab. Penduduk kampung tersebut tidak menghidangkan makanan kepada mereka. Ketika itu, kepala kampung disengat kalajengking. Mereka lalu bertanya kepada para sahabat, "Apakah kalian mempunyai obat, atau adakah yang dapat me-ruqyah (menjampi)?" Para sahabat menjawab, "Kalian tidak menjamu kami. Kami tidak mau mengobati kecuali kalian memberi imbalan kepada kami." Kemudian para penduduk berjanji akan memberikan sejumlah ekor kambing. Seorang sahabat membacakan surat al-Fatihah dan mengumpulkan ludah, lalu ludah itu ia semprotkan ke kepala kampung tersebut. Ia pun sembuh. Mereka kemudian menyerahkan kambing. Para sahabat berkata, "Kita tidak boleh mengambil kambing ini sampai kita bertanya kepada Nabi SAW." Beliau tertawa dan bersabda, "Bagaimana kalian tahu bahwa surat al-Fatihah adalah ruqyah? Ambillah kambing tersebut dan berilah saya bagian." (HR. Bukhari)

  3. Kaidah fikih, antara lain:
    1. الأَصْلُ فِى الأشْيَاءِ اْلإِبَاحَةُ حتىَ ْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى التَحْرِيْمِ. (الأشباه والنظائر للسيوطي : 60)

      "Pada dasarnya, segala sesuatu dalam muamalah boleh dilakukan sampai ada dalil yang mengharamkannya."

    2. الأَصْلُ فِى الأشْيَاءِ اْلإِبَاحَةُ حتىَ ْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى التَحْرِيْمِ. (الأشباه والنظائر للسيوطي : 60)

      "Pada dasarnya, segala sesuatu dalam muamalah boleh dilakukan sampai ada dalil yang mengharamkannya."

    3. الضَّرَرُ يُدْفَعُ بِقَدْرِ اْلإِمْكَانِ. (درر الحكام شرح مجلة الأحكام، لمنلاخسرو، بيروت: دار إحياء الكتب العربية، المادة 31 1/ 42)

      "Segala madharat (bahaya, kerugian) harus dihindarkan sedapat mungkin."

    4. الضَّرَرُ يُزَالُ (الأشباه والنظائر للسيوطي، القاهرة: دار السلام، 2004، ط 2، تحقيق وتعليق: محمد محمد تامر وحافظ عاشور حافظ، ج 1، ص 210)

      "Segala madharat (bahaya, kerugian) harus dihilangkan."

    5. دَرْءُ الْمَفَاسِدِ أَوْلَى مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِحِ (السيوطي، الأشباه والنظائر، القاهرة: دار السلام، 2004، ط 2، تحقيق وتعليق: محمد محمد تامر وحافظ عاشور حافظ، ج 1، ص 217)

      "Mencegah mafsadah (kerusakan) lebih diutamakan daripada mengambil kemaslahatan."

    6. مَا أَدَّى إِلَى الْحَرَامِ فهُوحَرَامٌ (قواعد الأحكام في مصالح الأنام لعز الدين بن عبد السلام، بيروت : دار الكتب العلمية، 2/219)

      "Apa saja yang menjadi perantara (media) terhadap perbuatan haram, maka haram pula hukumnya."

    7. االثَّابِتُ بِالْعُرْفِ كَالثَّابِتِ بِالشَّرْعِ.

      "Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara' (selama tidak bertentangan dengan syari'at)."

    8. العِبْرَةُ فِي الْعُقُوْدِ لِلْمَقَاصِدِ وَالْمَعَانِي لاَ لِلأَلْفَاظِ وَالْمَبَانِي (درر الحكام شرح مجلة الأحكام المادة 649)

      "Kaidah yang berlaku dalam akad adalah merujuk pada substansinya bukan pada lafazhnya."

  4. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor: 73/MPP/Kep/3/2000 tanggal 20 Maret 2000 tentang Ketentuan Kegiatan Usaha Penjualan Berjenjang.
  5. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor: 289/MPP/Kep/10/2001 BAB VIII Pasal 22 mengenai Ijin Usaha Penjualan Berjenjang.
  6. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 32/M-DAG/PER/8/2008 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan dengan Sistem Penjualan Langsung.
Memperhatikan :
  1. Pendapat para ulama, antara lain:
    1. وَيُسْتَأْنَسُ لِلْجُعَالَةِ بِقَوْلِهِ تَعَالَى { وَلِمَنْ جَاءَ بِهِ حِمْلُ بَعِيرٍ } وَكَانَ الْحِمْلَ مَعْلُومًا عِنْدَهُمْ، كَالْوَسْقِ ، وَإِنَّمَا كَانَ هَذَا اسْتِئْنَاسًا، لاَ دَلِيْلاً، لأَنَّهُ فِيْ شَرْعِ مَنْ قَبْلَنَا، وَهُوَ لَيْسَ شَرْعًا لَنَا، وَإِنْ وَرَدَ فِي شَرْعِنَا مَا يُقَرِّرُهُ عَلَى الرَّاجِحِ.

      Untuk akad ju'alah dapat dijadikan isti'nas firman Allah: "… dan siapa yang dapat mengembalikannya, akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta..." (QS. Yusuf [12]: 72). "Beban (himl) unta" adalah bentuk takaran yang dikenal di kalangan umat nabi Yusuf, seperti halnya wasaq. Firman Allah ini hanya dipandang sebagai isti'nas, bukan dalil, karena ia berkenaan dengan syari'ah umat sebelum kita; dan itu –menurut pendapat rajih (kuat)-- tidak menjadi syariah kita (umat Nabi Muhammad), walaupun dalam syariah kita terdapat dalil (hadis) yang menetapkannya (sebagai syariat kita).

    2. Kitab al-Muhadzdzab, juz I Kitab al-Ijarah hal. 394:

      يَجُوْزُ عَقْدُ اْلإِجَارَةِ عَلَى الْمَنَافِعِ الْمُبَاحَةِ ... وَلأنَّ الْحَاجَةَ إِلَى الْمَنَافِعِ كَالْحَاجَةِ إِلَى اْلأعْيَانِ، فَلَمَّا جَازَ عَقْدُ الْبَيْعِ عَلَى اْلأعْيَانِ وَجَبَ أَنْ يَجُوْزَ عَقْدُ اْلإِجَارَةِ عَلَى الْمَنَافِعِ.

      "Boleh melakukan akad ijarah (sewa menyewa) atas manfaat yang dibolehkan … karena keperluan terhadap manfaat sama dengan keperluan terhadap benda. Oleh karena akad jual beli atas benda dibolehkan, maka sudah seharusnya boleh pula akad ijarah atas manfaat."

    3. Pendapat Ibnu Qudamah dalam al-Mughni, VIII/323:

      ... أَنَّ الْحَاجَةَ تَدْعُوْ إِلَى ذلِكَ (الجُعَالَةِ)، فَإِنَّ الْعَمَلَ قَدْ يَكُوْنُ مَجْهُوْلاً كَرَدِّ اْلآبِقِ وَالضَّالَّةِ وَغَيْرِ ذلِكَ، وَلاَ تَنْعَقِدُ اِلإِجَارَةُ فِيْهِ وَالْحَاجَةُ دَاعِيَةٌ إِلَى رَدِّهِمَا وَقَدْ لاَ يَجِدُ مَنْ يَتَبَرَّعُ بِهِ، فَدَعَتِ الْحَاجَةُ إِلَى إِبَاحَةِ الْجُعْلِ فِيْهِ مَعَ جَهَالَةِ الْعَمَلِ.

      "Masyarakat memerlukan adanya ju'alah; sebab pekerjaan (untuk mencapai suatu tujuan) terkadang tidak jelas (bentuk dan masa pelaksanaannya), seperti mengembalikan budak yang hilang, hewan yang hilang, dan sebagainya. Untuk pekerjaan seperti ini tidak sah dilakukan dengan akad ijarah (sewa/pengupahan) padahal (orang/pemiliknya) perlu agar kedua barang yang hilang tersebut kembali. Sementara itu, ia tidak menemukan orang yang mau membantu mengembalikannya secara suka rela (tanpa imbalan). Oleh karena itu, kondisi kebutuhan masyarakat tersebut mendorong dibolehkannya akad ju'alah meskipun (bentuk dan masa pelaksanaan) pekerjaan tersebut tidak jelas."

    4. Pendapat Imam al-Nawawi dalam al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab, XV/449:

      يَجُوْزُ عَقْدُ الْجُعَالَةِ، وَهُوَ ... اِلْتِزَامُ عِوَضٍ مَعْلُوْمٍ عَلَى عَمَلٍ مُعَيَّنٍ أَوْ مَجْهُوْلٍ عَسُرَ عِلْمُهُ.

      "Akad ju'alah dibolehkan ..., yaitu komitmen (seseorang) untuk memberikan imbalan tertentu atas pekerjaan tertentu atau tidak tertentu yang sulit diketahui."

    5. Pendapat para ulama dalam kitab Hasyiyah al-Bajuri II/24:

      وَالْجُعَالَةُ جَائِزَةٌ مِنَ الطَّرَفَيْنِ: طَرَفُ الْجَاعِلِ وَطَرَفُ الْمَجْعُوْلِ لَهُ... وَهِيَ اِلْتِزَامُ مُطْلَقِ التَّصَرُّفِ عِوَضًا مَعْلُوْمًا عَلَى عَمَلٍ مُعَيَّنٍ أَوْ مَجْهُوْلٍ لِمُعَيَّنٍ أَوْ غَيْرِهِ.

      "Ju'alah boleh dilakukan oleh dua pihak, pihak ja'il (pihak pertama yang menyatakan kesediaan memberikan imbalan atas suatu pekerjaan) dan pihak maj'ul lah (pihak kedua yang bersedia melakukan pekerjaan yang diperlukan pihak pertama)…, (ju'alah) adalah komitmen orang yang cakap hukum untuk memberikan imbalan tertentu atas pekerjaan tertentu atau tidak tertentu kepada orang tertentu atau tidak tertentu."

    6. Kitab Al-Ma'ayir al-Syar'iyyah :

      يَجُوْزُ لِلْمُؤَسَسَةِ أَنْ تَطْلُبَ مِنَ الْوَاعِدِ بِالْإسْتِئْجَارِ أَنْ يَدْفَعَ مَبْلَغًا مُحَدَّدًا إِلَى الْمُؤَسسَةِ تَحْجِزُهُ لَدَيْهِ لِضَمَانِ جِدِّيَّةِ العَمِيْلِ فِيْ تَنْفِيْذِ وَعْدِهِ بِالْإِسْتِئْجَارِ وَمَا يَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ مِنِ الْتِزَامَاتٍ بِشَرْطِ أَلاَّ يُسْتَقْطَعُ مِنْهُ إِلاَّ مِقْدَارُ الضَرَرِ الْفِعْلِي بِحَيْثُ يَتِمُّ – عِنْدَ نُكُوْلِ الْعَمِيْلِ – تَحْمِيْلُ الْوَاعِدِ الْفَرْقَ بَيْنَ تَكْلِفَةِ الْعَيْنِ الْمُرَادِ تَأْجِيْرُهَا وَمَجْمُوْعِ الْأُجْرَةِ الفِعْلِيَّةِ الَتِيْ يَتِمُّ تَأْجِيْرُ الْعَيْنِ عَلَى أَسَاسِهَا لِلْغَيْرِ أَوْ تَحْمِيْلُهُ فِيْ حَالَةِ بَيْعِ الْعَيْنِ الْفَرْقَ بَيْنَ تَكْلِفَتِهَا وَثَمَنِ بَيْعِهَا. وَهَذَا الْمَبْلَغُ الْمُقَدَّمُ لِضَمَانِ الْجِدِّيَّةِ إِمَّا أَنْ يَكُوْنَ أَمَاَنةً لِلْحِفْظِ لَدَى الْمُؤَسَّسَةِ، فَلَا يَجُوْزُ لَهَا التَصَرُّفُ فِيْهِ أَوْ أَنْ يَكُوْنَ أَمَانَةً لِلْإسْتِثْمَارِ بِأَنْ يَأْذَنَ الْعَمِيْلُ لِلْمُؤَسَّسَةِ بِاسْتِثْمَارِهِ عَلَى أَسَاسِ الْمُضَارَبَةِ الشَّرْعِيَّةِ بَيْنَ الْعَمِيْلِ وَالْمُؤَسَّسَةِ وَيَجُوْزُ اْلإِتِّفَاقُ مَعَ الْعَمِيْلِ عِنْدَ إِبْرَامِ عَقْدِ الإِجَارَةِ عَلَى اعْتِبَارِ هَذَا الْمَبْلَغِ مِنْ أَقْسَاطِ اْلإِجَارَةِ. (المعيار الشرعي رقم (3/2) في الإجارة والإجارة المنتهية بالتمليك الصادر عن هيئة المحاسبة والمراجعة للمؤسسات المالية الإسلامية).

      "Lembaga Keuangan Syariah (LKS) boleh meminta pihak yang berjanji untuk menyewa (nasabah) agar membayar uang muka kepada LKS sebagai jaminan keseriusan dalam menunaikan janji dan memenuhi kewajibannya, dengan syarat dana tersebut hanya boleh dipotong (diambil) oleh LKS --ketika ingkar janji-- sebesar pengganti kerugian riil. Status dana tersebut boleh hanya merupakan titipan murni pada LKS yang harus dijaga sehingga tidak boleh di- gunakan, dan boleh juga dijadikan sebagai modal investasi dengan syarat nasabah memberikan izin kepada LKS untuk menginvestasikannya dengan akad mudharabah. Ketika akad sewa menyewa (ijarah) dilaksanakan, LKS dan Nasabah boleh menyepakati bahwa dana tersebut menjadi cicilan ujrah."*/

    7. Kitab Al-Ma'ayir al-Syar'iyya:

      يَجُوْزُ أَنْ تَقَعَ الإِجَارَةُ عَلَى مَنْفَعَةٍ (خِدْمَةٍ) مَوْصُوْفَةٍ فِيْ الذِمَّةِ وَصْفًا مُنْضَبِطًا تُدْرَأُ بِهِ الْجَهَالَةُ الْمُؤَدِّيَةُ إِلَى النِّزَاعِ، وَحِيْنَئذٍ لَا يُشْتَرَطُ أَنْ تَكُوْنَ مَمْلُوْكَةً لِلْأَجِيْرِ حَيْثُ يَتِمُّ الإِتِّفَاقُ عَلَى أَدَاءِ الْخِدْمَةِ الْمَوْصُوْفَةِ فِيْ الْمَوْعِدِ الْمُحَدَّدِ لِذَلِكَ وَيُراعَى فِيْ ذَلِكَ إِمْكَانُ تَمَلُّكِ اْلأَجِيْرِ لَهَا وَقُدْرَتُهِ عَلَى أَدَائِهَا لِلْمُسْتَأْجِرِ فِيْ الزَّمَنِ الْمُحَدَّدِ لِلتَّسْلِيْمِ بِنَفْسِهِ أَوْ بِغَيْرِهِ، وَلَا يُشْتَرَطُ فِيْهَا تَعْجِيْلُ الأُجْرَةِ مَالَمْ تَكُنْ بِلَفْظِ السلَمِ أَوْ السَلَفِ، وَإِذَا سَلَّمَ الْأَجِيْرُ غَيْرَ مَا تَمَّ وَصْفُهُ فَلِلْمُسْتَأْجِرِ رَفْضُهُ وَطَلَبُ مَا تَتَحَقَّقُ فِيْ الْمُوَاصَفَاتِ الْمُتَّفَقِّ عَلَيْهَا. (المعيار الشرعي رقم (6/1/5) إجارة الأشخاص الصادر عن هيئة المحاسبة والمراجعة للمؤسسات المالية الإسلامية)

      "Manfaat (layanan) boleh dijadikan obyek ijarah maushufah fi al-dzimmah dengan syarat manfaat tersebut dapat dijelaskan spesifikasinya secara terukur (tidak jahalah) agar terhindar dari sengketa. Manfaat dimaksud tidak mesti telah menjadi milik pihak yang menyewakan pada saat akad; kedua belah pihak hanya bersepakat untuk menyerahkan manfaat/layanan pada waktu yang telah disepakati. Manfaat yang dijadikan obyek ijarah maushufah fi al-dzimmah tersebut harus sudah dimiliki oleh pemberi sewa (jasa/layanan); dan ia mampu untuk memenuhi atau menyerahkannya kepada penyewa pada waktu yang telah disepakati. Ujrah tidak mesti dibayar di awal apabila lafadz akad ijarah tersebut tidak menggunakan lafadz salam atau salaf. Jika pemberi sewa (jasa/layanan) menyerahkan obyek ijarahnya tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati, maka musta'jir berhak untuk menolaknya, dan musta'jir berhak pula meminta pemberi sewa untuk menyerahkan obyek ijarah yang sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati."

    8. Kitab Al-Ma'ayir al-Syar'iyyah :

      تَجِبُ اْلأُجْرَةُ بِالْعَقْدِ وَتُسْتَحَّقُ بِاسْتِيْفَاءِ الْمَنْفَعَةِ أَوْ بِالتَّمْكِيْنِ مِنْ إِسْتِيْفَائِهَا لاَ بِمُجَرَّدِ تَوْقِيْعِ الْعَقْدِ. وَيَجُوْزُ أَنْ تُدْفَعَ الأُجْرَةُ بَعْدَ إِبْرَامِ الْعَقْدِ دَفْعَةً وَاحِدَةً أَوْ عَلَى دَفَعَاتٍ خِلَالَ مُدَّةٍ تُسَاوِيْ أَوْ تَزِيْدُ أَوْ تَقِلُّ عَنْ مُدَّةِ الْإِجَارَةِ. (المعيار الشرعي رقم 2/2/5 أحكام الأجرة في الإجارة والإجارة المنتهية بالتمليك الصادر عن هيئة المحاسبة والمراجعة للمؤسسات المالية الإسلامية)

      Dengan (disepakati) akad ijarah, maka upah (ujrah/sewa) wajib dibayarkan. Akan tetapi, ujrah tersebut hanya berhak dimiliki oleh pemberi sewa setelah penyewa menggunakan atau dapat menggunakan manfaat (layanan/jasa) dimaksud, tidak berhak hanya dengan disepakatinya akad. Upah ijarah boleh dibayar sekaligus setelah akad, atau dibayar bertahap selama masa ijarah, baik dilakukan selama masa sewa, lebih lambat atau lebih cepat.

    9. Kitab Al-Ma'ayir al-Syar'iyyah :

      إِذَا فَاتَتْ الْمَنْفَعَةُ الْمُقَدَّمَةُ فِيْ الإِجَارَةِ الْمَوْصُوْفَةِ فِيْ الذِّمَّةِ فَلَا يَنْفَسِخُ الْعَقْدُ بِفَوَاتِ الْمَنْفَعَةِ وَعَلَى الأَجِيْرِ أَنْ يَأْتِيَ بِمِثْلِهَا. (المعيار الشرعي رقم (1/2/8) إجارة الأشخاص الصادر عن هيئة المحاسبة والمراجعة للمؤسسات المالية الإسلامية)

      "Jika jasa yang dijadikan obyek akad ijarah maushufah fi al-dzimmah rusak, maka akadnya tidak gugur (infisakh) dengan sendirinya, tetapi penyedia jasa ('ajir) wajib menggantinya dengan jasa yang sejenis."

  2. Pendapat para ulama, antara lain:
    1. وَيَجُوْزُ التَّوْكِيْلُ بِجُعْلٍ وَغَيْرِ جُعْلٍ، فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَألِهِ وَسَلَّمَ وَكَّلَ أُنَيِسًا فِيْ إِقَامَةِ الْحَدِّ، وَعُرْوَةَ فِيْ شِرَاءِ شَاةٍ، وَأبَا رَافِعٍ فِيْ قَبُوْلِ النِّكَاحِ بِغَيْرِ جُعْلٍ؛ وَكَانَ يَبْعَثُ عُمَّالَهُ لِقَبْضِِ الصَّدَقَاتِ وَيَجْعَلُ لَهُمْ عُمولَةً (المغنى لإبن قدامة، [القاهرة: دار الحديث، 2004]، ج. 6، ص. 468)

      "Akad taukil (wakalah) boleh dilakukan, baik dengan imbalan maupun tanpa imbalan. Hal itu karena Nabi shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam pernah mewakilkan kepada Unais untuk melaksanakan hukuman, kepada Urwah untuk membeli kambing, dan kepada Abu Rafi' untuk melakukan qabul nikah, (semuanya) tanpa memberi-kan imbalan. Nabi pernah juga mengutus para pegawainya untuk memungut sedekah (zakat) dan beliau memberikan imbalan kepada mereka." (Ibn Qudamah, al-Mughni, [Kairo: Dar al-Hadis, 2004], juz 6, h. 468)

    2. Pendapat Imam Syaukani ketika menjelaskan hadis Busr bin Sa'id:

      وَفِيْهِ أَيْضًا دَلِيْلٌ عَلَى أَنَّ مَنْ نَوَى التَّبَرُّعَ يَجُوْزُ لَهُ أَخْذُ اْلأُجْرَةِ بَعْدَ ذَلِكَ (نيل الأوطار للشوكاني، [القاهرة: دار الحديث، 2000]، ج: 4؛ ص.: 527)

      "Hadis Busr bin Sa'id tersebut menunjukkan pula bahwa orang yang melakukan sesuatu dengan niat tabarru' boleh menerima imbalan." (Al-Syaukani, Nail al-Authar, [Kairo: Dar al-Hadits, 2000], j. 4, h. 527)

    3. وَأَجْمَعَتْ الْأُمَّةُ عَلَى جَوَازِ الْوَكَالَةِ فِي الْجُمْلَةِ، وَلِأَنَّ الْحَاجَةَ دَاعِيَةٌ إلَى ذَلِكَ، فَإِنَّهُ لَا يُمْكِنُ كُلَّ وَاحِدٍ فِعْلُ مَا يَحْتَاجُ إلَيْهِ، فَدَعَتْ الْحَاجَةُ إلَيْهَا، (المغني/5/51)

      "Umat (ulama) telah sepakat bahwa secara garis besar wakalah itu hukumnya boleh. Dan setiap orang tidak bisa memperoleh langsung apa yang dibutuhkan. Dengan demikian, ada kebutuhan terhadap wakalah tersebut."

    4. تَصِحُّ الْوَكَالَةُ بِأَجْرٍ وَبِغَيْرِ أَجْرٍ، لأنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَألِهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَبْعَثُ عُمَّالَهُ لِقَبْضِ الصَّدَقَاتِ وَيَجْعَلُ لَهُمْ عُمُوْلَةً ... وَإِذَا كَانَتِ الْوَكَالَةُ بِأَجْرٍ أَيْ (بِجُعْلٍ) فَحُكْمُهَا حُكْمُ اْلإِجَارَاتِ. (تكملة فتح القدير، ج. 6، ص. 2؛ الفقه الإسلامى وأدلته للدكتور وهبة الزحيلى ج.5 ص. 4058)

      "Wakalah sah dilakukan baik dengan imbalan maupun tanpa imbalan, hal itu karena Nabi shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam pernah mengutus para pegawainya untuk memungut sedekah (zakat) dan beliau memberikan imbalan kepada mereka … Apabila wakalah dilakukan dengan memberikan imbalan maka hukumnya sama dengan hukum ijarah." (Fath al-Qadir, juz 6, h. 2; Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh alIslami wa Adillatuh, [Dimasyq: Dar al-Fikr, 2002], juz 5, h. 4058)

    5. أَذِنَ (الْمُوَكِّلُ) لَهُ (الْوَكِيْلِ) فِي التَّوْكِيْلِ فَيَجُوْزُ لَهُ ذَلِكَ، لأَنَّهُ عَقْدٌ أَذِنَ لَهُ بِهِ، فَكَانَ لَهُ فِعْلُهُ. (المغنى لإبن قدامة، [القاهرة: دار الحديث، 2004]، ج. 6، ص. 470)

      "(Jika) muwakkil mengizinkan wakil untuk mewakilkan (kepada orang lain), maka hal itu boleh; karena hal tersebut merupakan akad yang telah diizinkan kepada wakil; oleh karena itu, ia boleh melakukannya (mewakilkan kepada orang lain)." (Ibn Qudamah, al-Mughni, [Kairo: Dar al-Hadis, 2004], juz 6, h. 470)

  3. Fatwa DSN-MUI Nomor: 09/DSN-MUI/2000 tentang Pembiayaan Ijarah;
  4. Fatwa DSN-MUI Nomor: 62/DSN-MUI/2007 tentang Akad Ju‘alah; dan
  5. Fatwa DSN-MUI Nomor: 75/DSN-MUI/2009 tentang Pedoman Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS);

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG PENJUALAN LANGSUNG BERJENJANG SYARIAH JASA PERJALANAN UMRAH
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:
  1. Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (syariah direct selling, al-taswiq al-syabaki, al-taswiq al-harami, al-taswiq al-thabaqi, atau al-taswiq al-tijari) --selanjutnya disingkat PLBS-- adalah network marketing; yaitu metode penjualan jasa tertentu --dalam hal ini jasa perjalanan umrah-- melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan oleh anggota (mitra usaha) yang bekerja atas dasar imbalan (komisi dan/atau bonus) berdasarkan hasil penjualan kepada konsumen di luar lokasi eceran tetap; metode penjualan jasa tersebut dijalankan berdasarkan akad dan prinsip syariah;
  2. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau pelayanan untuk dimanfaatkan konsumen (anggota);
  3. Jasa Perjalanan Umrah adalah jasa penyelenggaraan dan pelayanan ibadah umrah yang meliputi antara lain berupa bimbingan manasik, visa, tiket pesawat, akomodasi (hotel dan catering), muthawwif, ziarah, dan pengurusan administrasi di bandara (handling airport);
  4. Perusahaan adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum yang melaksanakan kegiatan usaha perdagangan jasa perjalanan umrah dengan sistem penjualan langsung berdasarkan akad dan prinsip syariah yang memenuhi semua persyaratan administratif sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku;
  5. Anggota (mitra usaha) PLBS adalah anggota PLBS yang terdaftar di perusahaan sebagai peserta (musta’jir dan ‘amil);
  6. Ijarah Maushufah fi al-Dzimmah adalah ijarah atas jasa (mu’jar) --dalam hal ini jasa perjalanan umrah-- yang pada saat akad hanya disebutkan sifat-sifat, kuantitas dan kualitasnya;
  7. Ju‘alah adalah janji atau komitmen (iltizam) perusahaan untuk memberikan imbalan (reward/‘iwadh/ju‘l) tertentu kepada anggota (‘amil) atas pencapaian hasil (prestasi/natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan (obyek akad Ju’alah);
  8. Imbalan Ju’alah dalam PLBS adalah komisi dan/atau bonus yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota;
  9. Prestasi anggota/mitra PLBS adalah prestasi pemasaran atas paket perjalanan umrah dan perekrutan serta pembinaan anggota/mitra;
  10. Rekrutmen adalah strategi perekrutan keanggotaan baru PLBS yang dilakukan oleh anggota yang telah terdaftar sebelumnya;
  11. Pembinaan adalah segala aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan maupun anggota PLBS untuk memelihara dan menjaga komitmen anggota lainnya agar menjalankan bisnis dengan metode penjualan langsung;
  12. Money Game dalam PLB Jasa Perjalanan Umrah adalah penjualan dengan pola berjenjang atas program perjalanan umrah yang ditandai dengan:
    1. program perjalanan umrah yang dijual hanya kamuflase, antara lain berupa kualitas pelayanan tidak sesuai dengan harga, dan tidak bisa repeat order (memesan kembali secara langsung);
    2. menjanjikan keuntungan sangat besar dalam waktu singkat;
    3. lebih menekankan pada perekrutan, bukan pada penjualan; dan
    4. bonus dibayar bila hanya ada perekrutan.
  13. Muqamarah dalam PLBS adalah praktek pemasaran jasa yang penjelasan informasi mengenai jasa tersebut melebihi kualitas atau kuantitas yang sebenarnya dengan harapan akan diperoleh keuntungan sebesar-besarnya yang bersifat untung-untungan;
  14. Maysir adalahsetiap akad yang dilakukan dengan tujuan yang tidak jelas, dan perhitungan yang tidak cermat, spekulasi atau untung-untungan;
  15. Gharar adalah ketidakpastian/ketidakjelasan dalam suatu akad, baik mengenai kualitas atau kuantitas obyek akad maupun mengenai penyerahannya;
  16. Ighra' adalah suatu promosi yang dilakukan oleh perusahaan/agen dengan janji memberikan suatu keuntungan (berupa bonus/komisi) yang berlebihan yang menjadi daya tarik luar biasa sehingga menjadikan seseorang lalai terhadap kewajibannya demi memperoleh bonus/komisi atau keuntungan yang dijanjikan;
  17. Riba adalah tambahan yang diberikan dalam pertukaran barang-barang ribawi (al-amwal al-ribawiyah) dan tambahan yang diberikan atas pokok utang dengan imbalan penangguhan pembayaran secara mutlak;
  18. Dharar adalah tindakan yang dapat menimbulkan bahaya atau kerugian pihak lain;
  19. Zhulm adalahsesuatu yang mengandung unsur ketidakadilan, ketidakseimbangan, dan merugikan pihak lain;
  20. Tadlis adalah tindakan menyembunyikan kecacatan obyek akad yang dilakukan oleh penjual untuk mengelabui pembeli seolah-olah obyek akad tersebut tidak cacat;
  21. Ghisysy adalah salah satu bentuk tadlis; yaitu tindakan menjelaskan/memaparkan keunggulan/keistimewaan obyek akad (barang atau jasa) serta menyembunyikan kecacatannya;
  22. Talbis adalah menyembunyikan kecacatan dengan cara menampakkan kelebihan-kelebihan (idzhar al-bathil fi shurah al-haqq);
  23. Jahalah adalah ketidakjelasan dalam suatu akad, baik mengenai obyek akad, kualitas atau kuantitas (shifat)-nya, harganya (tsaman), maupun mengenai waktu penyerahannya;
  24. Syubhat adalah sesuatu yang kedudukan hukumnya tidak jelas dari segi halal-haramnya; dan
  25. Kitman adalah tindakan menyembunyikan dengan sengaja suatu informasi mengenai obyek akad yang semestinya diketahui pihak lain dalam akad.
Kedua : Ketentuan Hukum
PLBS Jasa Perjalanan Umrah diperbolehkan dengan syarat mengikuti akad-akad dan semua ketentuan dalam fatwa ini.
Ketiga : Ketentuan Akad
PLBS Jasa Perjalanan Umrah menggunakan akad Ijarah Maushufah fi al-Dzimmah dalam rangka anggota memperoleh Jasa Perjalanan Umrah dari perusahaan, dan akad Ju'alah dalam rangka penjualan langsung berjenjang (al-Taswiq al-Syabaki).
Keempat : Ketentuan Khusus
  1. Ketentuan Akad Ijarah Maushufah fi al-Dzimmah
    1.a. Ketentuan mengenai Perusahaan (Mu'jir)
    1. Perusahaan telah memenuhi semua apek legalitas formal dari pihak otoritas;
    2. Perusahaan wajib memiliki kemampuan untuk menyerahkan obyek akad, yakni memberangkatkan anggota untuk melaksanakan umrah; kemampuan tersebut meliputi kemampuan permodalan, kemampuan manajerial, dan kemampuan operasional;
    3. Perusahaan wajib menyerahkan obyek akad, yakni memberangkatkan anggota untuk melaksanakan umrah, pada waktu dan program umrah sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam akad jika syarat-syaratnya telah dipenuhi;
    4. Perusahaan berhak memperoleh pendapatan berupa ujrah.
    1.b. Ketentuan mengenai Anggota (Musta'jir)
    1. Anggota harus cakap hukum, beragama Islam, dan memiliki niat (rencana) untuk melakukan umrah;
    2. Anggota hanya boleh terdaftar pada satu titik atau satu kali dalam satu program paket perjalanan umrah yang sama dan/atau dalam satu program pemasaran umrah, untuk menghindari money game;
    3. Anggota wajib membayar harga (ujrah) obyek akad;
    4. Peserta berhak mendapatkan fasilitas/obyek akad apabila syarat-syaratnya telah terpenuhi.
    1.c. Ketentuan mengenai Obyek Akad (Mu'jar)
    1. Obyek akad yang berupa Jasa Perjalanan Umrah harus jelas rinciannya pada saat akad, antara lain bimbingan manasik, visa, akomodasi, transportasi (pesawat terbang dan transportasi di tanah suci), catering, muthawwif, ziarah, dan pengurusan di bandara (handling airport);
    2. Obyek akad harus dipastikan waktu penyerahannya (pelaksanaan perjalanan umrah) pada saat akad;
    3. Obyek akad harus menjadi tujuan akad (muqtadha/ ghayah al-'aqd) bagi anggota (untuk menghindari gharar yang berupa mukhalafat al-maqshud).
    1.d. Ketentuan mengenai Harga (Ujrah)
    1. Besaran harga jasa perjalanan umrah harus dijelaskan secara pasti sejak calon anggota mendaftarkan diri sebagai peserta pada perusahaan;
    2. Harga jasa perjalanan umrah boleh diperjanjikan dalam akad sebagai sesuatu yang bisa berubah jika terjadi perubahaan harga yang nyata atas komponen paket jasa perjalanan umrah; dan perubahan harga tersebut harus disepakati oleh para pihak;
    3. Harga jasa perjalanan umrah boleh diserahkan seluruhnya kepada perusahaan pada saat akad (tunai) atau sesuai kesepakatan;
    4. Harga jasa perjalanan umrah tidak boleh dinaikkan secara berlebihan (excessive mark-up) yangmerugikan anggota karena tidak sepadan dengan kualitas/manfaat jasa yang diperoleh;
    5. Apabila perusahaan memperoleh potongan harga jasa perjalanan umrah, maka hasil/manfaat potongan tersebut dikembalikan kepada para anggota, kecuali disepakati lain dalam akad.
    1.e. Ketentuan mengenai Pendaftaran dan Uang Muka
    1. Perusahaan, dalam pendaftaran, hanya dibolehkan mengenakan biaya untuk mengganti hal-hal yang terkait dengan administrasi pendaftaran, seperti tanda anggota, formulir, biaya cetak buku panduan, dan lain-lain;
    2. Dalam hal harga obyek akad tidak dibayar tunai (lunas) pada saat akad, anggota (calon jamaah umrah) boleh diminta membayar uang muka dan uang muka ini merupakan bagian dari harga obyek akad;
    3. Uang muka sebagaimana dimaksud dalam huruf b harus digunakan perusahaan untuk mewujudkan obyek akad;dan dari uang muka tersebut dalam jumlah yang wajar dapat diakui oleh perusahaan sebagai ujrah;
    4. Uang muka harus dibukukan secara terpisah sehingga jelas antara jumlah dana milik anggota dengan jumlah ujrah yang diterima oleh perusahaan.
    1.f. Ketentuan Pembatalan
    1. Perusahaan atau anggota tidak boleh membatalkan akad ijarah mausufah fi al-dzimmah tanpa udzur syar‘i;
    2. Apabila terjadi pembatalan dari pihak perusahaan atas ijarah mausufah fi al-dzimmah berdasarkan udzur syar‘i, maka semua harga obyek akad yang telah diserahkan kepada perusahaan wajib dikembalikan kepada anggota;
    3. Apabila terjadi pembatalan dari pihak anggota atas ijarah mausufah fi al-dzimmah berdasarkan udzur syar‘i, maka semua harga obyek akad yang telah diserahkan kepada perusahaan wajib dikembalikan kepada anggota setelah dikurangi biaya-biaya nyata yang wajar;
    4. Apabila anggota membatalkan ijarah mausufah fi al-dzimmah tanpa udzur syar‘i, maka tidak ada pengembalian harga obyek akad kepada anggota, dan anggota yang bersangkutan tidak boleh lagi menjadi anggota PLBS Jasa Perjalanan Umrah.
  2. Ketentuan Akad Ju'alah
    2.a. Ketentuan mengenai Perusahaan (Ja'il)
      1. Perusahaan sebagai ja'il wajib memenuhi syarat-syarat legalitas formal, termasuk Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL) dari pihak otoritas;
      2. Perusahaan wajib memiliki pedoman pelaksanaan pemasaran dan mekanisme pengawasan yang sesuai dengan syariah;
      3. Perusahaan wajib menyebutkan/menjelaskan risiko-risiko yang mungkin akan dialami oleh peserta, termasuk dalam hal anggota tidak mampu menambah uang muka dan/atau tidak mendapatkan imbalan karena tidak berhasil merekrut anggota/mitra lainnya;
      4. Perusahaan wajib membayar imbalan yang dijanjikan kepada anggota ('amil), jika anggota mencapai prestasi (menyelesaikan hasil pekerjaan/natijah/obyek akad) yang telah disepakati;
      5. Perusahaan wajib membuat akun setiap anggota secara tersendiri untuk membukukan imbalan berikut sumbernya yang diterima oleh anggota sebelum obyek akad ijarah maushufah fi al-dzimmah diwujudkan untuk diserahterimkan kepada anggota.
    2.b. Ketentuan mengenai Anggota ('Amil)
      1. Anggota harus cakap hukum, beragama Islam, dan mampu melakukan perekrutan dan pembinaan anggota serta memiliki niat (rencana) untuk melakukan umrah;
      2. Anggota wajib melakukan obyek akad dengan sungguh-sungguh serta mematuhi semua pedoman pelaksanaan pemasaran dan mekanisme yang sesuai dengan syariah;
      3. Anggota berhak memperoleh imbalan ju'alah apabila hasil dari pekerjaan obyek akad ju'alah terpenuhi.
    2.c. Ketentuan mengenai Obyek Akad Ju'alah
      1. Objek akad ju’alah (mahal al-‘aqd) harus jelas, yaitu pekerjaan yang berupa rekrut calon anggota dan pembinaan; anggota yang berhasil direkrut dan dibina merupakan natijah;
      2. Jumlah anggota/mitra level bawah (down-line) dan yang dibina oleh mitra level atas (up-line) harus dibatasi sesuai kebutuhan dan kewajaran untuk umrah;
      3. Sistem perekrutan keanggotaan, bentuk penghargaan dan acara seremonial yang dilakukan tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan aqidah, syariah dan akhlak mulia, seperti syirik, kultus, dan lain-lain.
    2.d. Ketentuan mengenai Imbalan (Ju'l)
      1. Imbalan ju'alah (reward/'iwadh//ju'l) harus ditentukan besarannya oleh ja'il dan diketahui oleh anggota pada saat pendaftaran;
      2. Imbalan ju'alah yang diberikan kepada anggota harus berasal dari komponen biaya paket perjalanan umrah yang telah diakui dan dibukukan sebagai pendapatan perusahaan dan/atau dari kekayaan perusahaan;
      3. Imbalan ju'alah harus digunakan seluruhnya atau disisihkan sebagiannya untuk biaya keberangkatan umrah, guna menghindari penyimpangan tujuan mengikuti PLBS, yaitu melaksanakan umrah (bukan bertujuan untuk mendapatkan imbalan semata);
      4. Imbalan ju'alah yang dijanjikan oleh perusahaan kepada anggota tidak menimbulkan ighra';
      5. Sistem pembagian imbalan ju'alah bagi anggota pada setiap peringkat/level harus mengacu pada prinsip keadilan dan menghindari unsur eksploitasi;
      6. Imbalan ju'alah yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota, baik besaran maupun bentuknya, harus berdasarkan pada hasil prestasi yang dilakukan anggota sebagaimana tertuang dalam akad;
      7. Tidak boleh ada imbalan ju'alah secara pasif yang diperoleh anggota secara regular tanpa melakukan pembinaan dan/atau prestasi.
Kelima : Ketentuan mengenai Jaringan dan Penyelenggaraan
  1. Penyelenggaraan PLBS Jasa Perjalanan Umrah harus terhindar dari muqamarah, gharar, maysir, riba, dharar, zhulm, money game, ighra', jahalah,tadlis, gisysy, talbis, kitman, dan syubhat;
  2. Jika pemberangkatan umrah ditunda karena kelalaian perusahaan, maka anggota/mitra dapat membatalkan akad ijarah atas Jasa Perjalanan Umrah; dan dana (harga jasa perjalanan umrah) milik anggota yang telah dibayarkan kepada perusahaan wajib dikembalikan oleh perusahaan kepada anggota;
  3. Tidak boleh ada biaya untuk meningkatkan level (naik peringkat) pada saat akad;
  4. Dalam hal anggota tidak mampu lagi menambah dana untuk membayar kekurangan biaya umrah dan/atau yang bersangkutan gagal merekrut mitra lainnya dalam jangka waktu yang disepakati para pihak, sehingga tidak berhasil mendapatkan dana yang cukup untuk melunasi biaya perjalanan umrah, maka perusahaan wajib mengembalikan komponen biaya paket jasa perjalanan umrah dari dana milik anggota/mitra tersebut setelah dikurangi biaya yang nyata.
Keenam : Ketentuan Mekanisme
  1. Calon anggota melakukan pendaftaran untuk menjadi anggota kepada Perusahaan;
  2. Calon anggota wajib menyerahkan uang muka ijarah maushufah fi al-dzimmah sebesar jumlah yang sesuai dengan kesepakatan/peraturan yang berlaku;
  3. Perusahaan sudah berhak mendapatkan ujrah berdasarkan akad ijarah maushufah fi al-dzimmah sejak akad dilakukan, untuk mewujudkan paket perjalanan umrah (obyek akad ijarah maushufah fi al-dzimmah);
  4. Anggota wajib memasarkan produk jasa perjalanan umrah, serta melakukan rekrutmen dan pembinaan kepada anggota berjenjang lainnya;
  5. Anggota memperoleh imbalan ju'alah (ju'l) dari perusahaan karena melakukan perekrutan dan pembinaan dengan akad ju'alah;
  6. Anggota memperoleh paket jasa perjalanan umrah dari perusahaan dengan akad ijarah maushufah fi al-dzimmah.
Ketujuh : Ketentuan Penutup
  1. Jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan sesuai syariah melalui musyawarah mufakat. Dalam hal tidak terjadi kesepakatan, perselisihan diselesaikan secara bertahap melalui mediasi, arbitrase, dan/atau peradilan sesuai dengan kesepakatan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 16 Rajab 1433 H

06 Juni 2012 M

DEWAN SYARI'AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua
K.H. MA Sahal Mahfudh
Sekretaris
Drs. H. M Ichwan Sam
Konten diambil dari situs http://www.dsnmui.or.id/