Surah An-Noor Verse 3

الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ



The fornicator does not marry except a [female] fornicator or polytheist, and none marries her except a fornicator or a polytheist, and that has been made unlawful to the believers.

Ingin rezeki berlimpah dengan berkah? Ketahui rahasianya dengan Klik disini!

(The adulterer shall not marry save an adulteress or an idolatress…) [24:3]. The commentators of theQur’an said: “When the Emigrants, some of whom without any means, arrived at Medina, they found thereprostitutes who sold pleasure for a price. These prostitutes were, at that time, amongst the most well offpeople of Medina. Some poor Emigrants coveted their earnings, saying: ‘Why do we not marry them and livewith them until Allah, exalted is He, suffices us from them?’ They asked permission from the Messenger ofAllah, Allah bless him and give him peace, to marry them, but then this verse was revealed which states thatit is forbidden to marry an adulteress in order to exonerate the believers from such acts”. ‘Ikrimah said:“This verse was revealed about some prostitutes who worked openly in Mecca and Medina. There were somany of them. However, nine of them had banners like the banners of al-Baytar by means of which theywere known. These nine prostitutes were: Umm Mahzul, the slave girl of al-Sa’ib ibn Abi al-Sa’ib al-Makhzumi, Umm ‘Ulayt, the slave girl of Safwan ibn Umayyah, Hannah the Copt, the slave girl of al-‘As ibnWa’il, Muznah, the slave girl of Malik ibn ‘Amilah ibn al-Subaq, Jalalah, the slave girl of Suhayl ibn ‘Amr,Umm Suwayd, the slave girl of ‘Amr ibn ‘Uthman al-Makhzumi, Sharifah, the slave girl of Zum‘ah ibn al-Aswad, Farsah, the slave girl of Hisham ibn Rabi‘ah and Fartana, the slave girl of Hilal ibn Anas. The housesof these prostitutes were called, in the pre-Islamic period, mawakhir and those who entered them to buypleasure were either Muslim adulterers or idolaters, worshippers of idols. Some Muslims wanted to marryprostitutes to gain a living from them, and so Allah, exalted is He, revealed this verse, warned the believersagainst it and made it forbidden unto them”. Abu Salih Mansur ibn ‘Abd al-Wahhab al-Bazzar informed us>Abu ‘Amr ibn Hamdan> Ahmad ibn al-Hasan ibn ‘Abd al-Jabbar> Ibrahim ibn ‘Ar‘arah> Mu‘tamir> hisfather> al-Hadrami> al-Qasim ibn Muhammad> ‘Abd Allah ibn ‘Amr who related that a woman by the nameof Umm Mahzul used to fornicate. And her condition for any man who proposed to marry her was that shewould provide for him [by continuing to sell herself]. A Muslim man wanted to marry her. He mentioned thematter to the Prophet, Allah bless him and give him peace, and so this verse was revealed (The adulterershall not marry save an adulteress or an idolatress).

الزَّانِى لاَ يَنكِحُ إِلاَّ زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لاَ يَنكِحُهَآ إِلاَّ زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

(3. The Zani marries not but a Zaniyah or a Mushrikah; and the Zaniyah, none marries her except a Zani or a Mushrik. Such a thing is forbidden to the believers.) Here Allah tells us that the Zani (male who is guilty of illegal sex) does not have intercourse except with a Zaniyah (female who is guilty of illegal sex) or a Mushrikah (female idolator), meaning that no one would go along with him in this action except a sinful woman who is also guilty of Zina, or a Mushrikah who does not think it is unlawful. By the same token,

وَالزَّانِيَةُ لاَ يَنكِحُهَآ إِلاَّ زَانٍ

(and the Zaniyah, none marries her except a Zani) a sinful man who is guilty of fornication,

أَوْ مُشْرِكَةً

(or a Mushrik) (a man) who does not think it is unlawful.

وَحُرِّمَ ذلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

(Such a thing is forbidden to the believers.) meaning, indulging in this, or marrying prostitutes, or marrying chaste women to immoral men. Qatadah and Muqatil bin Hayyan said: "Allah forbade the believers from marrying prostitutes.'' This Ayah is like the Ayah (about marrying slave-girls):

مُحْصَنَـت غَيْرَ مُسَـفِحَـتٍ وَلاَ مُتَّخِذَاتِ أَخْدَانٍ

(they should be chaste, not committing illegal sex, nor taking boyfriends.) 4:25 And His saying:

مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلاَ مُتَّخِذِى أَخْدَانٍ

(desiring chastity not committing illegal sexual intercourse, nor taking them as girlfriends) 5:5. Imam Ahmad recorded that `Abdullah bin `Amr, may Allah be pleased with him, said that a man among the believers asked the Messenger of Allah for permission (to marry) a woman known as Umm Mahzul, who used to commit adultery, and who had stated the condition that she should spend on him. So he asked the Messenger of Allah for permission, or he mentioned the matter to him. The Messenger of Allah recited to him:

الزَّانِى لاَ يَنكِحُ إِلاَّ زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لاَ يَنكِحُهَآ إِلاَّ زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

(The Zani marries not but a Zaniyah or a Mushrikah; and the Zaniyah, none marries her except Zani or a Mushrik. Such a thing is forbidden to the believers.) 24:3 Ibn Abi Hatim recorded that Abu Hurayrah said,

«لَا يَنْكِحُ الزَّانِي الْمَجْلُودُ إِلَّا مِثْلَهُ»

(A Zani who has been flogged should not marry anyone except someone who is like him.) A similar report was recorded by Abu Dawud in his Sunan.

Anda harus untuk dapat menambahkan tafsir

Admin

Submit : 2015-04-01 02:13:31
Link sumber: http://tafsir.web.id/

Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada ‘Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, ia berkata, “Ada seseorang yang bernama Martsad bin Abi Martsad. Ia adalah seorang yang biasa membawa para tawanan dari Mekah dan membawanya ke Madinah. Di Mekah ada seorang wanita pelacur bernama ‘Anaq yang menjadi temannya. Ia pernah berjanji akan membawa salah seorang tawanan yang berada di Mekah untuk dibawanya (ke Madinah). Martsad berkata, “Aku pun datang, sehingga sampai di salah satu bayangan dinding di antara dinding-dinding Mekah di malam yang terang bulan. ‘Anaq kemudian datang, dia melihat hitam bayanganku dari balik dinding. Ketika ia sampai kepadaku, ia pun mengenaliku dan berkata, “(Apakah ini) Martsad?” Aku menjawab, “Martsad.” Ia berkata, “Selamat datang, bermalamlah dengan kami malam ini.” Aku berkata, “Wahai ‘Anaq, Allah mengharamkan zina.” Maka ‘Anaq berkata, “Wahai penghuni kemah! Inilah orang yang akan membawa para tawananmu.” Maka aku dikejar oleh delapan orang, dan aku pun menempuh jalan Khandamah hingga aku sampai ke sebuah gua dan masuk ke dalamnya. Mereka pun datang sampai berdiri di atas kepalaku lalu buang air kecil sehingga menimpa ke kepalaku, namun Allah membutakan mereka sehingga tidak melihatku. Mereka pun balik dan aku kembali kepada kawanku dan membawanya, sedangkan dia adalah seorang yang cukup berat hingga aku sampai di rerumputan idzkhir, lalu aku lepas rantainya, aku pun membawanya dan ia cukup memberatkanku sehingga aku sampai ke Madinah. Aku pun datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, bolehkah aku menikahi ‘Anaq. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun diam dan tidak menjawab apa-apa kepadaku sehingga turun ayat, “Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan pezina perempuan, atau dengan perempuan musyrik; dan pezina perempuan tidak boleh menikah kecuali dengan pezina laki-laki atau dengan laki-laki musyrik; dan yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang mukmin.” Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Martsad, Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan pezina perempuan, atau dengan perempuan musyrik; dan pezina perempuan tidak boleh menikah kecuali dengan pezina laki-laki atau dengan laki-laki musyrik.” Maka janganlah engkau nikahi.” (Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan gharib, tidak diketahui kecuali dari jalan ini. Hadits ini diriwayatkan pula oleh Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Jarir dan dalam sanad tersebut menurutnya ada orang yang mubham (tidak jelas namanya), Hakim secara singkat, Hakim berkata, “Shahih isnadnya.” Dan didiamkan oleh Adz Dzahabi).

Syaikh As Sa’diy berkata, “Ayat ini menjelaskan buruknya perbuatan zina, dan bahwa ia dapat mengotori kehormatan pelakunya dan kehormatan orang yang menemani dan mencampurinya tidak seperti dosa-dosa yang lain. Allah memberitahukan, bahwa pezina laki-laki tidak ada yang maju menerima nikahnya dari kalangan wanita selain wanita pezina juga yang keadaannya sama atau wanita yang menyekutukan Allah, tidak beriman kepada kebangkitan, dan tidak beriman kepada pembalasan, serta tidak memegang teguh perintah Allah. Demikian juga pezina perempuan, tidak ada yang mau menikahinya selain pezina laki-laki atau laki-laki musyrik.”

Menikahi wanita pezina, atau menikahkan puterinya dengan laki-laki pezina.

Maksud ayat ini menurut Syaikh As Sa’diy adalah, “Bahwa barang siapa yang berbuat zina laki-laki atau wanita dan tidak bertobat daripadanya, maka orang yang maju menikahinya sedangkan Allah mengharamkannya, tidak lepas kemungkinan orangnya tidak berpegang teguh dengan hukum Allah dan Rasul-Nya, dan tidak ada yang seperti itu kecuali orang musyrik, bisa juga ia berpegang dengan hukum Allah dan Rasul-Nya, lalu ia memberanikan diri menikahinya padahal ia tahu orang itu sebagai pezina, maka pernikahan itu sesungguhnya zina, dan orang yang menikahinya adalah pezina. Kalau ia beriman kepada Allah dengan benat, tentu ia tidak akan maju melakukannya. Ini merupakan dalil yang tegas haramnya menikahi wanita pezina sampai ia bertobat dan demikian pula haramnya menikahkan (puteri kita) kepada laki-laki pezina sampai ia bertobat, karena hubungan suami dengan istrinya dan istri dengan suaminya adalah hubungan yang paling kuat dan paling sepasang. Allah Ta’ala telah berfirman, “(Kepada malaikat diperintahkan), "Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka…dst,” (terj. Ash Shaffaat: 22) yakni teman penyerta mereka. Allah mengharamkan yang demikian karena di dalamnya terdapat keburukan yang besar, dan di sana menunjukkan sedikitnya rasa kecemburuan, menghubungkan anak-anak yang bukan berasal dari suami, dan karena pezina tidak akan menjaga istrinya karena sibuk dengan wanita lain, di mana sebagian ini sudah cukup menjadikannya haram. Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa pezina bukanlah seorang mukmin (mutlak), sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Tidaklah berzina seorang pezina sedangkan dia adalam keadaan mukmin.” Pezina meskipun bukan musyrik, namun tidak diberikan gelar yang terpuji, yaitu iman yang mutlak.”