Fatwa DSN MUI

Hadiah dalam Penghimpunan Dana Lembaga Keuangan Syariah

FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor 86/DSN-MUI/XII/2012
Tentang
Hadiah dalam Penghimpunan Dana Lembaga Keuangan Syariah

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah

Menimbang :
  1. bahwa Lembaga Keuangan Syariah (LKS) melakukan penghimpunan dana berupa tabungan, deposito, dan giro dengan akad yang sesuai syariah, yaitu wadi'ah dan mudharabah;
  2. bahwa dalam rangka menarik minat masayarakat terhadap produk penghimpunan dana, LKS memberikan hadiah kepada nasabah penyimpan, baik berupa hadiah promosi maupun hadiah bagi dana simpanan nasabah;
  3. bahwa industri keuangan syariah dan masyarakat memerlukan kejelasan hukum syariah sebagai landasan operasional pemberian hadiah dalam penghimpunan dana LKS;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, b, dan c, Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia, memandang perlu untuk menetapkan fatwa tentang hadiah dalam penghimpunan dana LKS untuk dijadikan pedoman.
Mengingat :
  1. Firman Allah SWT:
    1. QS. al-Ma'idah [5]: 1:

      يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ …

      "Hai orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu …"

    2. QS. al-Isra' [17]: 34:

      ... وَأَوْفُوْا بِالْعَهْدِإِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُوْلاً ...

      "… Dan tunaikanlah janji-janji itu, sesungguhnya janji itu akan dimintai pertanggung jawaban …"

    3. QS. al-Baqarah [2]: 275:

      ... وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ...

      "… Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ..."

    4. QS. al-Baqarah [2]: 278:

      يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ

      "Hai orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang yang beriman."

    5. QS. al-Nisa' [4]: 29:

      يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ...

      "Hai orang yang beriman! Janganlah kalian memakan (mengambil) harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi atas sukarela di antara kalian ..."

    6. QS. al-Baqarah [2]: 283:

      ... فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِى اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ، وَلْيَتَّقِ اللهَ رَبَّهُ ...

      "… Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya …"

    7. QS. al-Nisa' [4]: 58:

      إِنَّ الهَ. يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا اْلأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ ...

      "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu menetapkan hukum dengan adil …"

    8. QS. Al-Shafat [37]: 139-141:

      وَإِنَّ يُونُسَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ، إِذْ أَبَقَ إِلَى الْفُلْكِ الْمَشْحُونِ، فَسَاهَمَ فَكَانَ مِنَ الْمُدْحَضِينَ

      "Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang Rasul; ingatlah ketika ia lari ke kapal yang penuh muatan; kemudian ia ikut berundi, lalu ia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian."

  2. Hadis Nabi SAW:
    1. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari 'Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu 'Abbas, dan riwayat Imam Malik dari Yahya:

      أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى أَنْ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ (أخرجه ابن ماجه عن عبادة بن الصامت في سننه، الكتاب: الأحكام، الباب : من بنى في حقه مايضر بجاره، رقم الحديث : 2331، ورواه أحمد عن ابن عباس، ومالك عن يحي)

      "Rasulullah SAW menetapkan: tidak boleh membahayakan/ merugikan orang lain dan tidak boleh (pula) membalas bahaya (kerugian yang ditimbulkan oleh orang lain) dengan bahaya (perbuatan yang merugikannya)."
      (HR. Ibnu Majah dari Ubadah bin Shamit dalam Kitab Sunan al-Tirmidzi, Kitab: Ahkam, bab man bana bi haqqihi ma yadhurru bi jarihi, No: 2331; HR. Ahmad dari Ibnu Abbas dan HR Malik dari Yahya)

    2. Hadis riwayat Imam Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, Kitab Ahkam, bab: ma dzukira 'an Rasulillah, No: 1272:

      الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا

      "Perdamaian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."

    3. Hadis riwayat dari Ibnu Umar RA:

      عن عبد الله بن عمرو أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: تَهَادَوْا تَحَابُّوْا (مسند الشهاب، محمد بن سلامة بن جعفر أبو عبدالله القاضي، بيروت: مؤسسة الرسالة، 1986، ج. 1، ص. 381؛ شرح سنن ابن ماجه، السيوطي، عبد الغني، فخر الحسن الدهلوي، كراتشي: قديمي كتب خانة. د.ت. ج. 1 ص. 140؛ عون المعبود، محمد شمس الحق العظيم آبادي أبوالطيب، بيروت: دار الكتب العلمية، 1415 ه، ج. 8، ص. 215)

      "Dari Abd Allah Ibn Umar RA, Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, "Salinglah memberi hadiah, maka kalian akan saling mencintai."
      (Musnad al-Syihab, Muhammad Ibn Salamah Ibn Ja'far Abu Abd Allah al-Qadhi, Beirut: Mu'assasah al-Risalah. 1986, juz I, hlm. 381; Syarh Sunan Ibn Majah, al-Suyuthi, Abd al-Ghani, dan Fakhr al-Hasanal-Dahlawi, Karachi: Qudaimi Kutub Khanah. T.th., juz I, hlm. 140; Aun al-Ma'bud, Muhammad Syam al-Haq al-Azhim Abadi Abu al-Thayyib, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah. 1415 H, juz VIII, hlm. 215)

    4. Hadis riwayat dari Abu Hurairah RA:

      عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: تَهَادَوْا فَإِنَّ الهَدِيَّةَ تُذْهِبُ وَحَرَ الصَّدْرِ (فتح الباري، أحمد بن على بن حجر أبو الفضل العسقلاني الشافعي، بيروت: دارالمعرفة، 1379ه. ج. 5، ص. 197؛ سنن الترمذي، محمد بن عيسى أبو عيسى الترمذي السلمي، بيروت: دار إحياء التراث العربي، جز 4، ص 441)

      Dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW bersabda, "Saling memberi hadiahlah. Sesungguhnya hadiah itu menghilangkan rasa dengki."
      (Fath al-Bari, Ahmad Ibnu Ali Ibnu Hajar Abu al-fadhl al-Asqalani al-Syafi'i, Beirut: Dar al-Ma'rifah, 1379 H, juz 5, hlm. 197; Sunan al-Tirmidzi, Muhammad Ibn Isa Abu Isa al-Tirmidzi al-Silmi, Beirut: Dar Ihya' al-Turats al-Arabi, juz IV, hlm. 441)

  3. Kaidah fikih, antara lain:
    1. الأَصْلُ فِي اْلأَشْيَاءِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى التَّحْرِيْمِ. (الأشباه والنظائر فى قواعد وفروع فقه الشافعية لجلال الدين عبد الرحمن بن أبي بكر السيوطي، بيروت: دار الكتاب العربي، 1987، ص. 133)

      "Pada dasarnya, segala sesuatu --termasuk mu'amalat-- boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya."
      (al-Asybah wa al-Nazha'ir fi Qawa'id wa Furu' Fiqh al-Syafi'iyyah, Jalal al-Din Abd al-Rahman Ibnu Abi Bakr al-Suyuthi, Beirut: Dar al-Kitab al-'Arabi. 1987, hlm. 133)

    2. لاَيَجُوْزُ ِلأَحَدٍ أَنْ يَأْخُذَ مَالَ أَحَدٍ بِلاَ سَبَبٍ شَرْعِيٍّ، (شرح القواعد الفقهية، للشيخ أحمد بن الشيخ محمد الزرقا، دمشق: دار القلم، 1989، ص. 465)

      "Seseorang/pihak tertentu tidak boleh mengambil harta milik pihak lain tanpa sebab yang sah menurut syara'."
      (Syarh al-Qawa'id al-Fiqhiyyah, Syekh Ahmad Ibn Syekh Muhammad al-Zarqa, Damaskus: Dar al-Qalam. 1989, hlm. 465)

    3. أَكْلُ الْمَالِ بِالْبَاطِلِ حَرَامٌ، (موسوعة القواعد الفقهية لعطية عدلان عطية رمضان، الاسكندرية: دار الإيمان، 2007، ص. 272)

      "Mengambil harta secara tidak sah (bathil) adalah haram."
      (Mausu'ah al-Qawa'id al-Fiqhiyyah, Athiyah Adlan Athiyah Ramadhan, Iskandariyah: Dar al-Aiman. 2007, hlm. 272)

    4. اَلْمُعَلَّقُ بِالشَّرْطِ يَجِبُ ثُبُوْتُهُ عِنْدَ ثُبُوْتِ الشَّرْطِ (شرح القواعد الفقهية، للشيخ أحمد بن الشيخ محمد الزرقا، دمشق: دار القلم، 1989، ص. 419)

      "(Janji) yang dikaitkan dengan syarat, wajib dipenuhi apabila syaratnya telah terpenuhi."
      (Syarh al-Qawa'id al-Fiqhiyyah, Syekh Ahmad Ibnu Syekh Muhammad al-Zarqa, Damaskus: Dar al-Qalam. 1989. hlm. 419)

    5. كُلُّ أَمْرٍ يُشْتَبَهُ فِيْهِ وَلاَيَتَمَيَّزُ إِلاَّ بِالْقُرْعَةِ فَإِنَّهُ يُقْرَعُ (القواعد الفقهية لمحمد بن صالح العثيمين، الاسكندرية: دار لبصيرة ،1422 ه، ص. 80)

      "Setiap hal yang (haknya atau bentuknya) serupa dan tidak dapat dibeda-bedakan kecuali diundi, maka harus diundi."
      (al-Qawa'id al-Fiqhiyyah, Muhammad Shalih al-'Utsaimin, Iskandariyah: Dar al-Bashirah. 1422 H, hlm. 272)

Memperhatikan :
  1. Pendapat ulama tentang hadiah sebagai dijelaskan Abd al-Halim 'Uwais dalam kitab Mausu'ah al-Fiqh al-Islam al-Mu'ashir(al-Mansyurah: Dar al-Wafa'. 2005), hlm. 95-99, sebagai berikut:
    1. Hadiah tidak boleh diterima oleh yang menyimpan dana dengan akad qardh atau wadi'ah, walaupun dana tersebut diinvestasikan oleh penerima titipan;
    2. Hadiah tidak boleh diterima dalam kondisi apapun oleh Muqridh (pemberi utang) kecuali jika sudah terbiasa melakukan pertukaran hadiah di antara mereka sebelum akad qardh tersebut terjadi; jika tidak demikian, maka hadiah termasuk riba atau risywah yang keduanya diharamkan bagi pemberi maupun penerimanya;
    3. Syekh Abd al-Ra'uf al-Munawi berpendapat, jika dalam akad qardh disyaratkan adanya sesuatu yang mendatangkan manfaat baik berupa tambahan secara kualitas maupun kuantitas terhadap Muqridh (pemberi utang), maka akad tersebut batal;
    4. Muhammad Ibnu Ismail al-Kahlani dalam menjelaskan hadits tentang larangan memberi hadiah kepada pihak yang memberikan pertolongan, karena hal tersebut termasuk riba;
    5. Muhammad Ibnu Idris al-Syafi'i berpendapat bahwa hibah bi al-tsawab (hadiah bersyarat imbalan) adalah batal, tidak sah;
    6. Pendapat ulama yang membolehkan penerimaan hadiah pada saat pelunasaan utang atau pengambilan benda yang dititipkan, karena termasuk pembayaran utang yang baik sebagaimana dianjurkan Rasulullah SAW.
  2. Penjelasan Syekh 'Ala' al-Din Za'tari dalam kitab Fiqh al-Mu'amalat al-Maliyahal-Muqaran:ShiyaghahJadidahwaAmtsilah Mu'ashirah(Damaskus: Dar al-Ashma'. 2008), hlm. 244-246, sebagai berikut:
    1. Ulama Hanafiah berpendapat bahwa hadiah boleh diterima oleh Muqridh sebelum utang qardh dibayar oleh Muqtaridh; akan tetapi, yang terbaik adalah bahwa hadiah tersebut tidak diterima oleh Muqridh;
    2. Ulama Malikiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa hadiah atas qardh tidak boleh (haram) diterima oleh Muqridh apabila hadiah diberikan oleh Muqtaridh dengan harapan agar Muqridh memperpanjang masa qardh-nya; dan Muqridh diharamkan pula menerima hadiah atas qardh tersebut;
    3. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa hadiah boleh diterima sebelum terjadi utang-piutang atas dasar akad qardh.
  3. Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang Risywah (Suap), Ghulul(Korupsi), dan Hadiah kepada Pejabat, yang ditetapkan tanggal 25-29 Juli 2000, yang substansinya adalah:
    1. Jika pemberian hadiah itu pernah dilakukan sebelum pejabat tersebut memegang jabatan, maka pemberian seperti itu hukumnya halal (tidak haram), demikian juga menerimanya;
    2. Jika pemberian hadiah itu tidak pernah dilakukan sebelum pejabat tersebut memegang jabatan, maka dalam hal ini ada tiga kemungkinan:
      1. Jika antara pemberi hadiah dan pejabat tidak ada atau tidak akan ada urusan apa-apa, maka memberikan dan menerima hadiah tersebut tidak haram;
      2. Jika antara pemberi hadiah dan pejabat terdapat urusan (perkara), maka bagi pejabat haram menerima hadiah tersebut; sedangkan bagi pemberi, haram memberikannya apabila pemberian dimaksud bertujuan untuk meluluskan sesuatu yang batil (bukan haknya); dan
      3. Jika antara pemberi hadiah dan pejabat ada sesuatu urusan, baik sebelum maupun sesudah pemberian hadiah dan pemberiannya itu tidak bertujuan untuk sesuatu yang batil, maka halal (tidak haram) bagi pemberi memberikan hadiah itu, tetapi bagi pejabat haram menerimanya.
  4. Kesimpulan dan Rekomendasi Working Group Perbankan Syariah (Bank Indonesia/BI, Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia/DSN-MUI, dan Ikatan Akuntan Indonesia/IAI) tentang Ja'izah Tasyji'iyyah pada penghimpunan dana, tanggal 20 Desember 2012;
  5. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia pada hari Jumat, tanggal 21 Desember 2012.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : HADIAH DALAM PENGHIMPUNAN DANA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:
  1. Penghimpunan dana adalah kegiatan penghimpunan dana masyarakat yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah yang dapat berupa tabungan, deposito, dan giro;
  2. Tabungan adalah simpanan dana masyarakat yang tujuannya penyimpanan kekayaan yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang telah disepakati, yang tidak dapat dilakukan penarikan dengan menggunaakan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu;
  3. Deposito adalah simpanan dana berjangka yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah penyimpan dengan bank;
  4. Giro adalah simpanan dana masyarakat yang tujuannya memudahkan transaksi bisnis yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu;
  5. Wadi'ah (titipan) adalah akad titipan sesuatu yang diberikan oleh satu pihak kepada pihak lain untuk dijaga dan dikembalikan ketika diminta kembali;
  6. Mudharabah adalah akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh modal usaha, sedangkan pihak mudharib bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai nisbah yang disepakati yang dituangkan dalam kontrak;
  7. Hadiah (hadiyah) adalah pemberian yang bersifat tidak mengikat dan bertujuan agar nasabah loyal kepada LKS;
  8. Janji (wa'd) adalah pernyataan dari satu pihak kepada pihak lain yang berupa kesanggupan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu di masa yang akan datang;
  9. Perjanjian (akad/transaksi/kontrak) adalah pertalian antara ijab/penawaran dengan qabul/penerimaan menurut cara-cara yang disyariatkan yang berpengaruh terhadap obyeknya;
  10. Qur'ah (undian) adalah cara menentukan pihak yang berhak menerima hadiah melalui media tertentu di mana penentuan "pemenangnya" diyakini tanpa unsur keberpihakan dan di luar jangkauan;
  11. Maisir (judi)adalah setiap akad yang dilakukan dengan tujuan yang tidak jelas, dan perhitungan yang tidak cermat, spekulasi, atau untung-untungan;
  12. Gharar adalah ketidakpastian dalam suatu akad, baik mengenai kualitas atau kuantitas obyek akad maupun mengenai penyerahannya;
  13. Riba adalah tambahan yang diberikan dalam pertukaran barang-barang ribawi (al-amwal al-ribawiyah) dan tambahan yang diberikan atas pokok utang dengan imbalan penangguhan pembayaran secara mutlak;
  14. Akl al-mal bi al-bathil adalah mengambil harta pihak lain secara tidak sah menurut syariat Islam;
  15. Risywah (suap/sogok) adalah pemberian yang diberikan oleh seseorang/pihak kepada orang/pihak lain (pejabat) dengan maksud meluluskan suatu perbuatan yang bathil (tidak benar menurut syariah) atau membatilkan perbuatan yang hak. Suap/uang pelicin/money politic dan lain sebagainya dapat dikategorikan sebaagi risywah apabila tujuannya untuk meluluskan sesuatu yang batil atau membatilkan perbuatan yang hak.
Kedua : Ketentuan Hukum
Lembaga Keuangan Syariah boleh menawarkan dan/atau memberikan hadiah dalam rangka promosi produk penghimpunan dana dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Fatwa ini.
Ketiga : Ketentuan terkait Hadiah
  1. Hadiah promosi yang diberikan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) kepada Nasabah harus dalam bentuk barang dan/atau jasa, tidak boleh dalam bentuk uang;
  2. Hadiah promosi yang diberikan oleh LKS harus berupa benda yang wujud, baik wujud haqiqi maupun wujud hukmi;
  3. Hadiah promosi yang diberikan oleh LKS harus berupa benda yang mubah/halal;
  4. Hadiah promosi yang diberikan oleh LKS harus milik LKS yang bersangkutan, bukan milik nasabah;
  5. Dalam hal akad penyimpanan dana adalah akad wadi'ah, maka hadiah promosi diberikan oleh LKS sebelum terjadinya akad wadi'ah;
  6. LKS berhak menetapkan syarat-syarat kepada penerima hadiah selama syarat-syarat tersebut tidak menjurus kepada praktik riba;
  7. Dalam hal penerima hadiah ingkar terhadap syarat-syarat yang telah ditentukan oleh LKS, penerima hadiah harus mengembalikan hadiah yang telah diterimanya;
  8. Kebijakan pemberian hadiah promosi dan hadiah atas Dana Pihak Ketiga oleh LKS harus diatur dalam peraturan internal LKS setelah memperhatikan pertimbangan Dewan pengawas Syariah;
  9. Pihak Otoritas harus melakukan pengawasan terhadap kebijakan Lembaga Keuangan Syariah terkait pemberian hadiah promosi dan hadiah atas Dana Pihak Ketiga kepada nasabah, berikut operasionalnya.
Keempat : Ketentuan terkait Cara Penentuan Penerima Hadiah
  1. Hadiah promosi tidak boleh diberikan oleh LKS dalam hal:
    1. bersifat memberikan keuntungan secara pribadi pejabat dari perusahaan/institusi yang menyimpan dana,
    2. berpotensi praktek risywah (suap), dan/atau
    3. menjurus kepada riba terselubung;
  2. Pemberian hadiah promosi oleh LKS harus terhindar dari qimar (maisir), gharar, riba, dan akl al-mal bil bathil;
  3. Pemberian hadiah promosi oleh LKS boleh dilakukan secara langsung, dan boleh pula dilakukan melalui pengundian (qur'ah).
Kelima : Ketentuan terkait Hadiah dalam Simpanan DPK
LKS boleh memberikan hadiah/'athaya atas simpanan nasabah, dengan syarat:
  1. Tidak diperjanjikan sebagaimana substansi Fatwa DSN-MUI Nomor: 01/DSN-MUI/IV/2000 tentang Giro, dan Nomor: 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan;
  2. Tidak menjurus kepada praktik riba terselubung; dan/atau
  3. Tidak boleh menjadi kelaziman (kebiasaan, 'urf);
Keenam : Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Ketujuh : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 07 Shafar 1434 H

21 Desember 2012 M

DEWAN SYARI'AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua
K.H. MA Sahal Mahfudh
Sekretaris
Drs. H. M Ichwan Sam
Konten diambil dari situs http://www.dsnmui.or.id/