Fatwa DSN MUI

Pembiayaan Sindikasi (al-Tamwil al-Mashrifi al-Mujamma‘)

FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor 91/DSN-MUI/IV/2014
Tentang
Pembiayaan Sindikasi (al-Tamwil al-Mashrifi al-Mujamma‘)

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah

Menimbang :
  1. bahwa bisnis secara syariah semakin berkembang sehingga pebisnis meminta agar fikih mumalah maliyah terkait bisnis supaya terus ditingkatkan fungsi dan perannya;
  2. bahwa Lembaga Keuangan Syariah meminta fatwa untuk pengembangan produk pembiayaan sindikasi berdasarkan syariah (al-tamwil al-mashrifi al-mujamma');
  3. bahwa atas dasar pertimbangan huruf a dan huruf b, Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia memandang perlu untuk menetapkan fatwa tentang pembiayaan sindikasi berdasarkan syariah (al-tamwil al-mashrifi al-mujamma') untuk dijadikan pedoman.
Mengingat :
  1. Firman Allah SWT:
    1. QS. Shad [38]: 24:

      … وَإِنَّ كَثِيرًۭا مِّنَ ٱلْخُلَطَآءِ لَيَبْغِى بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَقَلِيلٌۭ مَّا هُمْ ۗ ْ …

      "... Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; dan amat sedikitlah mereka ini ..."

    2. QS. al-Ma'idah [5]: 1:

      يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَوْفُوا۟ بِٱلْعُقُودِ ۚ …

      "Hai orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu ..."

  2. Hadis Nabi SAW:
    1. Hadis riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata:

      إنَّ اللهَ تَعَالَى يَقُوْلُ: أَنَا ثَالِثُ الشَّرِيْكَيْنِ مَا لَمْ يَخُنْ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ، فَإِذَا خَانَ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا.

      "Allah SWT berfirman: "Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.""
      (HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah);

    2. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf:

      الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.

      "Shulh (penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat) dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali shulh yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."
      (HR. Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf);

    3. Taqrir Nabi terhadap kegiatan musyarakah yang dilakukan oleh masyarakat pada saat itu;
    4. Ijma' Ulama tentang kebolehan musyarakah.
  3. Kaidah fikih:

    الأَصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.

    "Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya."

Memperhatikan :
  1. Pendapat 'Atha`, Thawus, dan Mujahid:

    حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنِ الْحَسَنِ بْنِ صَالِحٍ، عَنْ لَيْثٍ قَالَ: كَانَ عَطَاءٌ وَطَاوُسٌ ومُجَاهِدٌ : يَكْرَهُونَ شَرِكَةَ الْيَهُودِيِّ، وَالنَّصْرَانِيِّ، إِلَّا إِذَا كَانَ الْمُسْلِمُ هُوَ الَّذِي يَرَى الشِّرَاءَ وَالْبَيْعَ.

    "Waki' menjelaskan (haddatsana) kepada kami, dari al-Hasan bin Shalih, dari Laits. Dia berkata, "'Atha`, Thawus, dan Mujahid melarang kerjasama/syirkah (antara muslim) dengan orang Yahudi dan orang Nasrani, kecuali jika pihak muslim (syarik) yang mengawasi (transaksi) beli dan jualnya."
    (Mushannaf Ibn Abi Syaibah, jilid IV, hlm. 269);

  2. Penjelasan Ibn Qudamah tentang bolehnya pembiayaan sindikasi  (al-tamwil al-mashrifi al-mujamma') dengan syarat terhindar dari riba dan akad yang batil sebagaimana disandarkan kepada ulama Syafi'iah, Malikiah, Hanabilah, dan Ahnaf;
  3. Ketentuan al-Ma'ayir al-Syar'iyyah (Sharia Standards AAOIFI).

    الأَصْلُ أَنْ يَتِمَّ التَمْوِيْلُ الـمَصْرِفِيّ الـمُجَمَّعُ بَيْنَ الْمُؤَ سَّسَاتِ الْمَالِيَّةِ الإِسْلَامِيَّةِ.

    "Pada prinsipnya pembiyaan sindikasi (hanya) boleh dilakukan Antarlembaga Keuangan Syariah."
    (al-Ma'ayir al-Syar'iyyah, 24:5-1);

    لاَ مَانِعَ شَرْعًا مِنِ اشْتِرَاكِ الْبُنُوْكِ التَقْلِيْدِيَّةِ مَعَ المُؤَ سَّسَاتِ فِي التَّمْوِيْلِ الـمَصْرِفِيِّ الـمُجَمَّعِ مَادَامَتْ المُشَارَكَةُ وَالتَّمْوِيْلُ يَتِمَّانِ وَفْقَ الصِيَغِ الإِسْلَامِيَّةِ المَشْرُوْعِيَّةِ.

    "Tidak ada larangan secara syariah untuk mengikutsertakan bank konvensional dalam kerjasama pembiayaan sindikasi, dengan syarat kerjasama dan pembiayaan sindikasi dilakukan sesuai dengan prinsip dan ketentuan syariah."
    (al-Ma'ayir al-Syar'iyyah, 24:5-2);

    لاَ مَانِعَ مِنْ تَقْدِيْمِ التَّمْوِيْلِ الـمَصْرِفِيّ الـمُجَمَّعِ مِنْ مُؤَسَّسَاتٍ مَالِيَّةٍ إِسْلَامِيَّةٍ لِحِصَّةٍ مِنْ مَشْرُوْعٍ وَاحِدٍ فِي حِينِ أَنَّ الْحِصَّةَ الْأُخْرَى مُمَوَّلَةٌ مِنْ جِهَةٍ أُخْرَى بِطُرُقٍ تَقْلِيْدِيَّةٍ بِشَرْطِ الْفَصْلِ بَيْنَ حِسَابَاتِ التَّمْوِيْلَيْنِ وَطَرِيْقَةِ قِيَادَةِ وَإِدَارَةِ كُلٍّ مِنْهُمَا, عِلْمًا بِأَنَّ الإِقْرَاضَ وَالْاِقْتِرَاضَ الْرِبَوِيّ حَرَامٌ شَرْعًا وَمَسْئُوْلِيَّتُهُ عَلَى مَنْ قَامَ بِهِ.

    Tidak ada larangan (secara syariah) mengenai pemberian pembiayaan perbankan secara sindikasi oleh Lembaga-lembaga Keuangan Syariah untuk sebagian porsi dari satu proyek sementara porsi yang lain dibiayai oleh pihak lain dengan cara-cara yang konvensional dengan syarat rekening dan lead manager antara kedua tipe pembiayaan tersebut dipisahkan mengingat bahwa transaksi ribawi (sistem bunga) diharamkan/dilarang secara syariah; dan tanggungjawab perbuatan ribawi tersebut menjadi beban pihak yang melakukannya."
    (al-Ma'ayir al-Syar'iyyah, 24:5-5);

  4. Keputusan Nadwah al-Barakah tentang bolehnya bisnis secara sindikasi (al-tamwil al-mashrifi al-mujamma');
  5. Pendapat al-Nadwah al-Fiqhiyyah ke-4 (tahun 1995) dalam Seminar yang diselenggarakan Kuwait Finance House tentang bolehnya bisnis secara sindikasi (al-tamwil al-mashrifi al-mujamma');
  6. Fatwa-fatwa DSN-MUI di antaranya:
    1. Fatwa DSN-MUI Nomor: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah;
    2. Fatwa DSN-MUI Nomor: 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual-Beli Salam;
    3. Fatwa DSN-MUI Nomor: 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual-Beli Istishna';
    4. Fatwa DSN-MUI Nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah;
    5. Fatwa DSN-MUI Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik;
    6. Fatwa DSN-MUI Nomor: 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah;
    7. Fatwa DSN-MUI Nomor: 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah;
    8. Fatwa DSN-MUI Nomor: 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh);
    9. Fatwa DSN-MUI Nomor: 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah;
    10. Fatwa Nomor: 37/ DSN-MUI/X/2002 tentang Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah;
    11. Fatwa Nomor: 38/DSN-MUI/X/2002 tentang Sertifikat Investasi Mudharabah antar Bank (Sertifikat IMA); 
    12. Fatwa Nomor: 78/DSN-MUI/IX/2010 tentang Mekanisme dan Instrumen Pasar uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah;
  7. Hasil pembahasan Working Group Perbankan Syariah (WGPS) di Hotel Mercure Alam Sutera Tangerang Selatan, Banten tanggal 28-30 November 2013; yang substansinya bahwa pihak Regulator mendorong agar Lembaga Keuangan Syariah memperoleh pengalaman dalam melakukan sindikasi, sementara dari beberapa segi masih kurang memungkinan Lembaga Keuangan Konvensional dapat dipaksa untuk menjalankan sindikasi sesuai syariah; oleh karena itu, dengan tidak mengabaikan substansi al-Mi'yar al-Syar'i Nomor: 24 (5-2), WGPS berkesimpulan bahwa kerjasama usaha sindikasi boleh dilakukan antara Lembaga Keuangan Syariah dengan Bank Konvensional dengan syarat dokumennya disusun sedemikian rupa sehingga tidak terjadi percampuran secara administrasi antara yang halal dengan yang ribawi; di antara caranya adalah dibuatnya dokumen induk, serta dokumen lanjutan yang berbeda antara transaksi ribawi dan transaksi yang halal, dan rekening pembiayaan yang berbeda pula;
  8. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia pada hari Rabu, tanggal 02 April 2014.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG PEMBIAYAAN SINDIKASI (AL-TAMWIL AL-MASHRIFI AL-MUJAMMA')
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:
  1. Pembiayaan Sindikasi  (al-tamwil al-mashrifi al-mujamma') adalah akad antara beberapa Lembaga Keuangan, baik antar sesama Lembaga Keuangan Syariah maupun antar Lembaga Keuangan Syariah dengan Lembaga Keuangan Konvensional, dalam rangka membiayai proyek tertentu secara bersama-sama;
  2. Entitas Sindikasi adalah kumpulan beberapa Lembaga Keuangan Syariah, atau Lembaga Keuangan Syariah dengan Lembaga Keuangan Konvensional, yang memberikan pembiayaan secara bersama kepada nasabah;
  3. Akad Jual-beli (al-bai') adalah sebagaimana dimaksud dalam Fatwa DSN-MUI Nomor: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah; Fatwa DSN-MUI Nomor: 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual-Beli Salam; dan Fatwa DSN-MUI Nomor: 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual-Beli Istishna';
  4. Akad Ijarah adalah sebagaimana dimaksud dalam Fatwa DSN-MUI Nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah;
  5. Akad Ijarah Muntahiyah bi al-Tamlik adalah sebagaimana dimaksud dalam Fatwa DSN-MUI Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik;
  6. Akad Musyarakah adalah sebagaimana dimaksud dalam Fatwa DSN-MUI Nomor: 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah;
  7. Akad Musyarakah Mutanaqishah adalah sebagaimana dimaksud dalam Fatwa DSN-MUI Nomor: 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah;
  8. Akad Mudharabah adalah sebagaimana dimaksud dalam Fatwa DSN-MUI Nomor: 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh);
  9. Akad Muzara'ah adalah akad kerjasama usaha pertanian antara pemilik lahan dan pengelola (penggarap), di mana benih tanaman berasal dari pemilik lahan; hasil pertanian dibagi antara pemilik dan penggarap sesuai nisbah yang disepakati;
  10. Akad Mukhabarah adalah akad kerjasama usaha pertanian antara pemilik lahan dan pengelola (penggarap), di mana benih tanaman berasal dari penggarap lahan; hasil pertanian dibagi antara pemilik dan penggarap sesuai nisbah yang disepakati;
  11. Akad Musaqah adalah akad kerjasama antara pemilik lahan dan penggarap dalam rangka pemeliharaan tanaman agar tumbuh dan berbuah secara baik yang hasilnya dibagi antara pemilik dengan penggarap sesuai nisbah yang disepakati;
  12. Akad Mugharasah adalah akad kerjasama antara pemilik lahan dan penggarap dalam rangka penaman  pohon keras di mana yang dipanen adalah pohonya (bukan buahnya),  yang hasilnya dibagi antara pemilik lahan dengan penggarap sesuai nisbah yang disepakati.
Kedua : Ketentuan Hukum

Pembiayaan Sindikasi antara sesama Lembaga Keuangan Syariah atau antara satu dan/atau sejumlah Lembaga Keuangan Syariah dengan satu dan/atau sejumlah Lembaga Keuangan Konvensioanl boleh dilakukan dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Fatwa ini.

Ketiga : Ketentuan Akad antara Sesama Peserta Sindikasi

Akad antara sesama peserta sindikasi dapat berupa:

  1. Akad Mudharabah; para peserta sebagai pihak yang menyertakan modal (shahibul mal); dan pihak Leader (Mudharib) hanya menyertakan modal dalam bentuk keahlian/keterampilan usaha, tidak ikut berpartisifasi dalam penyertaan modal (ra`sul mal);
  2. Akad Musyarakah;  peserta dan leader ikut berpartisifasi dalam pengumpulan modal (ra`sul mal), dan di antara  syarik ditunjuk (melalui kesepakatan) sebagai leader; leader berhak memperoleh pendapatan/ penghasilan tambahan  dengan akad tersendiri karena kedudukannya sebagai pengelola;
  3. Akad Wakalah; peserta sebagai muwakkil dan leader berkedudukan sebagai wakil. Dalam hal akad yang dilakukan akad Wakalah bil Ujrah, maka wakil berhak mendapatkan ujrah.
Keempat : Ketentuan Akad antara Entitas Sindikasi dengan Nasabah

Akad antara Entitas Sindikasi dengan Nasabah dapat berupa:

  1. Akad jual-beli (al-bai'), baik jual-beli musawamah (bai' al-musawamah); di mana harga ditentukan berdasarkan proses tawar-menawar, jual-beli murabahah (bai' al-murabahah), jual-beli salam (bai' al-salam) atau jual beli salam pararel  (bai' al-salam al-muwazi), jual-beli istishna' (bai' al-istishna') atau jual-beli istishna' pararel (bai' al-istishna' al-muwazi);
  2. Akad sewa menyewa (ijarah) atau akad sewa-menyewa yang diakhiri dengan pengalihan kepemilikan obyek sewa  (al-ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik);
  3. Akad kerjasama usaha di mana semua pihak menyertakan modal usaha (musyarakah tsabitah)  atau akad kerjasama usaha di mana semua pihak menyertakan modal usaha dan modal Entitas Sindikasi dialihkan secara berangsur kepada nasabah lain (musyarakah mutanaqishah); 
  4. Akad kerjasama usaha pertanian: a) muzara'ah, b) mukhabarah, c) mugharasah, dan  d)  musaqah.
Kelima : Ketentuan terkait Rekening dan Dokumen Akad
  1. Dalam hal sindikasi dilakukan sesama Lembaga Keuangan Syariah, maka rekening, dokumen kontrak serta dokumen-dokumen pendukung lainnya boleh diadministrasikan/disusun dalam satu dokumen;
  2. Dalam hal  sindikasi dilakukan antara Lembaga Keuangan Syariah dengan Lembaga Keuangan Konvensional, maka harus menggunakan rekening yang terpisah dan dibuatkan dokumen induk (perjanjian bersama) yang kemudian dibuat dokumen untuk Lembaga Keuangan Syariah tersendiri; dan dibuat pula dokumen khusus untuk Lembaga Keuangan Konvensional secara tersendiri.
Keenam : Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Ketujuh : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 24 Jumadil Tsani 1435 H

02 April 2014 M

DEWAN SYARI'AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua
Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin, MA.
Sekretaris
Drs. H. M Ichwan Sam
Konten diambil dari situs http://www.dsnmui.or.id/