Fatwa DSN MUI

Rahn

FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor 25/DSN-MUI/III/2002
Tentang
Rahn

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Dewan Syari'ah Nasional setelah

Menimbang :
  1. bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah pinjaman dengan menggadaikan  barang sebagai jaminan utang;
  2. bahwa lembaga keuangan syari'ah (LKS) perlu merespon kebutuhan masyarakat tersebut dalam berbagai produknya;
  3. bahwa agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah, Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa untuk dijadikan pedoman tentang Rahn, yaitu menahan barang sebagai jaminan atas utang.
Mengingat :
  1. Firman Allah, QS. Al-Baqarah [2]: 283:

    وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوْا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوْضَةٌ …

    "Dan apabila kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak memperoleh seorang juru tulis maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang ..."

  2. Hadis Nabi riwayat al-Bukhari dan Muslim dari 'Aisyah r.a., ia berkata:

    أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُوْدِيٍّ إِلَى أَجَلٍ وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيْدٍ.

    "Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pernah membeli makanan dengan berutang dari seorang Yahudi, dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya."

  3. Hadits Nabi riwayat al-Syafi'i, al-Daraquthni dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, Nabi s.a.w. bersabda:

    لاَ يُغْلَق الرَّهْنُ مِنْ صَاحِبِهِ الَّذِيْ رَهَنَهُ، لَهُ غُنْمُهُ وَعَلَيْهِ غُرْمُهُ.

    "Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung resikonya."

  4. Hadits Nabi riwayat Jama'ah, kecuali Muslim dan al-Nasa'i, Nabi s.a.w. bersabda:

    الظَّهْرُ يُرْكَبُ بِنَفَقَتِهِ إِذَا كَانَ مَرْهُوْنًا، وَلَبَنُ الدَّرِّ يُشْرَبُ بِنَفَقَتِهِ إِذَا كَانَ مَرْهُوْنًا، وَعَلَى الَّذِيْ يَرْكَبُ وَيَشْرَبُ النَّفَقَةُ.

    "Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Orang yang menggunakan kendaraan dan memerah susu tersebut wajib menanggung biaya perawatan dan pemeliharaan."

  5. Ijma:
    Para ulama sepakat membolehkan akad Rahn. (al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 1985, V: 181)
  6. Kaidah Fiqih:

    الأَصْلُ فِي الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.

    Pada dasarnya segala bentuk muamalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

Memperhatikan :
  1. Pendapat Ulama tentang Rahn antara lain:

    وَأَمَّا الإِجْمَاعُ فَأَجْمَعَ اْلمُسْلِمُوْنَ عَلىَ جَوَازِ الرَّهْنِ فِي اْلجُمْلَةِ (المغني لابن قدامة، ج 4 ، ص 367)

    Mengenai dalil ijma', ummat Islam sepakat (ijma') bahwa secara garis besar akad rahn (gadai/penjaminan utang) diperbolehkan

    لِلرَّاهِنِ كُلُّ انْتِفَاعٍ بِالرَّهْنِ لاَ يَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ نَقْصُ اْلمَرْهُوْنِ (مغني المحتاج للشربيني، ج 2 ص 131)

    Pemberi gadai boleh memanfaatkan barang gadai secara penuh sepanjang tidak mengakibatkan berkurangnya (nilai) barang gadai tersebut.

    يَرَى الْجُمْهُوْرُ غَيْرُ الْحَنَابِلَةِ أَنَّهُ لَيْسَ لِلْمُرْتَهِنِ أَنْ يَنْتَفِعَ بِشَيْءٍ مِنَ الرَّهْنِ

    Mayoritas Ulama selain mazhab Hanbali berpendapat bahwa penerima gadai tidak boleh memanfaatkan barang gadai sama sekali.

  2. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Kamis, 14 Muharram 1423 H./ 28 Maret 2002 dan hari Rabu, 15 Rabi'ul Akhir 1423 H. / 26 Juni 2002.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG RAHN
Pertama :
      Hukum
    Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk Rahn dibolehkan dengan ketentuan sebagai berikut.
Kedua : Ketentuan Umum
  1. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun  (barang) sampai semua utang Rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
  2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya, Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai Marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.
  3. Pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada dasarnya menjadi kewajiban Rahin, namun dapat dilakukan juga oleh Murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin.
  4. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
  5. Penjualan Marhun
    1. Apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan Rahin untuk segera melunasi utangnya.
    2. Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka Marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.
    3. Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
    4. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban Rahin.
Kedua :
    Ketentuan Penutup
  1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
  2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 15 Rabi’ul Akhir 423 H

26 Juni 2002 M

DEWAN SYARI'AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua
K.H. MA Sahal Mahfudh
Sekretaris
Prof. Dr. H. M Din Syamsuddin
Konten diambil dari situs http://www.dsnmui.or.id/