Fatwa DSN MUI

Transaksi Lindung Nilai Syariah (Al-Tahawwuth Al-Islami / Islamic Hedging) Atas Nilai Tukar

FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor 96/DSN-MUI/IV/2015
Tentang
Transaksi Lindung Nilai Syariah (Al-Tahawwuth Al-Islami / Islamic Hedging) Atas Nilai Tukar

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah

Menimbang :
  1. bahwa adanya paparan (exposure) risiko dalam mata uang asing memerlukan lindung nilai dalam rangka memitigasi risiko ketidakpastian pergerakan nilai tukar;
  2. bahwa ketentuan dan instrumen lindung nilai yang sesuai dengan prinsip syariah belum tersedia;
  3. bahwa transaksi lindung nilai yang berdasarkan prinsip syariah diperlukan untuk mendukung perkembangan industri keuangan syariah;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c, perlu ditetapkan fatwa tentang Transaksi Lindung Nilai Syariah (al-Tahawwuth al-Islami/Islamic Hedging) atas Nilai Tukar.
Mengingat :
  1. Firman Allah SWT:
    1. QS. al-Ma`idah [5]: 1:

      يٰأَيُّهَا الَّذينَ ءامَنوا أَوفوا بِالعُقودِ ...

      "Hai orang-orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu …"

    2. QS al-Isra` [17]: 34:

      ... وَأَوفوا بِالعَهدِ إِنَّ العَهدَ كانَ مَسـٔولًا

      "… Dan tunaikanlah janji-janji itu, sesungguhnya janji itu akan dimintai pertanggungjawaban."

    3. QS. al-Nisa’ [4] : 29:

      يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ …

      "Hai orang yang beriman! Janganlah kalian memakan (mengambil) harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi atas sukarela di antara kalian. ..."

    4. QS. al-Hasyr [59]: 18:

      يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ...

      "Wahai orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan) ..."

  2. Hadis Nabi SAW:
    1. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas, dan riwayat Imam Malik dari Yahya: ”

      أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى أَنْ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ.

      "Rasulullah SAW menetapkan: “Tidak boleh membahayakan / merugikan orang lain dan tidak boleh (pula) membalas bahaya (kerugian yang ditimbulkan oleh orang lain) dengan bahaya (perbuatan yang merugikannya)."

    2. Hadis Riwayat al-Hakim:

      قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ لِرَجُلٍ وَهُوَ يَعِظُهُ: اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ )هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ وَلَمْ يُخْرِجَاهُ (.

      "Rasulullah SAW bersabda kepada seseorang dalam rangka menasihati; "Ambillah kesempatan dalam lima kondisi sebelum datang kondisi lainnya: mudamu sebelum tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum sibukmu, dan hidupmu sebelum matimu." (HR. al-Hakim. Dia berkata, "Hadis ini adalah hadis shahih berdasarkan syarat-syarat Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, namun keduanya tidak meriwayatkannya.")

    3. Hadis riwayat Ibn Hibban RA:

      قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرْسِلُ نَاقَتِي وَأَتَوَكَّلُ قَالَ اِعْقِلْهَا وَتَوَكَّلْ.

      "Seseorang bertanya kepada Rasulullah terkait untanya, apakah saya (boleh) membiarkan (tidak mengikat) unta saya kemudian bertawakkal (kepada Allah), Rasulullah SAW bersabda: "Ikatlah untanya dan bertawakallah (kepada Allah)."

    4. Hadis Nabi riwayat Muslim, Abu Daud, al-Tirmidzi, Nasa'i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit, Nabi SAW bersabda:

      الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ، سَوَاءً بِسَوَاءٍ، يَدًا بِيَدٍ، فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ اْلأَصْنَافُ فَبِيْعُوْا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ.

      "(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai."

    5. Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, Nabi SAW bersabda:

      لاَ تَبِيْعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ وَلاَ تُشِفُّوْا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلاَ تَبِيْعُوا الْوَرِقَ بِالْوَرِقِ إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ وَلاَ تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلاَ تَبِيْعُوا مِنْهَا غَائِبًا بِنَاجِزٍ.

      "Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai." (HR. Muslim)

    6. Hadis Riwayat Imam al-Bukhari:

      عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ.

      "Dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Ciri-ciri munafik ada tiga: 1. jika berbicara, ia bohong; 2. jika dipercaya, ia khianat, dan 3. Jika berjanji, ia ingkar."

    7. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani, Nabi SAW bersabda:

      الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.

      "Shulh (penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat) dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali shulh yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."

  3. Kaidah fikih:
    1. Kaidah fikih:

      الأَصْلُ فِي اْلأشْيَاءِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى التَّحْرِيْمِ.

      "Pada dasarnya, segala sesuatu (bentuk muamalat) boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya."

    2. Kaidah fikih:

      الضَّرَرُ يُزَالُ.

      "Segala mudharat (bahaya) harus dihilangkan."

    3. Kaidah fikih:

      الضَّرَرُ يُدْفَعُ بِقَدْرِ اْلإِمْكَانِ.

      "Bahaya (dharar) dicegah sebisa mungkin."

    4. Kaidah fikih:

      المَوَاعِيْدُ بِصُوَرِ التَّعَالِيْقِ تَكُوْنُ لاَزِمَةً.

      "Janji dengan bentuk bersyarat adalah mengikat."

    5. Kaidah fikih:

      الـمُعَلَّقُ بِالشَّرْطِ يَجِبُ ثُبُوْتُهُ عِنْدَ ثُبُوْتِ الشَّرْطِ.

      "(Janji) yang dikaitkan dengan syarat, wajib dipenuhi apabila syaratnya telah terpenuhi."

    6. Kaidah fikih:

      تَصَرُّفُ اْلإِمَامِ عَلَى الرَعِيَّةِ مَنُوْطٌ بِالْمَصْلَحَةِ.

      Tindakan Imam (pemegang otoritas) terhadap rakyat harus mengikuti mashlahat." (As-Suyuthi, Al-Asybah wa al-Nazha`ir, 121)

    7. Kaidah fikih:

      أَيْنَمَا وُجِدَتِ الْمَصْلَحَةُ فَثَمَّ حُكْمُ اللهِ.

      "Di mana terdapat kemaslahatan, di sana terdapat hukum Allah."

  4. Pendapat Ulama:
    1. َقَالَ الْإِمَامُ الشَّافِعِيُّ : وَإِذَا تَوَاعَدَ الرَّجُلاَنِ الصَّرْفَ فَلاَ بَأْسَ أَنْ يَشْتَرِيَ )الرَّجُلاَنِ( الْفِضَّةَ ثُمَّ يُقِرَّانِهَا عِنْدَ أَحَدِهِمَا حَتَّى يَتَبَايَعَاهَا وَيَصْنَعَا بِهَا مَا شَاءَا. (الأم، المنصورة : دار الوفاء، الطبعة الثالثة، 1426 هـ ، تحقيق وتخريج الدكتور رفعت فوزي عبد المطلب [4/58] )

      "Imam Syafi’i berkata, "Jika dua pihak saling berjanji (muwa’adah) untuk melakukan transaksi sharf, maka mereka boleh membeli perak, kemudian menitipkannya pada salah satu pihak hingga mereka melakukan jual beli atas perak tersebut (sharf) dan mempergunakannya sesuai kehendak mereka."

    2. وَقَالَ ابْنُ حَزْمٍ : وَالتَّوَاعُدُ فِي بَيْعِ الذَّهَبِ بِالذَّهَبِ أَوْ بِالْفِضَّةِ وَفِي بَيْعِ الْفِضَّةِ بِالْفِضَّةِ وَفِي سَائِرِ الْأَصْنَافِ الْأَرْبَعَةِ بَعْضِهَا بِبَعْضٍ جَائِزٌ تَبَايَعَا بَعْدَ ذَلِكَ أَوْ لَمْ يَتَبَايَعَا لِأَنَ التَّوَاعُدَ لَيْسَ بَيْعاً. (المحلى بالأثار، 76/465-466)

      "Imam Ibnu Hazm berkata : “Muwa’adah untuk bertransaksi jual beli emas dengan emas, jual beli emas dengan perak, jual beli perak dengan perak, dan jual beli antara keempat barang-barang ribawi lainnya hukumnya boleh, baik setelah itu mereka melakukan transaksi jual beli atau tidak, karena muwa’adah bukan jual beli."

    3. (وَفَسَدَ عَقْدُ الصَّرْفِ النَّاشِئُ عَنْ مُوَاعَدَةٍ مِنْ غَيْرِ إِنْشَاءِ عَقْدٍ...) أَيْ بَعْدَ ذَلِكَ أَيْ بَلْ جَعَلَاهَا نَفْسَ الْعَقْدِ. وَأَمَا لَوْ أَرَادَا أَنْ يَعْقِدَا بَعْدَ ذَلِكَ فَلَا ضَرَرَ، كَأَنْ يَّقُوْلَ لَهُ سِرْ بِنَا إِلَى السُّوْقِ بِدَرَاهِمِكَ فَإِنْ كَانَتْ جِيَاداً تَصَارَفْنَا أَيْ أَوْقَعْنَا عَقْدَ الصَّرْفِ بَعْدَ ذَلِكَ وَيُوَافِقُهُ الْآَخَرُ فَلَا ضَرَرَ فِيْهِ (حاشية العدوي على شرح الخرشي على مختصر خليل، مصر : مطبعة كبرى الأميرية، 1317 هـ، [5/38])

      "(Akad sharf [pertukaran mata uang] yang timbul dari muwa’adah tanpa dilakukan akad adalah fasad. …), maksudnya, tanpa dilakukan akad sharf lagi setelah muwa’adah; dalam arti, para pihak menjadikan muwa’adah sebagai akad. … Jika kedua belah pihak berkehendak untuk melakukan akad sharf setelah itu (muwa’adah), maka hal itu tidak mengandung bahaya (tidak haram, boleh). Misalnya, seseorang berkata kepada orang lain: ‘Mari kita pergi ke pasar dengan membawa dirhammu. Jika ternyata dirham milikmu itu bagus, maka kita melakukan sharf, yakni kita melakukan akad sharf.’ Pihak kedua (pihak yang diajak bicara) pun menyetujuinya, maka hal itu tidak mengandung bahaya (tidak haram, boleh)."

Memperhatikan :
  1. Rekomendasi Ijtima’ Sanawi (Annual Meeting) Dewan Pengawas Syariah di Jakarta, Tahun 2014 tanggal 08-11 Desember 2014;
  2. Substansi fatwa DSN-MUI Nomor: 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual-Beli Uang (al-Sharf);
  3. Substansi fatwa DSN-MUI Nomor: 82/DSN-MUI/III/2011 tentang Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah di Bursa Komoditi;
  4. Substansi fatwa DSN-MUI Nomor: 85/DSN-MUI/XII/2012 tentang Janji (Wa'd) dalam Transaksi Keuangan dan Bisnis Syariah;
  5. Rekomendasi Working Group Perbankan Syariah (WGPS) Otoritas Jasa Keuangan, Dewan Syariah Nasional MUI, Mahkamah Agung RI, dan Dewan Standar Akuntansi Syariah IAI pada tanggal 18 Maret 2015.
  6. Pendapat Peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional pada hari Kamis tanggal 12 Jumadil Tsani 1436 H./ 02 April 2015 M. .

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG TRANSAKSI LINDUNG NILAI SYARIAH (AL-TAHAWWUTH AL-ISLAMI / ISLAMIC HEDGING) ATAS NILAI TUKAR
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:
  1. Lindung Nilai (al-Tahawwuth/Hedging) atas Nilai Tukar adalah cara atau teknik untuk mengurangi risiko yang timbul maupun yang diperkirakan akan timbul akibat adanya fluktuasi nilai tukar;
  2. Lindung Nilai Syariah (al-Tahawwuth al-Islami/Islamic Hedging) atas Nilai Tukar adalah cara atau teknik lindung nilai atas nilai tukar berdasarkan prinsip syariah;
  3. Transaksi Lindung Nilai atas nilai tukar adalah transaksi (akad) yang bertujuan untuk lindung nilai;
  4. Forward Agreement (al-Muwa'adat li 'aqd al-sharf al-fawri fi     al-mustaqbal) adalah saling berjanji untuk transaksi mata uang asing secara spot dalam jumlah tertentu di masa yang akan datang dengan nilai tukar atau perhitungan nilai tukar yang disepakati pada saat itu;
  5. Transaksi Mata Uang Asing secara Spot (selanjutnya disebut, Transaksi Spot)adalah transaksi pembelian dan penjualan mata uang asing untuk penyerahan pada saat itu atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari atau sesuai kelaziman;
  6. 'Aqd al-Tahawwuth  al-Basith (Transaksi Lindung Nilai Sederhana) adalah transaksi lindung nilai dengan skema Forward Agreementyang diikuti dengan Transaksi Spot pada saat jatuh tempo serta penyelesaiannya berupa serahterima mata uang;
  7. 'Aqd al-Tahawwuthal-Murakkab (Transaksi Lindung Nilai Kompleks) adalah transaksi lindung nilai dengan skema berupa rangkaian Transaksi Spotdan Forward Agreement yang diikuti dengan Transaksi Spot pada saat jatuh tempo serta penyelesaiannya berupa serahterima mata uang;
  8. 'Aqd al-Tahawwuth  fi Suq al-Sil'ah (Transaksi Lindung Nilai melalui Bursa Komoditi Syariah) adalah transaksi lindung nilai dengan skema berupa rangkaian transaksi jual-beli komoditi (sil'ah) dalam mata uang rupiah yang diikuti dengan jual-beli komoditi (sil'ah) dalam mata uang asing serta penyelesaiannya berupa serah terima mata uang pada saat jatuh tempo;
  9. Bursa Komoditi Syariah adalah Bursa yang menyelenggarakan kegiatan pasar komoditi syariah;
  10. Penjual Komoditi Syariah adalah Peserta Pedangan Komoditi yang menjadi Peserta Komersial atau Konsumen Komoditi;
  11. Konsumen Komoditi Syariah adalah pihak yang membeli komoditi dari Peserta Komersial;
  12. Peserta Komersial adalah pembeli komoditi dari pedagang komoditi;
  13. Surat Penguasaan Atas Komoditi Tersetujui (SPAKT) adalah surat yang diterbitkan oleh Bursa Komoditi Syariah sebagai bukti atas kepemilikan dan penguasaan komoditi syariah;
  14. Peserta Pedagang Komoditi adalah peserta yang menyediakan stok komoditi di pasar komoditi syariah;
  15. Mata Uang yang Diterima adalah mata uang yang akan diterima oleh pihak yang melakukan lindung nilai pada akhir transaksi;
  16. Mata Uang yang Diserahkan adalah mata uang yang akan diserahkan oleh pihak yang melakukan lindung nilai pada akhir transaksi.
Kedua : Ketentuan Hukum

Transaksi Lindung Nilai Syariah (al-Tahawwuth al-Islami/Islamic Hedging) atas Nilai Tukar berdasarkan kebutuhan nyata (al-hajah al-massah) boleh dilakukan dengan syarat mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur dalam fatwa ini.

Ketiga : Ketentuan Akad
  1. Transaksi Lindung Nilai Syariah atas Nilai Tukar dapat menggunakan salah satu dari akad sebagai berikut:
    1. 'Aqd al-Tahawwuthal-Basith;
    2. 'Aqd al-Tahawwuthal-Murakkab; dan,
    3. 'Aqd al-Tahawwuthfi Suq al-Sil’ah;
  2. Lindung nilai yang dilakukan dengan menggunakan akad sebagaimana angka 1 di atas, berlaku ketentuan yang diatur dalam fatwa ini.
Keempat : Ketentuan Mekanisme
  1. Mekanisme Transaksi Lindung Nilai Syariah atas Nilai Tukar dengan 'Aqd al-ahawwuth al-Basith adalah sebagai berikut:
    1. para pihak saling berjanji (muwa'adah), baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melakukan satu kali Transaksi Spot atau lebih pada masa yang akan datang yang meliputi kesepakatan atas: (1) Mata uang yang diperjualbelikan, (2) jumlah nominal, (3) nilai tukar atau perhitungan nilai tukar, dan (4) waktu pelaksanaan;
    2. pada waktu pelaksanaan, para pihak melakukan Transaksi  Spot (ijab-qabul) dengan harga yang telah disepakati yang diikuti dengan serah terima mata uang yang dipertukarkan.
  2. Mekanisme Transaksi Lindung Nilai Syariah atas Nilai Tukar dengan 'Aqd al-Tahawwuth al-Murakkab adalah sebagai berikut:
    1. para pihak melakukan Transaksi Spot;
    2. para pihak saling berjanji (muwa'adah) untuk melakukan satu kali Transaksi Spot atau lebih pada masa yang akan datang yang meliputi kesepakatan atas: (1) Mata uang yang diperjualbelikan, (2) jumlah nominal, (3) nilai tukar atau perhitungan nilai tukar, dan (4) waktu pelaksanaan;
    3. pada waktu pelaksanaan, para pihak melakukan Transaksi Spot (ijab-qabul) dengan harga yang telah disepakati yang diikuti dengan serah terima mata uang yang dipertukarkan.
  3. Mekanisme Transaksi Lindung Nilai Syariah atas Nilai Tukar dengan 'Aqd al-Tahawwuth  bi al-Sil'ah adalah sebagai berikut:

    Mekanisme 1:

    1. Bursa Komoditi Syariah memfasilitasi pelaku transaksi lindung nilai syariah atas nilai tukar untuk melakukan transaksi atas sil'ah di Bursa Komoditi Syariah;
    2. Para pihak melakukan dua transaksi sil'ah secara berurutan:

    Transaksi Pertama:

    1. Konsumen Komoditi  yang memiliki kewajiban mata uang asing melakukan pemesanan sil'ah dan berjanji (wa'd) untuk membeli sil'ah tersebut secara tunai, bertahap, atau tangguh kepada Peserta Komersial dalam mata uang yang diserahkan;
    2. Berdasarkan pemesanan sebagaimana dimaksud pada angka 1) di atas, Peserta Komersial membeli sil'ah secara tunai dari sejumlah Peserta Pedagang Komoditi  dalam mata uang yang diserahkan;
    3. Peserta Komersial menerima dokumen kepemilikan yang berupa Surat Penguasaan Atas Komoditi Tersetujui (SPAKT) yang diterbitkan Bursa Komoditi Syariah sebagai bukti pembelian komoditi;
    4. Konsumen Komoditi membeli sil'ah dari Peserta Komersial dengan akad jual-beli murabahah dalam mata uang yang diserahkan, yang pembayarannya dilakukan secara tunai, bertahap, atau tangguh sesuai kesepakatan, dan diikuti dengan serah terima dokumen kepemilikan;
    5. Konsumen Komoditi menjual sil'ah secara tunai kepada Peserta Pedagang Komoditi dalam mata uang yang diserahkan;

    Transaksi Kedua:

    1. Konsumen Komoditi (LKS atau Nasabah) memberikan kuasa (akad wakalah) kepada Peserta Komersial untuk membeli  sil'ah  secara tunai  dalam mata uang yang diserahkan;
    2. Berdasarkan akad wakalah di atas, Peserta Komersial mewakili Konsumen Komoditi membeli sil'ah secara tunai dari sejumlah Peserta Pedagang Komoditi dalam mata uang yang diserahkan;
    3. Konsumen Komoditi menerima dokumen kepemilikan yang berupa Surat Penguasaan Atas Komoditi Tersetujui (SPAKT) yang diterbitkan Bursa Komoditi Syariah sebagai bukti pembelian komoditi;
    4. Peserta Komersial membeli sil'ah dari Konsumen Komoditi dengan akad jual-beli murabahah dalam mata uang yang diterima, yang pembayarannya dilakukan secara tunai, bertahap, atau tangguh sesuai kesepakatan, dan diikuti dengan serah terima dokumen kepemilikan;
    5. Peserta Komersial menjual sil'ah secara tunai kepada Peserta Pedagang Komoditi dalam mata uang yang diserahkan;
    6. Konsumen Komoditi menerima mata uang yang diterima dari Peserta Komersial dalam rangka menunaikan kewajibannya kepada pihak lain dan menyerahkan mata uang yang diserahkan kepada Peserta Komersial.

    Mekanisme 2:

    1. Bursa Komoditi Syariah memfasilitasi pelaku transaksi lindung nilai syariah atas nilai tukar untuk melakukan transaksi atas sil'ah di Bursa Komoditi Syariah;
    2. Para pihak melakukan dua transaksi sil'ah secara berurutan:

    Transaksi Pertama:

    1. Konsumen Komoditi  yang memiliki kewajiban mata uang asing melakukan pemesanan sil'ah dan berjanji (wa'd) untuk membeli sil'ah tersebut secara tunai, bertahap, atau tangguh kepada Peserta Komersial dalam mata uang yang diserahkan;
    2. Berdasarkan pemesanan sebagaimana dimaksud pada angka 1) di atas, Peserta Komersial membeli sil'ah secara tunai dari sejumlah Peserta Pedagang Komoditi  dalam mata uang yang diserahkan;
    3. Peserta Komersial menerima dokumen kepemilikan yang berupa Surat Penguasaan Atas Komoditi Tersetujui (SPAKT) yang diterbitkan Bursa Komoditi Syariah sebagai bukti pembelian komoditi;
    4. Konsumen Komoditi membeli sil'ah dari Peserta Komersial dengan akad jual-beli murabahah dalam mata uang yang diserahkan, yang pembayarannya dilakukan secara tunai, bertahap, atau tangguh sesuai kesepakatan, dan diikuti dengan serah terima dokumen kepemilikan;
    5. Konsumen Komoditi menjual sil'ah secara tunai kepada Peserta Pedagang Komoditi dalam mata uang yang diserahkan;

    Transaksi kedua:

    1. Konsumen Komoditi (LKS atau Nasabah) memberikan kuasa (akad wakalah) kepada Peserta Komersial untuk membeli  sil'ah  secara tunai  dalam mata uang yang diterima;
    2. Berdasarkan akad wakalah di atas, Peserta Komersial mewakili Konsumen Komoditi membeli sil'ah secara tunai dari sejumlah Peserta Pedagang Komoditi  dalam mata uang yang diterima;
    3. Konsumen Komoditi menerima dokumen kepemilikan yang berupa Surat Penguasaan Atas Komoditi Tersetujui (SPAKT) yang diterbitkan Bursa Komoditi Syariah sebagai bukti pembelian komoditi;
    4. Peserta Komersial membeli sil'ah dari Konsumen Komoditi dengan akad jual-beli murabahah dalam mata uang yang diterima, yang pembayarannya dilakukan secara tunai, bertahap, atau tangguh sesuai kesepakatan, dan diikuti dengan serah terima dokumen kepemilikan;
    5. Peserta Komersial menjual sil'ah secara tunai kepada Peserta Pedagang Komoditi dalam mata uang yang diterima;
    6. Konsumen Komoditi menerima mata uang yang diterima dari Peserta Komersial dalam rangka menunaikan kewajibannya kepada pihak lain dan menyerahkan mata uang yang diserahkan kepada Peserta Komersial.
Kelima : Batasan dan Ketentuan

Dalam Transaksi Lindung Nilai Syariah atas Nilai Tukar berlaku batasan dan ketentuan sebagai berikut:

  1. Transaksi Lindung Nilai Syariah atas Nilai Tukar tidak boleh dilakukan untuk tujuan yang bersifat spekulatif (untung-untungan);
  2. Transaksi Lindung Nilai Syariah atas Nilai Tukar hanya boleh dilakukan apabila terdapat kebutuhan nyata untuk mengurangi risiko nilai tukar pada masa yang akan datang terhadap mata uang asing yang tidak dapat dihindarkan.
  3. Hak pelaksanaan muwa’adah dalam mekanisme lindung nilai tidak boleh diperjualbelikan;
  4. Transaksi Lindung Nilai Syariah atas Nilai Tukar hanya dapat dilakukan untuk mengurangi risiko atas:
    1. Paparan (exposure) risiko yang dihadapi Lembaga Keuangan Syariah karena posisi aset dan liabilitas dalam mata uang asing yang tidak seimbang;
    2. Kewajiban atau tagihan dalam mata uang asing yang timbul dari kegiatan yang sesuai prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku berupa (i) Perdagangan barang dan jasa di dalam dan luar negeri; dan (ii) investasi berupa direct investment, pinjaman, modal dan investasi lainnya di dalam dan luar negeri.
  5. Pelaku transaksi Lindung Nilai syariah atas Nilai Tukar adalah antara lain:
    1. Lembaga Keuangan Syariah (LKS);
    2. Lembaga Keuangan Konvensional (LKK) hanya sebagai penerima lindung nilai dari LKS;
    3. Bank Indonesia;
    4. Lembaga bisnis yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;
    5. Pihak lainnya yang kegiatannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  6. Nilai tukar atau perhitungan nilai tukar harus disepakati pada saat saling berjanji (muwa‘adah);
  7. Penyelesaian transaksi lindung nilai, berupa serah terima mata uang pada saat jatuh tempo dilakukan secara penuh (full commitment). Penyelesaian transaksi dengan cara muqashshah (netting) hanya diperbolehkan dalam hal terjadi perpanjangan transaksi (roll-over), percepatan transaksi (roll-back), atau pembatalan transaksi yang disebabkan oleh perubahan obyek lindung nilai.
Keenam : Penyelesaian Perselisihan

Penyelesaian sengketa di antara para pihak dapat dilakukan melalui musyawarah mufakat. Apabila musyawarah mufakat tidak tercapai, maka penyelesaian sengketa dilakukan melalui lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan syariah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketujuh : Ketentuan Penutup

Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.


Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 12 J. Tsani 1436 H

02 April 2015 M

DEWAN SYARI'AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua
DR. KH. Ma'ruf Amin
Sekretaris
Drs. H. M Ichwan Sam
Konten diambil dari situs http://www.dsnmui.or.id/